Kisah pohon apel & anak lelaki

Mrs_Sumart1

New member
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu
sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat
mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini
telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel
itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke
sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan
anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki
itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang
untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh
mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan
uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat
senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi
dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah
datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon
apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus
bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat
tinggal. Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki
rumah.

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa
bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak
pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya."Ayo bermain-main lagi
denganku," kata pohon apel."Aku sedih," kata anak lelaki itu."Aku
sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar
dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan
membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak
pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun
kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak
memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata
pohon apel."Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak
lelaki itu."Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua
dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah
setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah
kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan
beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan
beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di
pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air
matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu
kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya
datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak
peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan
orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan.

Dan,yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya;
dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan
diberikannya pada kita.
 
Back
Top