Nanya nanya seputar tanah Wakaf

nizhami

New member
as salaam alaykum wa rahmah wa barakah

Mo nanya2 nih tentang tanah wakaf.
Yang saya tanyakan adalah :
1. Apa yang menjadi kriteria pewakaf? Adakah syarat2 khusus sebelum menyerahkan tanah sebagai wakaf? Misalnya apakah keluarga, dalam hal ini ahli waris, perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini?
2. Siapakah yang berhak menjadi nadzir/pengelola wakaf? Ahli waris pewakaf, perseorangan, organisasi/yayasan ataukah pemerintah?
3. Bila tanah wakaf tidak digunakan semestinya atau terbengkalai, bolehkah tanah itu diambil kembali oleh pewakaf meski dengan cara dibeli?
4. Isi ikrar wakaf itu sebaiknya bagaimana?
5. Nanti nanya2 lagi ya.. terima kasih :D
 
1. Apa yang menjadi kriteria pewakaf? Adakah syarat2 khusus sebelum menyerahkan tanah sebagai wakaf? Misalnya apakah keluarga, dalam hal ini ahli waris, perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini?

waalaikusalam
aku coba jawab, sumber dari kitab minhajul muslim (karya abu bakar jabir aljazai'ri) dan sumber2 online

kriteria pewakaf sesuai Alquran dan hadits
- Waqif harus merdeka dan memiliki hak penuh terhadap barang yang diwakafkan. Tidak sah wakaf dari seorang budak sahaya dan tidak sah pula mewakafkan milik orang lain atau wakaf seorang pencuri atas barang curiannya.

Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna. Tidak sah wakaf orang gila dan orang lemah akalnya disebabkan sakit atau lanjut usia, termasuk juga wakafnya orang dungu karena akalnya dipandang kurang. Kesempurnaan akal dibutuhkan dan bahkan menjadi syarat, karena wakaf termasuk prilaku ekonomi yang memerlukan keharusan akal sehat dan pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Waqif harus cukup umur atau balig. Oleh para Fuqaha' balig dipandang sebagai indikasi sempurnanya akal seseorang. Oleh karena itu, wakaf anak kecil dianggap tidak sah, baik terlepas apakah ia sudah mampu melakukan transaksi wakaf atau belum.

Orang yang berwakaf harus sudah bisa berpikir jernih dan tenang, dan tidak ada tekanan sedikitpun diakibatkan kelalaian atau kebodohan sehingga menyebabkan ia bangkrut, walaupun wakaf tersebut berada di bawah pengawasan wali atau orang yang sudah dewasa.

kriteria pewakaf sesuai undang2 indonesia

Menurut PP. No.28 tahun 1977, syarat-syarat waqif adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi :

“Badan-badan hukum Indonesia atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak-pihak, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

jadi menurutku, keluarga dan ahli waris sebaiknya juga mengetahui dan mensetujui jika ada harta milik ahli waris yg diwakafkan

2. Siapakah yang berhak menjadi nadzir/pengelola wakaf? Ahli waris pewakaf, perseorangan, organisasi/yayasan ataukah pemerintah?

boleh perseorangan, organisasi/lembaga/yayasan, atau pihak pemerintah

3. Bila tanah wakaf tidak digunakan semestinya atau terbengkalai, bolehkah tanah itu diambil kembali oleh pewakaf meski dengan cara dibeli?
disini ada beberapa perbedaan pendapat:
- menurut imam abu hanifah, harta wakaf bisa ditarik kembali dan dijual oleh wakif
- menurut imam syafii dan imam ahmad, harta wakaf tidak boleh diambil kembali
- sesuai dengan pengertian wakaf dalam kitab minhajul muslim, maka harta wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh diberikan ke orang lain

tapi dalam kitab itu dijelaskan lagi, jika harta wakaf sudah tidak produktif/rusak, boleh dijual dan hasil penjualannya di sedekahkan ke masjid atau fakir miskin

4. Isi ikrar wakaf itu sebaiknya bagaimana?

kalau isi sigat wakaf dalam bahasa indonesia aku belum ketemu, kalau dalam bahasa arabnya seperti ini

2iw3k15.jpg


bisa dicari terjemahannya, dalam cetakan indonesia berjudul "ensiklopedia muslim"

lafadz wakaf juga biasanya sudah ada dalam surat wakaf dari pemerintah (mungkin depag atau yg lain)
 
terima kasih den masykur.. wah kitabnya lengkap nih.

lanjut nanya lagi ah..
5. Bolehkah pewakaf memberikan syarat khusus perihal peruntukan tanah wakaf? Misalnya, pewakaf hanya menghendaki tanah wakafnya untuk dibangun masjid saja, bukan untuk sekolah dll.
6. Bolehkah wakaf menggunakan uang? Semisal memberikan sejumlah uang kepada yayasan untuk kemudian baru dibelikan tanah.
7. Bolehkah tanah yang sudah diwakafkan lokasinya ditukar?
 
Last edited:
terima kasih den masykur.. wah kitabnya lengkap nih.

lanjut nanya lagi ah..
5. Bolehkah pewakaf memberikan syarat khusus perihal peruntukan tanah wakaf? Misalnya, pewakaf hanya menghendaki tanah wakafnya untuk dibangun masjid saja, bukan untuk sekolah dll.
6. Bolehkah wakaf menggunakan uang? Semisal memberikan sejumlah uang kepada yayasan untuk kemudian baru dibelikan tanah.
7. Bolehkah tanah yang sudah diwakafkan lokasinya ditukar?

itu buku yg aku pakai waktu sekolah dulu :) tapi yg ini aku dapat versi scannya.

5. Bolehkah pewakaf memberikan syarat khusus perihal peruntukan tanah wakaf? Misalnya, pewakaf hanya menghendaki tanah wakafnya untuk dibangun masjid saja, bukan untuk sekolah dll.
bisa, tapi disebutkan di ikrar/surat wakafnya

6. Bolehkah wakaf menggunakan uang? Semisal memberikan sejumlah uang kepada yayasan untuk kemudian baru dibelikan tanah.
ini aku kasih kutipan artikelnya:

Dalam hal ini benda wakaf harus dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang berjangka lama, dengan pengertian tidak habis sekali pakai. Wakaf dipandang sah bila harta wakaf memiliki nilai dan merupakan hak penuh si waqif. Harta wakaf tersebut, boleh jadi berupa saham yang dapat diperdagangkan, dengan catatan tingkat spekulasinya tidak begitu tinggi. Artinya, jika harta wakaf hendak dikembangkan dalam bentuk perdagangan misalnya, modal harus diperhitungkan sedemikian matang, sehingga dapat menghasilkan keuntungan sesuai yang diharapkan dengan tujuan untuk pengembangan harta wakaf itu sendiri.

Adapun barang-barang wakaf yang sah diwakafkan menurut as-Sayyid Sabiq adalah tanah, perabot yang bisa dipindahkan, mushaf, kitab, senjata, dan binatang. Demikian juga barang yang boleh diperjual-belikan dan bisa dimanfaatkan dengan catatan barangnya tetap utuh. Sebaliknya, tidak diperbolehkan mewakafkan barang yang tidak boleh diperjual-belikan, seperti barang tanggungan, anjing, babi, dan binatang buas lainnya.

Golongan Malikiyah memperbolehkan wakaf benda-benda yang bergerak, sebab menurut mereka wakaf boleh bersifat sementara dan juga boleh untuk selama-lamanya. Demikian pula mazhab Syafi'i dan Hanabilah juga membolehkan wakaf benda yang bergerak, sedang keabadian suatu wakaf bergantung pada sifat benda itu sendiri.

7. Bolehkah tanah yang sudah diwakafkan lokasinya ditukar?
aku belum ketemu yg bahas ini...

kalau menurutku, pada dasarnya harta wakaf tidak boleh dijual, dihadiahkan, diwariskan, dikurangi, termasuk juga ditukar (karena bukan hak milik pewakaf lagi)

kecuali jika sudah disyaratkan dalam surat wakaf, bahwa jika harta wakaf tersebut rusak/tidak produktif maka akan diganti dengan yg baru/yg lebih bagus, jika seperti itu mungkin bisa terjadi pertukaran,

namun jika harta wakaf ditukar dengan yg lebih jelek atau yg lebih rusak/lebih tidak produktif, maka tidak boleh ditukar

karena inti tujuan wakaf adalah manfaat yg bisa dihasilkan dari harta wakaf tersebut untuk kepentingan umum/yatim piatu/fakir miskin

wallahu a'lam
 
Sanbil nunggu den masykur ijinkan q ikutan beljar ya den. Entar kalo ada yg kurang benar mohon diluruskan!
5. Bolehkah pewakaf memberikan syarat khusus perihal peruntukan tanah wakaf? Misalnya, pewakaf hanya menghendaki tanah wakafnya untuk dibangun masjid saja, bukan untuk sekolah dll.
Justru inilah yg membedakan wakaf dengan sodaqoh biasa. waqif boleh memberikan syarat peruntukan harta yg diwakafkannya. Dan nadzir wajib melestarikan permintaan waaqif. (*persyaratan yg diajukan terbatas pada hal2 yg diperbolehkan secra syari'at)
6. Bolehkah wakaf menggunakan uang? Semisal memberikan sejumlah uang kepada yayasan untuk kemudian baru dibelikan tanah.
ada beberapa pendapat soal wakaf uang ini:
Pertama, pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).

Kedua, mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a: "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk".

Ketiga, pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i: “Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)”. (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994], juz IX,m h. 379)

Dalam kaitannya ini saya kira perlu juga untuk diketahui bahwa
Wakaf berbeda dengan sedekah biasa. Kalau sedekah biasa, begitu seseorang memberikan hartanya, maka biasanya harta itu langsung habis manfaatnya saat itu juga. Misalnya, seseorang bersedekah memberikan 10 orang miskin makan siang. Begitu makanan sudah dilahap, maka orang itu dapat pahala. Tapi tidak ada pahala lainnya setelah itu, sebab pokok sedekah itu sudah selesai manfaatnya.


Sedangkan dalam wakaf, seseorang bersedekah dengan harta yang pokoknya tetap ada, namun harta itu bisa menghasilkan pemasukan atau penghasilan yang bersifat terus menerus dan juga rutin.
Misalnya seseorang mewakafkan seekor sapi untuk fakir miskin. Sapi itu tidak disembelih untuk dimakan dagingnya, melainkan dipelihara oleh orang yang ahli dalam pekerjaannya. Yang diambil manfaatnya adalah susunya yang diperah. Susu itu misalnya boleh dibagikan kepada fakir miskin, atau dijual yang hasilnya untuk kaum fakir miskin.

Contoh lain seseorang mewakafkah sebidang sawah untuk ditanami. Sawah itu diserahkan kepada orang yang amanah untuk menanaminya, di mana hasilnya diperuntukkan khusus untuk anak-anak yatim.

Contoh lain, seseorang mewakafkan sebuah sahamnya perusahaan. Semua deviden yang didapatnya akan diserahkan kepada masyarakat miskin untuk bea siswa pendidikan.
7. Bolehkah tanah yang sudah diwakafkan lokasinya ditukar?

Saya masih ragu soal ini. namun lebih cenderung tidak bisa ditukar.

Harta yang sudah diwakafkan sebenarnya statusnya sama dengan semua pemberian lainnya, yaitu si pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung akadnya. Bisa saja akad sebuah waqaf itu hanya pada manfaatnya, sedangkan kepemilikan benda itu tetap masih ada dimiliki oelh si empunya.
Contohnya adalah seekor kambing yang diwakafkan susunya. Kambing itu tetap miliknya namun bila ada susu yang diperas, maka misalnya menjadi hak fakir miskin. Akad seperti itu pun bisa dibenarkan.
 
terimakasih den masykur dan jakatarub atas penjelasannya, semoga 'Allah SWT senantiasa merahmati. Maaf klo saya yang masih belajar ini merepotkan, karena menurut saya wakaf adalah salah satu potensi besar umat Muslim.

Nanya lagi ah :D

8. Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, semisal terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya.
9. Bolehkah tanah wakaf dibarter? Misalnya tanah wakaf tersebut dibarter dengan pemilik tanah yang lokasinya ingin dikembangkan pewakaf.
10. Bagaimana hukumnya tentang seseorang yang mewakafkan hartanya kepada orang lain, sementara sanak saudaranya masih banyak yang hidup kekurangan?
11. Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan ataukah keikhlasan pewakaf thd Allah SWT?
 
Last edited:
8. Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, semisal terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya.

11. Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan ataukah keikhlasan pewakaf thd Allah SWT?

aku jawab yg paling mudah dulu, sisanya biar bang jaka aja :)

Pahala wakaf termasuk dalam amal jariyah, dalam artian selama masih dimanfaatkan, maka pahalanya tetap mengalir, bahkan pahalanya bisa berlipat ganda, sebagaimana firman Allah dalam surat albaqarah ayat 261

2:261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

dalam ayat diatas diakhiri dengan "...lagi Maha Mengetahui" dengan maksud bahwa Allah maha mengetahui mana amal jariyah yang masih produktif atau yang sudah tidak produktif lagi,ikhlas atau tidak ikhlas, seberapa besar/kecil pahalanya hanya Allah yg menentukan, walau manusia tidak bisa melihatnya atau mengetahuinya.

hal ini seperti yg disebutkan dalam ayat selanjutnya (273)

"...Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."

tetapi secara logikanya, semakin banyak manfaat yg dihasilkan dari harta wakaf tersebut, maka semakin banyak pahala yg mengalir bagi pewakaf dan pengelola wakaf tersebut.

syarat dari diterima ibadah ada 2, yaitu ikhlas dan mengikuti sunnah rasul, wakaf juga mengikuti syarat tersebut, jika salah satu dan 2 syarat tersebut tidak terpenuhi maka pahalanya tertolak.
 
8. Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, semisal terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya.
Dalam hal wakaf saya lebih memilih nilai manfaat daripada nilai ekonomi den!
sebagaimana yg udah disampikan den Masykur bahwa "Pahala wakaf termasuk dalam amal jariyah" maka jika harta wakaf tidak lagi memberikan/ bisa diambil manfaatnya aliran pahalanya juga akan putus.

Dan untuk alasan inilah di tempat saya. jika akan merenovasi suatu masjid misal mengganti ubinnya. ubin lama tidak boleh dibongkar. namun ubin yg baru langsung dibangun/diletakkan ditasanya!

9. Bolehkah tanah wakaf dibarter? Misalnya tanah wakaf tersebut dibarter dengan pemilik tanah yang lokasinya ingin dikembangkan pewakaf.
Untuk mengambil hukum suatu perkara kita mesti tahu betul detail perkara itu. karena hukum suatu perkara itu juga tergantung dari illat (alasan/sebab dibaliknya).

Terkait itu untuk sola ini saya akan menjawab berdasarkan hukum Menukar tanah wakaf masjid :
  1. Menurut madzhab Syafi'i tidak boleh!
  2. Menurut madzhab Hanfai boleh, dengan syarat:
    • Tanah wakaf tersebut ditukar dengan yang lebih baik manfaat dan kegunaannya.
    • Manfaat dan kegunaan yang lebih baik seperti tersebut di atas harus berdasarkan putusan seluruh pengurus takmir masjid dan para ulama setempat.
  3. Menurut madzhab Hambali, jika penukaran tersebut untuk menghindari kemadhorotan. misal merubah fungsi masjid ditepi jalan raya untuk dipindah agak kedalam dan menjadikan lokasi awal sbg halaman atau tempat parkir karena keberadaan masjid di tepi jalan itu mutlak memerlukan halamman dan tempat parkir untuk menjaga keselamatan para pengunjung masjid dari kecelakaan lalu lintas dan kemungkinan ada pelebaran jalan, maka hukumnya boleh.
10. Bagaimana hukumnya tentang seseorang yang mewakafkan hartanya kepada orang lain, sementara sanak saudaranya masih banyak yang hidup kekurangan?
Wakaf bertujuan untuk mengambil manfaat dari harta yg diwakafkan agar memberikan nilai manfaat yg lebih luas. tidak hanya manfaat untuk sanak saudara namun juga semua saudara sesama muslim. Dan bahkan juga untuk sesama manusia.

Namun demikian juga mesti dilihat seberapa urgenkah kebutuhan sanak saudara yg aden maksud. karena sethua saya dalam ilmu ushul fiqh ada sebuah qoidah yg menyebutkan bahwa menghindari kemadhorotan itu lebih didahulukan ketimbang mencari kemaslahatan!
11. Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan ataukah keikhlasan pewakaf thd Allah SWT?
Selain dari apa yg sudah ditulis den masykur diatas ketiga hal yg aden sampiakan juga akan menjadi ukuran. dan yg terpenting adalah Niat suatu amalan.
"Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan bahwasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehnya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Muttafaq 'alaih)

WaAllahu a'lamu Bis Showab...
*Mohon koreksinya juga dari rekan2 sesama muslim


Rujukan:
  1. Kitab I'aanatut Thaalibiin juz III halaman 181:
    وَلاَ يَنْقُضُ الْمَسْجِدُ اَيِ الْمُنْهَدِمُ الْمُتَقَدِّمُ ذِكْرُهُ فِى قَوْلِهِ " فَلَوِ انْهَدَمَ مَسْجِدٌ " ، وَمِثْلُ الْمُنْهَدِمِ اَلْمُتَطِّلُ . ( وَالْحَاصِلُ ) اَنَّ هذَا الْمَسْجِدَ الَّذِى انْهَدَمَ اَىْ اَوْ تَعَطَّلَ بِتَعْطِيْلِ اَهْلِ الْبَلَدِ لَهُ كَمَا مَرَّ لاَ يُنْقَضُ اَىْ لاَ يُبْطَلُ بِنَاؤُهُ بِحَيْثُ يُتَمَّمُ هَدْمُهُ فِىْ صُوْرَةِ الْمَسْجِدِ الْمُنْهَدِمِ اَوْ يُهْدَمُ مِنْ اَصْلِهِ فِى صُوْرَةِ الْمُتَعَطَّلِ ؛ بَلْ يَبْقَى عَلَى حَالِهِ مِنَ الاِنْهِدَامِ اَوْ التَّعْطِيْلِ . وَذلِكَ لإِمْكَانِ الصَّلاَةِ فِيْهِ وَهُوَ بِهذِهِ الْحَالَةِ وَلإِمْكَانِ عَوْدِهِ كَمَا كَانَ​
    .
    "Dan tidak boleh masjid dirusak. Artinya, masjid yang roboh yang telah disebutkan sebelumnya dalam ucapan mushannif "Maka andaikata ada sebuah masjid yang roboh". Masjid yang menganggur adalah seperti masjid yang roboh. Walhasil, sesungguhnya masjid yang telah roboh ini, artinya, atau telah menganggur sebab dianggurkan oleh penduduk desa tempat masjid tersebut berada sebagaimana keterangan yang telah lalu, maka masjid tersebut tidak boleh dirusak, artinya bangunannya tidak boleh dibatalkan dengan jalan disempurnakan penghancurannya dalam bentuk masjid yang roboh, atau dihancurkan mulai dari asalnya dalam bentuk masjid yang dianggurkan. Akan tetapi hukum masjid tersebut tetap dalam keadaannya sejak roboh atau menganggur. Yang demikian itu ialah karena masih mungkin melakukan shalat di masjid tersebut dalam keadaannya yang roboh ini dan masih mungkin mengembalikan bangunannya seperti sediakala".
  2. Kitab As Syarqawi juz II halaman 178:
    وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَاِنْ خَرَبَ ، خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ . وَصُوْرَتُهُ عِنْدَهُ اَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ قَدْ آلَ اِلَى السُّقُوْطِ فَيُبْدَلُ بِمَحَلٍّ آخَرَ اَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى صِحَّتَهُ​
    .
    "Tidak boleh menukarkan barang wakaf menurut madzhab kami (Syafi'i), walaupun sudah rusak. Berbeda dengan madzhab Hanafi yang membolehkannya. Contoh kebolehan menurut pendapat mereka adalah apabila tempat yang diwakafkan itu benar-benar hampir longsor, kemudian ditukarkan dengan tempat lain yang lebih baik dari padanya, sesudah ditetapkan oleh Hakim yang melihat kebenarannya".
  3. Kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 512:
    اَرَادَ اَهْلُ الْمَحَلَّةِ نَقْضَ الْمَسْجِدِ وَبِنَاءَهُ اَحْكَمَ مِنَ الاَوَّلِ ، إِنِ الْبَانِى مِنْ اَهْلَ الْمَحَلَّةِ لَهُمْ ذلِكَ ، وإِلاَّ فَلاَ​
    .
    "Penduduk suatu daerah ingin membongkar masjid dan membangunnya kembali dengan bangunan yang lebih kokoh dari yang pertama. Jika yang membangun kembali masjid tersebut adalah penduduk daerah tersebut, maka hukumnya boleh, dan jika tidak maka hukumnya tidak boleh".
  4. Kitab Syarhul Kabir juz III halaman 420:
    فَاِنْ تَعَطَّلَتْ مَنَافِعُهُ بِالْكُلِّيَّةِ كَدَارٍ اِنْهَدَمَتْ اَوْ اَرْضٍ خَرَبَتْ وَعَادَتْ مَوَاتًا لَمْ يُمْكِنْ عِمَارَتُهَا اَوْ مَسْجِدٍ اِنْتَقَلَ اَهْلُ الْقَرْيَةِ عَنْهُ وَصَارَ فِى مَوْضِعٍ لاَ يُصَلَّى فِيْهِ اَوْ ضَاقَ بِاَهْلِهِ وَلَمْ يُمْكِنْ تَوْسِيْعُهُ فِى مَوْضِعِهِ ، فَاِنْ اَمْكَنَ بَيْعُ بَعْضِهِ لِيُعَمَّرَ بَقِيَّتُهُ جَازَ بَيْعُ الْبَعْضِ وَاِنْ لَمْ يُمْكِنِ الإِنْتِفَاعُ بِشَيْءٍ مِنْهُ بِيْعَ جَمِيْعُهُ​
    .
    "Jika manfaat dari wakat tersebut secara keseluruhan sudah tidak ada, seperti rumah yang telah roboh atau tanah yang telah rusak dan kembali menjadi tanah yang mati yang tidak mungkin memakmurkannya lagi, atau masjid yang penduduk desa dari masjid tersebut telah pindah; dan masjid tersebut menjadi masjid di tempat yang tidak dipergunakan untuk melakukan shalat, atau masjid tersebut sempit dan tidak dapat menapung para jama'ah dan tidak mungkin memperluasnya di tempat tersebut, ... jika mungkin menjual sebahagiannya untuk memakmurkan sisanya, maka boleh menjual sebahagian. Dan jika tidak mungkin memanfaatkannya sedikitpun, maka boleh menjual seluruhnya".
 


12. Dalam pelaksanaannya, bolehkah pewakaf secara sepihak menarik harta wakafnya dari seorang nadzir? kemudian mewakafkannya kepada nadzir lain?
13. Bagaimanakah kriteria nadzir yang baik?
 
Back
Top