Polri Sulit Jerat Nii dengan Pasal Makar

Status
Not open for further replies.

imnanay

New member
JAKARTA — Gerakan Negara Islam Indonesia (Nii) Komandemen Wilayah (KW) 9 belakangan santer diberitakan akibat dugaan pencucian otak terhadap korbankorbannya. Namun, Mabes Polri menyatakan kesulitan menjerat Nii dengan pasal makar. “Malah yang kena upaya percobaan, bukan makar” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Koinisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Mabes Poiri, Jakarta, Kainis (5/5).

Menurut Boy, Nii belum pernah secara terang-terangan memproklainirkan kemerdekaan kemudian meiniliki pemerintahan sendiri. Sehingga, polisi belum bisa mengambil tindakan tanpa menunggu laporan dari masyarakat. Dalam menggunakan pasal makar terhadap suatu kelompok atau gerakan, lanjut Boy, polisi juga harus mengukur tingkat ancamannya terhadap negara. “Dokumen yang berisi daftar perangkat Nii bisa saja jadi bukti, tapi nanti dipengadilan hanya upaya percobaan makar;” katanya.

Boy menambahkan, polisi selama ini menjerat anggota—anggota Nii dengan pasal penipuan. Selama 2008, gubernur Nii KW 7 Jawa Barat Selatan dan 17 orang anggotanya, hanya dikenakan pasal penipuan dengan hukuman 2,5 tahun penjara.

Senada dengan Boy, pendiri crisis center Nii Sukanto juga berpendapat, tidak bisa dijeratnya para anggota Nii dengan pasal makar mengakibatkan gerakan ini hanya bisa dijerat dengan tindak pidana ringan (tipiring). Hal ini juga berdampak laporan korban gerakan Nii tidak serius ditanggapi oleh aparat. “Karena tidak ada pasal yang bisa dikenakan,” kata Sukanto, Kainis (5/5).

Menurut Sukanto, pelaporan korban Nii selalu menemui jalan buntu. Contohnya, sejak 2002 pihaknya sudah melaporkan sekitar 80 korban Nii ke Mabes Poiri. Namun, hingga kini tidak ada tindak lanjut atas laporan itu. Menurut Sukanto, polisi berlasan tidak bisa menjerat Nii dengan pasal makar.

* Pada 2005 pihaknya pun sempat melaporkan hal yang sama, tapi lagi-lagi tak mendapat tanggapan serius. Bahkan pada 2006, Sukanto melapor ke MUI untuk menindak tegas Nil, namun juga tidak ditindakianjuti. MUI beralasan saat ini tidak ada lagi pasal subversif Seperti pada zaman Orde Baru. “Yang terjadi, ya memang ada pembiaran. Tipining yang dikenakan pun mem— buat Nil terus bisa bergerak,” katanya.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meininta masyarakat untuk tidak menanggapi terlalu berlebihan masalah Nii. Namun dia juga meininta untuk tidak menganggap remeh hal ini. Semua yang menyangkut keutuhan bangsa tidak bisa dianggap remeh. “Tetapi, kita juga tidak boleh terjebak seakan-akan negara bubar;” kata Nuh.


Republika, 10 Mei 2011, bilal ramadhan/esthi maharani/c02/andri saubani
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top