All About NII

Keluarga Cendana Sumbang Rp5 miliar ke Al Zaytun
Selasa, 3 Mei 2011 10:34 WIB

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia (NII) Imam Supriyanto membuat pengakuan lagi. Kali ini ia menyebut keluarga Cendana sebagai salah satu penyumbang ke Pondok Pesantren Al Zaytun.

"Ya benar, keluarga Cendana memberikan sumbangan sebesar Rp5 miliar. Sumbangan itu diberikan masing-masing oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, Bambang Triatmodjo dan Ari Sigit Soeharto. Saya yang menerima bantuan itu sebanyak dua kali," kata Imam di Jakarta, Selasa.

Imam yang ketika itu menjadi Wakil Ketua Pondok Pesantren Al Zaytun mengatakan, sumbangan tersebut diberikan secara bertahap tahun 2005.

Sumbangan yang diberikan kepada Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Panji Gumilang itu akhirnya dibangun gedung yang berdiri di tengah-tengah pondok pesantren.

"Selesai dibangun, gedung itu diberi nama Gedung Jenderal Besar Soeharto. Gedung tersebut merupakan pusat aktifitas Universitas Al Zaytun," ujar Imam.

Ia menambahkan, sumbangan tersebut diserahkan oleh sekretaris mantan Presiden Suharto, Kolonel Maliki.

"Sumbang tersebut merupakan bentuk apresiasi keluarga Cendana kepada Pondok Pesantren Al Zaytun.

Sebelumnya, Imam menyebutkan, Partai Demokrat juga memberikan sumbangan kepada Al Zaytun sebesar 10 ribu dolar AS. Ia juga menyebutkan Partai Golkar sudah disusupi orang NII.
(zul)


Sumber: Antaranews


-dipi-
 
"Mustahil NII Tidak Terdeteksi Aparat"
SENIN, 2 MEI 2011, 07:16 WIB Bayu Galih, Suryanta Bakti Susila

10977612.jpg

VIVAnews - Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan mengatakan pada tahun 2002 MUI telah membuat Tim Pencari Fakta mengenai Pesantren Al Zaytun, Indramayu. Pesantren itu diduga menjadi 'markas' gerakan Negara Islam Indonesia.

"Hasilnya, sebenarnya tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam," kata Amidhan saat dihubungi VIVAnews.

Selain itu, MUI juga sudah mencocokkan mengenai Al Zaytun dengan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama. Sama, seperti penelitan MUI, tidak ditemukan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Namun, Amidhan mengaku MUI tidak bisa menembus 'lingkar dalam' Al Zaytun, yaitu lingkar di sekitar pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang. "Kita dapat menengarai ajarannya yang menyimpang," ucap Amidhan.

Hasil penelitian itu, menurut Amidhan, sudah dilaporkan ke Mabes Polri. "Jadi saya katakan aparat sudah tahu sentral NII di mana, siapa tokohnya," ujar Amidhan.

Amidhan memahami, walau kepolisian sudah mengetahui, tetapi mungkin belum ada dasar hukum untuk mengambil tindakan.

"Jadi mustahil tidak terdeteksi. Aparat tahu itu, tapi tidak ada tindakannya. Makanya terkesan ada pembiaran," kata Amidhan.

Amidhan juga mengatakan, hal ini membuat masyarakat berpikir bahwa gerakan NII yang ada sekarang dibuat untuk mematikan ideologi NII yang asli. "Tapi sebenarnya tidak perlu dengan kontraintelijen begitu," ujarnya.
 
VIDEO: Imam NII Bicara

10991310.jpg

VIVAnews - Kian marak kabar di seputar penyebaran aliran sesat, kasus cuci otak dan penculikan beberapa mahasiwa yang dilakukan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Jaringan ini dipercaya berpusat di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Pendiri dan pemimpin pondok pesantren itu, Syekh Abdus Salam Panji Gumilang alias Abu Toto, disebut salah satu mantan menteri NII, tak lain adalah Imam NII.

NII pimpinan Panji Gumilang disebut-sebut sebagai gerakan NII Komandemen Wilayah 9 (KW9). Disebutkan, selama ini dia dapat tetap eksis karena memiliki hubungan dekat dengan sejumlah tokoh penting di negeri ini termasuk dari kalangan militer dan intelijen.

Kepada tvOne, Panji Gumilang membantah. Dia menjelaskan posisinya di pondok pesantren tersebut, pandangannya seputar Negara Islam Indonesia, dan hubungannya dengan tokoh militer.


Lihat Videonya DISINI
 
Ma'had Al Zaytun
Eks Menteri NII: Punya Aset Emas 20 Ton!
yuli | Jumat, 29 April 2011 | 06:44 WIB

0629475620X310.jpg

Bekas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, bekas Menteri Koperasi Adi Sasono, dan bekas Menteri Penerangan Harmoko saat berkunjung ke Pondok Pesantren Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dalam peringatan 1 Muharram 1432 H yang jatuh pada 7 Desember 2010.

JAKARTA, KOMPAS.com — Bekas Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia (NII) Imam Supriyanto membenarkan adanya simpanan kelompok itu di Bank Century, kini jadi Bank Mutiara.

Namun, berbeda dengan data yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Imam Supriyanto menyebut jumlah dana justru mencapai Rp 250 miliar.

"Kalau dirupiahkan, seingat saya ada Rp 250 miliar. Itu dalam bentuk obligasi dan emas batangan lebih-kurang beratnya 20 ton," kata Imam Supriyanto kepada Tribunnews, Kamis (28/4/2011).

Imam mengaku resmi meninggalkan NII tahun 2007 setelah mendapat nasihat ibundanya yang lebih dahulu keluar dari NII.

Eks Menteri NII itu menceritakan, dana milik NII itu disimpan atas nama Imam Besar NII Abu Maarik. "Sepertinya, rekening di Bank Century tidak satu nama. Biasanya Abu Maarik juga memakai nama anaknya di Bank Century. Abu Maarik itu adalah teman dekat Robert Tantular (bekas bos Bank Century)," kata Imam.

Menurut dia, dana yang berhasil digalang NII kemudian disimpan ke Bank Century. "Abu Maarik adalah nasabah terbaik Bank Century. Abu Maarik sangat dekat dengan Robert Tantular. Bahkan, setiap tahunnya Abu Maarik kerap dihadiahi mobil mewah," kata Imam.

Ia mengaku bersedia bercerita apa adanya sebagai bentuk penyesalannya karena telah masuk organisasi NII. "Berkat jalan Allah melalui ibu saya, pada tahun 2007 saya bisa keluar dari organisasi yang saya geluti sejak 1987," ungkapnya.

==============

Pengakuan Bekas Menteri NII
Shalat Tak Wajib, Minum "Red Wine" Halal
yuli | Sabtu, 30 April 2011 | 02:35 WIB

0245209620X310.jpg

Pondok Pesantren AL Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Foto kanan adalah Bekas Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia (NII), Imam Supriyanto.

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Peningkatan Produksi Negara Islam Indonesia, Imam Supriyanto, menyatakan, Islam yang sebenarnya bukanlah ajaran yang dulu diajarkan oleh organisasinya tersebut. Imam Supriyanto kini telah resmi keluar dari Negara Islam Indonesia (NII).

Imam menuturkan kepada Tribunnews.com bahwa banyak ajaran sesat dan menyimpang dari NII. Shalat lima waktu, misalnya, dianggap bukanlah kewajiban untuk dijalankan. Padahal, dalam Islam, hukum shalat lima waktu adalah wajib.

"Shalat ketika itu saya anggap hanyalah ritual, tidak wajib. Yang wajib adalah mencari sedekah, infak, sana-sini. Dengan cara apa pun, infak harus saya dapat karena mereka yang bukan NII akan kami anggap bukan Islam dan halal hartanya (untuk dimiliki)," cerita Imam.

Dari yang dia ceritakan itu kemudian terungkap bahwa para petinggi NII ternyata gemar minum red wine (anggur merah). Meminum anggur merah itu menurutnya dianggap halal karena dianggap sebagai tanaman yang banyak di surga.

"Kami meminum red wine karena anggur adalah tanaman yang menghiasi surga. Itu pemahaman kami dulu. Alhamdulillah, saya diberi petunjuk oleh Allah SWT, keluar dari NII," ungkap Imam.

Sebelumnya, Imam juga mengungkap aset NII dalam berbagai bentuk, mulai dari uang tunai, obligasi, hingga emas. Ia mengaitkan NII dengan Pondok Pesantrean Al Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

"Saya berdosa kalau tak menyampaikan apa adanya. Jangan sampai ada yang mengikuti langkah salah saya ini," aku Imam.

Kini, Imam mengaku harus meniti perjalanan hidupnya dari awal lagi. Imam yang tinggal di Purwakarta kini menjadi petani untuk menghidupi istri dan keenam anaknya.



Sumber: kompas



-dipi-
 
jaman dl NII udh terbentuk, tp knp br skrg tindakan NII tercium aparat? ada apa ini? apa jatah bulanan utk aparat macet sehingga NII d kasus kan? hanya mereka yg tahu
 
Radikalisme
Chaidar: NII KW IX Palsu, Bentukan Intelijen
Inggried Dwi Wedhaswary | Heru Margianto | Jumat, 6 Mei 2011 | 13:47 WIB

1306271p.jpg


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat terorisme yang pernah bergabung di Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW IX), Al Chaidar, mengungkapkan, NII pimpinan Panji Gumilang adalah NII palsu. Ia mengatakan, NII KW IX merupakan bentukan intelijen pada tahun 1992.

Apa tujuannya? Berdasarkan pengalaman dan penelitian yang dilakukannya, NII KW IX dibentuk sebagai bagian dari program deteksi pemerintah untuk mengonter gerakan radikalisme di Indonesia.

"Panji Gumilang akan dibiarkan karena menjadi program deteksi pemerintah. Sangat efektif untuk mengonter radikalisme di Indonesia. KW IX bentukan pemerintah untuk melakukan deradikalisasi gerakan radikal," paparnya seusai mengisi diskusi di Gedung DPD, Jakarta, Jumat (6/5/2011).

Ia mengatakan, NII palsu dibentuk untuk meredam gerakan dan ekspansi NII asli. "Misalnya, yang asli dakwah di satu daerah, yang palsu juga. Nanti akan ada yang terjerumus ke (NII) asli, ada yang ke NII palsu. Tetapi, yang ke NII palsu akan dikeruk hartanya, kehilangan jaringan sosial, dan lain-lain," katanya.

Ketika ditanya bagaimana program deradikalisasi berjalan, ia menggambarkan, setelah para korban di NII KW IX tersadar telah dikeruk hartanya, akan ada cap buruk dan kapok bergabung dengan NII. "Akhirnya ada demoralisasi dan, menurut saya, kriminalisasi terhadap NII asli," ujarnya.

Menurut Chaidar, eksistensi NII KW IX memang diproteksi pemerintah. Oleh karena itu, jawaban yang diberikan pemerintah terhadap aksi NII tak pernah lugas.

Sementara itu, NII asli, menurut Chaidar, cenderung terpojok dan masih menjalankan pola-pola tradisional. Saat ini, setidaknya ada 14 faksi NII asli yang dipimpin oleh 14 imam. "Masing-masing merasa benar. Di luar faksi, dia dianggap tidak legitimate," ujarnya.

Gerakan NII asli cenderung tidak agresif dan hanya mampu mengumpulkan infak dalam jumlah kecil. Hal ini berbeda dari NII KW IX yang mampu meraup dalam jumlah besar. "NII asli paling infak Rp 5.000, kapan bisa berdiri negara Islam?" kata Chaidar.


Sumber: kompas


-dipi-
 
http://www.suarapembaruan.com/home/kampus-kampus-di-banten-telah-disusupi-nii/6422

Kampus-kampus di Banten Telah Disusupi NII
Jumat, 6 Mei 2011 | 8:31

Ilustrasi bendera NII [google]

[SERANG] Kampus-kampus dan pergururan tinggi (PT) di Banten, seperti Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), telah disusupi gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Sejumlah dosen dan mahasiswa universitas tersebut aktif dalam gerakan NII.

Perekrutan anggota NII di lingkungan kampus di Banten ini dilakukan orang-orang NII dari Jakarta. Namun, ada juga yang direkrut oleh pengurus NII wilayah Banten. NII di wilayah Banten memiliki dua kode yakni Kode 98 untuk wilayah Banten Utara dan Kode 99 untuk wilayah Banten Selatan.

Koordinator NII Crisis Centre (NCC) Sukanto, Kamis (5/5) menjelaskan gerakan NII di Banten telah merasuki berbagai kampus besar lain selain Untirta yakni Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) SMH Banten di Serang dan Universitas Mathla'ul Anwar Pandeglang.

"Kalau untuk NII di Kampus Untirta sudah ada laporan. Tapi kemungkinan besar juga sudah masuk ke kampus lain. Terlebih jika kita melihat sejarah NII di Banten, khususnya di Menes, Pandeglang, dan Serang, yang cukup besar pada tahun 1970-1980-an. Cuma faksi mereka terpecah," ujar Sukanto.

Dia menuturkan, di Banten ada faksi yang namanya Abu Toto Mathla,ul Anwar, Menes Pandeglang dan juga ada faksi lainnya di daerah Serang. Ada pula faksi Abdullah Sungkar. Mereka semua ini berasal dari alumni Pesantren Ngruki Pimpinan Abu Bakar Ba,syir. "Alumni Ngruki juga terpecah ke Jamaah Ansharut Tauhid, dan ke Jamaah Islamiyah (JI)," katanya.

Menurut Sukanto, pelaku bom bali Imam Samudera yang sudah dieksekusi mati, direkrut NII sejak sekolah. Namun kemudian ia merasa tak puas, dan ia menjalin hubungan dengan Jamaah Islamiyah (JI) internasional. " Imam Samudera kemudian lebih dekat ke JI, dan ia menjadi lebih radikal. Saat ini pun saya kira masih ada kader-kader muda NII yang tersebar di berbagai daerah, termasuk di kampus-kampus dan di sekolah-sekolah di Banten. Terutama alumni pelatihan Ambon, dan Poso. Pasti ada regenerasi setelah itu ," katanya.

Kepala UPT Humas Untirta Boyke Pribadi membenarkan informasi tersebut. Dikatakan, saat ini pun masih ada dosen yang diinformasikan aktif di NII.

"Para dosen dan mahasiswa itu tidak melakukan aktivitas NII lagi di dalam kampus. Empat mahasiswa yang aktif di NII sekarang sudah lulus. Sebelum tahun 1998, memang ada mahasiswa yang melakukan aktivitas NII di dalam kampus. Tapi sekarang saya pastikan tak ada lagi aktivitas NII di dalam kampus," katanya.

Boyke mengatakan, pihak Untirta telah mendapat informasi soal NII itu dari kepolisian sejak tahun 2007 lalu. " Tapi saat ini tak ada lagi aktivitas NII di dalam kampus. Dan Mahasiswa saat ini pun kecil kemungkinan terlibat dengan NII sebab sejak tahun 2008 kami telah mengadakan kegiatan pembinaan keagamaan terhadap mahasiswa baru, berupa mentoring yang dilakukan selam 3 bulan sampai dengan 6 bulan. Tapi kalau rekrutmen itu dilakukan di luar kampus saya tak tahu," ujarnya.

Organisasi Mahasiswa Dirasuki NII
Gerakan NII dalam merekrut anggotanya tidak hanya berorientasi individu tetapi juga kelompok atau organisasi. Diduga sejumlah organisasi kemahasiswaan di sjeumlah kampus di Banten telah dirasuki pengaruh NII.

Pembantu Rektor II Untirta Banten Aris Suhadi SH MH mengatakan, jika dicermati ada organisasi kemahasiswaan mirip gerakan NII. Sempat juga, katanya, muncul symbol-simbol mirip gerakan NII di dalam kampus, namun semuanya itu sudah ditertibkan.

"Kami ini kembalikan organisasi kemahasiswaan ke tugas pokok dan fungsinya. Kami akan tetap berusaha untuk mencegah gerakan NII masuk ke lingkungan kampus dengan pendekatan konstruktif dan dialogis dengan para mahasiswa, dan mengarahkan karakter mahasiswa agar lebih menghargai falsafah Bhinneka Tunggal Ika sebagai nilai bangsa yang harus dijunjung tinggi," ujarnya.

Aris mengungkapkan pihaknya bersama para aktivis mahasiswa Untirta belum lama ini telah menyadarkan 3 mahasiswa baru, yang pernah direkrut NII. Mereka adalah mahasiswa Jurusan Akuntansi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Untirta.

"Sasaran atau target perekrutan anggota NII itu memang kampus. Rekrutmen itu dilakukan di luar kampus, makanya kita sulit mendeteksi. Beberapa aktivis mahasiswa seperti Ketua Dewan Perwakilan mahasiswa (DPM) Untirta juga ikut membantu upaya melawan gerakan NII ini. Kami telah menelusuri pola rekrutmennya, tetapi penulusuran itu mengalami missing link, karena mungkin mereka menggunakan pola perekrutan dengan sistem jaringan terputus. Kami tidak mampu menyikap sampai ke akar jaringannya," kata Aris. [149]

++++

http://www.suarapembaruan.com/home/baasyir-islam-wajib-berkuasa/5983

Baasyir: Islam Wajib Berkuasa
Senin, 25 April 2011 | 14:15

[JAKARTA] Terdakwa kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (ABB) mengatakan bahwa Islam wajib berkuasa dan tidak boleh dikuasai. Sejak Soekarno berkuasa sampai pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini, Islam selalu dikuasai.

"Tujuan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) adalah daulah Islamiah. Dimana, Islam itu wajib berkuasa dan tidak boleh dikuasai, seperti di Indonesia ini Islam dikuasai," kata Baasyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/4/2011).

Menurut Baasyir, Islam itu wajib berkuasa dan tidak boleh dikuasai. Karena, jika dunia bukan Islam yang mengurus pasti rusak. Mengingat, itu adalah ketetapan Allah dan rasulnya.

Amir Jamaah Ashorut Tauhid (JAT) ini menegaskan bahwa daulah Islam sama dengan negara Islam. Jadi, Negara Islam Indonesia (NII) adalah wajib hukumnya. Jika orang Islam tidak mengakui NII berarti murtad.

Hanya saja, lanjut Baasyir, lain hukumnya jika belum mampu mewujudkan NII tetapi ada niat. Sebab wajib hukumnya bagi umat Islam. [N-8]
 
Polri Sulit Jerat Nii dengan Pasal Makar

Polri Sulit Jerat Nii dengan Pasal Makar​

JAKARTA — Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 9 belakangan santer diberitakan akibat dugaan pencucian otak terhadap korbankorbannya. Namun, Mabes Poiri menyatakan kesulitan menjerat NIT dengan pasal makar. “Malah yang kena upaya percobaan, bukan makar” kata Kepala Bagian Penerangan umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Mabes Poiri, Jakarta, Kamis (5/5).

Menurut Boy, NII belum pernah secara terang-terangan memproklamirkan kemerdekaan kemudian memiliki pemerintahan sendiri. Sehingga, polisi belum bisa mengambil tindakan tanpa menunggu laporan dari masyarakat. Dalam menggunakan pasal makar terhadap suatu kelompok atau gerakan, lanjut Boy, polisi juga harus mengukur tingkat ancamannya terhadap negara. “Dokumen yang berisi daftar perangkat Nii bisa saja jadi bukti, tapi nanti dipengadilan hanya upaya percobaan makar;” katanya.

Boy menambahkan, polisi selama ini menjerat anggota—anggota Nii dengan pasal penipuan. Selama 2008, gubernur Nii KW 7 Jawa Barat Selatan dan 17 orang anggotanya, hanya dikenakan pasal penipuan dengan hukuman 2,5 tahun penjara.

Senada dengan Boy, pendiri crisis center NII Sukanto juga berpendapat, tidak bisa dijeratnya para anggota Nii dengan pasal makar mengakibatkan gerakan ini hanya bisa dijerat dengan tindak pidana ringan (tipiring). Hal ini juga berdampak laporan korban gerakan Nii tidak serius ditanggapi oleh aparat. “Karena tidak ada pasal yang bisa dikenakan,” kata Sukanto, Kamis (5/5).

Menurut Sukanto, pelaporan korban Nii selalu menemui jalan buntu. Contohnya, sejak 2002 pihaknya sudah melaporkan sekitar 80 korban Niu ke.Mabes Poiri. Namun, hingga kini tidak ada tindak lanjut atas laporan itu. Menurut Sukanto, polisi berlasan tidak bisa menjerat Nil dengan pasal makar.

* Pada 2005 pihaknya pun sempat melaporkan hal yang sama, tapi lagi-lagi tak mendapat tanggapan serius. Bahkan pada 2006, Sukanto melapor ke MUI untuk menindak tegas Nii, namun juga tidak ditindaklanjuti. MUI beralasan saat ini tidak ada lagi pasal subversif Seperti pada zaman Orde Baru. “Yang terjadi, ya memang ada pembiaran. Tipining yang dikenakan pun membuat Nii terus bisa bergerak,” katanya.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meminta masyarakat untuk tidak menanggapi terlalu berlebihan masalah Nii. Namun dia juga meminta untuk tidak menganggap remeh hal ini. Semua yang menyangkut keutuhan bangsa tidak bisa dianggap remeh. “Tetapi, kita juga tidak boleh terjebak seakan-akan negara bubar;” kata Nuh.

Sumber : Republika, bilal ramadhan/estfli maharanh/c02 ed: andri saubani
 
Daftar Dana yang Dihimpun NII


VIVAnews - Perekrutan warga oleh anggota Negara Islam Indonesia ditengarai terjadi di berbagai daerah. Tak hanya dari sisi anggota saja, pertumbuhan kelompok ini melonjak drastis, tapi juga dana yang mereka himpun.

Dari mana dana itu diperoleh? Mantan anggota NII KW 9 yang kini mendirikan NII Crisis Center, Sukanto, menjelaskan asal muasal uang yang diwacanakan untuk membangun Negara Islam tersebut.

109557_bendera-negara-islam-indonesia_300_225.jpg

Bendera NII ( Negara Islam Indonesia )​

Data terakhir yang dia miliki pada September 2007, khusus wilayah Jakarta, Bekasi dan Tanggerang, jumlahnya sangat fantastis hingga mencapai miliaran rupiah. Dari ketiga kawasan tersebut, NII membaginya menjadi 10 wilayah.

Setiap wilayah juga diberi kode, misalnya 91 yang artinya wilayah NII untuk Bekasi, 92 Jakarta Timur, 93 Jakarta Selatan, 94 Jakarta Barat, 95 Jakarta Utara, 96 Jakarta Pusat, 97 Tanggerang, 98 Banten Utara, 99 Banten Selatan dan 90 Ulya (tingkatan wilayah untuk pemimpin).

Sukanto mencatat, pemasukan dari jamaah digolongkan menjadi tiga, yakni Harokah Idikhor yakni setoran jamaah dalam setiap pos, biasanya dikenakan Rp6.000 per jamaah perbulan, lalu Infaq biasanya dikenakan 25 dolar NII, dengan kurs 1 dolar sama dengan Rp5.200, biasanya setiap tahun kurs naik Rp100. Serta biaya Harokah Ramadan, biaya ini dikenakan Rp50.000 per jamaah perbulan.

Menurut Sukanto, data jumlah jamaah dan uang akan terus bertambah setiap tahunnya. "Ini data yang saya ambil 5 tahun yang lalu," katanya kepada VIVAnews.

Berikut adalah data jumlah jamaah beserta pemasukan uang dari 3 golongan tersebut:

1. Bekasi, jumlah Jamaah 6.899, jumlah Harokah Idikhor Rp41,394 juta dengan jumlah Infaq Rp1,047 miliar , Harokah Ramadan Rp344,5 juta.

2. Jakarta Timur, jumlah Jamaah 39.594, jumlah Harokah Idikhor Rp237,54 juta, Jumlah infaq Rp6,91 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp2,30 juta.

3. Jakarta Selatan, jumlah jamaah 45.752, jumlah Harokah Idikhor Rp274,512 juta, jumlah infaq Rp5,922 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp1,974 miliar.

4. Jakarta Barat, jumlah jamaah 7.088, jumlah Harokah Idikhor Rp42,528 juta, jumlah infaq Rp1,62 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp548,45 juta.

5. Jakarta Utara, jumlah jamaah 10.651, jumlah Harokah Idikhor Rp63,906 juta, jumlah infaq Rp2,023 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp633,1 juta.

6. Jakarta Pusat, jumlah jamaah 14.293, jumlah Harokah Idikhor Rp85,758 juta, jumlah infaq Rp1,956 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp653,8 juta.

7. Tangerang, jumlah jamaah 12.205, jumlah Harokah Idikhor tidak ada, jumlah infaq Rp2,156 miliar, jumlah Harokah Ramadan Rp731,7 juta.

8. Banten Utara, jumlah jamaah 6564, jumlah Harokah Ramadan Rp469,75 juta.

9. Banten Selatan, jumlah jamaah 8285, jumlah Harokah Ramadan Rp867,15 juta.

10. Ulya (tingkatan pemimpin), jumlah jamaah 553, jumlah Harokah Ramadan Rp33,8 juta.

(umi)
• VIVAnews

sumber --> http://metro.vivanews.com/news/read/219376-ini-daftar-dana-jamaah-nii
 
wedewwwwwwwwwwwwww banyak amat uang nya buat apa tuh duit

duitttttttttttttttttttttttttttttt duitttttttttttttttttttttttttttttt kesini dong aku minta duit

emak dan bapak ku lagi butuh duitttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt

tetangga ku lagi butuh duitttttttttttttttttttttttttttttt

di mana mana mencari duittttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt
 
Mantan Kepala BIN:
Al Zaytun Justru Bermanfaat bagi Islam
Suhartono | yuli | Sabtu, 7 Mei 2011 | 00:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pondok Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diakui menggunakan simbol-simbol Negara Islam Indonesia (NII) untuk mencuci otak seseorang menjadi anggota.

Namun, sebenarnya hal itu bukan untuk kepentingan NII, melainkan membangun dan memperkaya pondok pesantren sebab Al Zaytun kini bukan lagi NII.

Pemerintah justru senang Al Zaytun mencuci otak mereka yang ingin menjadi NII. Oleh sebab itu, pembelokan ideologi NII untuk kepentingan Al Zaytun bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan urusan NII.

Adapun tanggung jawab pemerintah, khususnya kepolisian, hanya pemberantasan gagasan pendirian NII yang bertentangan dengan Pancasila, penculikan, serta orang-orang yang merasa dirugikan secara perdata.

Demikian diungkapkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), AM Hendropriyono, yang dikenal juga sebagai pakar intelijen kepada Kompas di Cipayung, Jakarta, Jumat (6/5/2011).

Selain menjelaskan soal keamanan sekawasan terkait KTT ASEAN, mantan Panglima Kodam Jaya itu juga menyinggung soal NII, Al Zaytun, dan mereka yang dirugikan akibat masalah NII dan Al Zaytun.

"Kalau ada orang NII teriak-teriak, pemerintah harus bertanggung jawab, dan tokoh-tokoh dianggap mereyakasa Al Zaytun. Katanya, buatan Pak Harto (Presiden Soeharto) dan sampai sekarang buatan pemerintah dan di-back up pemerintah, itu salah. Tidak benar. Yang benar adalah dia menggunakan ideologi NII untuk menarik massa sampai dapat duit untuk membangun Al Zaytun," tandas Hendropriyono.

Ia tidak sependapat jika ada pihak yang mendesak Ponpes Al Zaytun harus dihancurkan karena dinilai makar terhadap pemerintah.

"Kalau soal NII-nya makar, ya memang makar. Itu menjadi urusan pemerintah untuk memberantas makarnya. Akan tetapi, bukan Al Zaytun-nya yang harus dihancurkan karena dinilai makar. Karena, di mana, tidak ada urusannya. Sebab, makar-nya Al Zaytun di mana?" tanyanya.

Sebaliknya, lanjut Hendropriyono, Al Zaytun justru memiliki manfaat bagi umat Islam, yaitu karena adanya pengembangan dan pendidikan bagi umat Islam. Kurikulumnya sudah diteliti dari pemerintah ke pemerintah sampai sekarang ini, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia, tambah Hendropriyono.

Ia menepis tuduhan bahwa Ponpes Al Zaytun dibentuk oleh pemerintah. "Karena itu, mulai dari Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, dan pejabat lainnya, termasuk saya pernah datang ke ponpes tersebut untuk menetralisasi. Waktu itu tidak ada ideologi politik yang bertentangan dengan Pancasila," jelas Hendropriyono.

Tentang kemungkinan adanya penipuan di Al Zaytun, Hendropriyono juga menyatakan, "Kalau sumbangan itu dilakukan oleh orang-orang secara sukarela, apa yang salah? Apa ada yang dirugikan?"

Lebih jauh, Hendropriyono menyatakan, sekarang ini persoalan radikalisasi sudah menjadi rancu dan kacau, apalagi dikaitkan dengan Al Zaytun dan NII.

"Masalahnya dicampurbaurkan. Padahal, harus dipilah-pilah persoalan itu menjadi tiga entitas. Pertama, soal NII; kedua, Al Zaytun; dan ketiga, soal masyarakat yang tertipu," katanya lagi.


sumber: kompas




-dipi-
 
Back
Top