Mitologi Batak

Dipi76

New member
Mitologi Batak adalah kepercayaan tradisional akan dewa-dewi yang dianut oleh orang Batak. Agama Batak tradisional sudah hampir menghilang pada saat ini, begitu juga dengan mitologi Batak. Kepercayaan Batak tradisional terbentuk sebelum datangnya agama Islam dan Kristen oleh dua unsur yaitu megalitik kuno dan unsur Hindu yang membentuk kebudayaan Batak. Pengaruh dari India dapat terlihat dari elemen-elemen kepercayaan seperti asal-usul dunia, mitos penciptaan, keberadaan jiwa serta bahwa jiwa tetap ada meskipun orang telah meninggal dan sebagainya.

Dalam mitologi Batak dunia dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu dunia atas, yang disebut Banua Ginjang, dunia tengah, yang disebut Banua Tonga dan dunia bawah tanah yang disebut Banua Toru. Dunia tengah, tempat manusia hidup, juga merupakan perantara antara dunia atas dan dunia bawah tanah. Dunia atas adalah tempat tinggal para dewata sedangkan dunia bawah tanah adalah tempat tinggal setan serta roh-roh bumi dan kesuburan. Warna yang sering digunakan orang Batak baik bagi peralatan rumah tangga, Hauduk, kain Ulos dan ukiran kayu adalah putih, merah dan hitam merupakan simbol dari tiga dunia ini.

Pencipta dunia dalam mitologi Batak adalah Mulajadi na Bolon (atau Debata Mulajad Nabolon). Dia dibantu dengan sederetan dewa-dewi lainnya, yang dapat dibagi menjadi tujuh tingkat dalam dunia atas. Anak-anaknya merupakan tiga dewata bernama Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ketiganya dikenal sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (tiga dewa dalam satu) atau Debata na Tolu (tiga dewata). Dalam urut-urutan dewata mereke berada di bawah Mulajadi na Bolon. Diceritakan pula bahwa Mulajadi na Bolon telah mengirim putrinya Tapionda ke bumi ke kaki gunung Pusuk Buhit. Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang pertama di Batak.

Dewa lain yang penting adalah Debata Idup (dewa kehidupan) dan Pane na Bolon yang memimpin dunia tengah. Banyak dewa-dewi lain yang juga masih sekerabat dengan dewa-dewi Hindu di India. Antara lain Boraspati ni Nato dan Boru Saniang Naga. Selain itu juga ada roh-roh yang mendiami danau, sungai dan gunung. Dalam kepercayaan animisme Batak tradisional, semua dewa-dewi ini masih dipercayai disamping roh-roh dan jiwa leluhur (Begu).

Mulajadi na Bolon

Mulajadi na Bolon adalah dewa tertinggi dalam mitologi Batak. Ia menciptakan tiga tingkat dunia yaitu Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru. Ini dilakukan dengan istrinya Manuk Patiaraja yang kemudian melahirkan tiga buah telur. Dari tiga telur itu kemudian menetas Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ketiga dewa ini yang kemudian menciptakan tiga tingkat dunia.

Manuk Patiaraja

Dalam mitologi Batak, Manuk Patiaraja adalah istri dari Mulajadi na Bolon. Ia dilambangkan sebagai seekor ayam betina berwarna biru yang diceritakan bertelur tiga butir. Dari tiga telur itu kemudian muncul Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan.

Banua Ginjang

Banua Ginjang atau dunia atas adalah tempat tinggal para dewa. Tempat mitologis ini berada di langit dan dapat dibagi menjadi tujuh tingkat langit. Di sini tinggal Debata Mulajadi na Bolon, serta ketiga putranya, yaitu Batara Guru, Soripada (disebut juga Sori atau Sore), dan Mangalabulan (atau Balabulan). Selain itu juga tinggal Debata si Asiasi. Ia adalah dewa pengasihan. Dalam mitologi Jawa dan Hindu, dia disebut juga Batara Guru.

Banua Tonga

Dalam mitologi Batak, Banua Tonga adalah dunia tempat tinggal manusia. Banua Tonga terletak di antara Banua Ginjang (dunia atas) dan Banua Toru (dunia bawah). Diceritakan dalam mitologi Batak bahwa Banua Tonga diciptakan oleh para dewata dari Banua Ginjang dalam pertempuran melawan Naga Padoha. Jika mereka bertempur di Banua Toru, maka Naga Padoha mungkin dapat mengalahkan para dewata. Oleh karena itulah diciptakan Banua Tonga. Pada akhirnya para dewata dapat mengalahkan Naga Padoha. Naga Padoha akhirnya diikat di Banua Toru. Sedangkan Banua Tonga mulai sedikit demi sedikit dihuni oleh manusia.

Debata Idup

Debata Idup adalah dewa kehidupan, ia memainkan peranan penting di kepercayaan Batak. Ia juga merupakan wakil dari Mulajadi na Bolon. Ia sendiri masih termasuk Si Laon na Bolon, sekelompok tetua mitologis. Debata Idup sering digambarkan sebagai ukiran kayu. Gambaran ini bisa maskulin atau feminin, setiap gambar memiliki fungsinya tersendiri, tergantung dari fungsinya untuk melindungi sebuah marga, desa atau keluarga. Setiap fungsi perlindungan itu juga memiliki namanya tersendiri seperti Pagar permene, Pagar parorot, dan Pagar panutupi. Gambaran kayu itu dapat digunakan sebagai Pangulu Balang atau pelindung, apabila seorang Datu telah memberikan tenaga kedalamnya disimbolkan dengan pemberian pupuk sebagai tanda kesuburan atau dengan upacara ritual lainnya.

Debata Idup bisa juga dipanggil untuk masalah lainnya seperti menyembuhkan sterilitas pada wanita.

Djambu Baros

Djambu Baros adalah pohon kehidupan di mitologi Batak, Sumatra Utara. Pohon ini hanya tumbuh di surga. Jiwa seseorang yang disebut Tondi dapat memetik daun dari pohon ini sebelum jiwa tersebut dilahirkan sebagai manusia di dunia. Pada setiap daun itu tertulis hal-hal seperti keberuntungan, kekayaan, kesehatan dan lain-lain. Tergantung dari daun yang dipetik maka manusia yang dilahirkan akan memiliki berkah seperti yang tertulis pada daun itu.

Ilik

Ilik atau Boraspati ni Tano adalah dewa dalam mitologi Batak yang digambarkan sebagai seekor kadal. Gambaran Ilik sering ditemukan di masyarakat Karo di pintu-pintu rumah atau di masyarakat Toba sebagai gambar ukiran pintu kayu dan gambar hiasan sampul Pustaha (Buku tentang dewa-dewa). Boraspati ni Tano menggambarkan kesuburan, kemakmuran dan dunia bawah tanah.

Pustaha.jpg

Nama Boraspati ni Tano berasal dari bahasa Sansekerta Brihaspati yang menunjukkan sifatnya yang magis dan dewata. Nama ini digunakan oleh orang India sebagai salah satu nama untuk planet Yupiter. Ia merupakan salah satu dari tiga dewata bersama dengan Boru Saniang Naga (dewa air). Tiga dewata ini menjadi pusat agama animisme tradisional Batak yang disebut Sipelebegu, sebelum kedatangan agama Islam dan Kristen.

Ia biasa digambarkan dengan kepala terangkat dari dunia bawah tanah untuk menggabung dengan dunia tengah.

Mangala Bulan

Mangala Bulan adalah anak ketiga dari Mulajadi na Bolon dan Manuk Patiaraja dalam mitologi Batak. Ia menciptakan dunia bawah atau Banua Toru. Ia juga digambarkan sebagai dewa yang baik sekaligus jahat. Ambiguasi peranannya dalam mitologi Batak menyebabkan ia juga sering dikenal dengan nama lain seperti Paduka ni Aji, Pane na Bolon, Naga Padoha dan Debata Asi-asi. Ambiguasi lainnya muncul karena selain menguasai dunia bawah tanah, ia juga menguasai bulan.

Pane na Bolon

Pane na Bolon adalah dewa dalam mitologi Batak yang dipercayai menguasai dunia tengah atau Banua Tonga. Ia memiliki bentuk seekor ular naga. Karena kekuasaannya adalah dunia tempat manusia tinggal, ia juga memiliki simbol delapan arah mata angin, yang dalam bahasa Karo-Batak disebut desa na ualudesa sialuh. Dewa ini memiliki sifat yang menghancurkan. Ia dapat menghancurkan tanaman dan binatang serta mencengkeram jiwa manusia. Seorang Datu (dukun) sering ditanya dimana arah kepala ular naga itu di arah mata angin, untuk mengarahkan sebuah usaha yang direncanakan.

Karena itu di bulan-bulan Oktober, November dan Desember (Si Paha pitu, -ualu, -sia) kepala naga itu menghadap Pastina atau arah barat. Seorang Datu akan menganjurkan seorang pejuang untuk membelakangi Purba, Angoni atau Irisana (Timur, Timur tenggara atau Timur laut) agar Pane na Bolon tidak dapat mengambil jiwanya serta terhindar dari bahaya dilukai atau dibunuh oleh musuh.

Soripada

Soripada adalah anak kedua dari Mulajadi na Bolon dan Manuk Patiaraja dalam mitologi Batak. Ia dapat disamakan dengan dewa Wisnu di mitologi Hindu. Soripada juga sering disebut Sripathi atau Sori. Sebagai dewa ia turut serta dalam menciptakan Banua Ginjang.


Sumber:
Nababan.wordpress.com
[notranslate]Wikipedia[/notranslate].com



-dipi-
 
Back
Top