Nazaruddin Permalukan Bangsa Indonesia

wohoo

New member
SAMPAI kapan sandiwara politik dari kasus Nazaruddin ini terus ditonton masyarakat? Belum ada kejelasan akhir cerita sama halnya dengan misteri keberadaan bendahara umum Partai Demokrat yang dipecat itu.

Publik semakin muak dengan sikap elit partai dan pemerintah, karena kedodoran menangani satu orang Nazaruddin yang dari persembunyiaan terus nyanyi soal aib Demokrat dan bangsa ini. Tak pelak, Nazaruddin tak hanya mempermalukan partainya yang saat ini berkuasa, melainkan bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Sebab, semua instrumen negara tak mampu membungkam permainan Nazaruddin.

Kenapa, apa, dan bagaimana kasus Nazaruddin ini telah mengoyak fondasi politik dan penegakan hukum di Indonesia, okezone berbincang dengan pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro, Kamis (7/7/2011). Berikut petikan singkat wawancaranya.

Apa yang ada cermati dari kasus Nazaruddin?
Dalam kasus Nazaruddin ini terlihat Demokrat tidak dewasa, tidak matang yang menunjukan ketidakmampuan elit partai dalam menyelesaikan konflik internal. Kalau ada kesan kedodoran di mata publik, itu tak salah. Sebab, Demokrat tidak mampu mengatasi ulah seorang Nazaruddin.

Kok bisa begitu?
Ibarat permainan sepak bola, Nazaruddin-lah yang kini memainkan bola panas itu dan siap menendang ke arah mana saja. Bola itu dimainkan dengan piawai oleh Nazaruddin. Dia menguasai bola sehingga semuanya bingung. Nazaruddin memainkan ritme, sedangkan lainnya hanya menunggu bola menggelinding ke mana. Ini blunder yang tak terantisipasi sebelumnya oleh elit Demokrat.

Konsekuensi akibat Demokrat tak mampu atasi konflik internal dari kasus Nazaruddin?
Ini luar biasa. Permaluan yang luar biasa tak hanya kepada Demokrat, tapi juga negara dan bangsa Indonesia. Ini pelecehan kepada negara dan bangsa, betapa tak tegaknya hukum. Indonesia ini negara terbesar di Asia Tenggara, tapi kenapa tak mampu mencari Nazaruddin. Kalau begini sama saja dengan koruptor Edi Tansil yang hingga kini tak bisa dihadirkan ke tanah air.

Apa yang terjadi dengan partai sebesar demokrat tapi akhirnya tersandera kasus Nazaruddin?
Demokrat ini partai baru yang punya obsesi maha besar untuk menjadi partai terbesar. Namun dalam proses rekrutmen dan kaderisasi tidak selektif. Yah, jadilah begini.

Kalau begitu, ini semacam pembelajaran berharga bagi paprpol dalam membenahi sistem di internalnya?
Ya, pembelajaran beharga pada Demokrat dan partai politik lainnya. Harus hati-hati dalam rekrutmen kader. Kaderisasi ini yang harus diprioritaskan. Siapapun, mau dari akademisi, pengusaha atau lainnya, harus ada rekam jejak jelas yang dipelajari. Ini parpol jangan hanya dimaknai sebagai alat menerjemahkan kekuasaan, tapi parpol adalah pilar demokrasi. Jika pilarnya sudah dimasuki orang kotor adalah bahaya sekali, demokrasi akan hancur.

Ada anggapan parpol kian pragmatis dan terperangkap jebakan politik transaksional akibat penerapan sistem politik saat ini?
Sebenarnya, kita punya budaya lokal yang semestinya menjadi landasan dalam berpolitik nasional. Namun budaya politik lokal ini dinamis, tidak langgeng dan terjadi akulturasi. Nah, refleksi budaya politik ini kan ada di aktor dan elit politik yang menjadi mind set. Jadi aktor dan elit politik ini punya peran besar. Namun budaya politik lokal tersebut yang tidak didorong oleh mereka. Justru mereka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Bukannya, menghormati konstitusi, menyemai dan membangun komunitas politik, ini yang tak dilakukan. Saat pilkada misalnya, mesin politik tak jalan, tapi sangat pragmatis. Rekrut kader populis, punya modal besar. Rekrutmen menjadi karbitan dan instan dengan tidak memikirkan risiko masuknya orang yang tidak melalui proses kaderisasi matang. Tahu-tahu langsung berada di puncak.

Dampak terhadap masyarakat?
Sandiwara politik dari para elit ini membuat masyarakat bingung. Menciptakan ketidakpastian, menimbulkan distrust yang akan meningkat dengan intensnya perilaku buruk elit politik yang terekam media massa. Masyarakat bukan mendapat capaian kinerja baik, tapi kasus-demi kasus, korupsi-lah yang muncul. Ini semakin memperburuk citra para politisi yang ada di parpol, parlemen, dan pemerintahan.

Bagaimana peran media massa dalam kasus Nazaruddin?
Saya berharap media harus lebih selektif lagi filternya. Kalau ada isu yang di-blow up, harusnya yang sungguh-sungguh bukan rekayasa. Misalnya, soal nyayian Nazaruddin itu emang enak buat pemberitaan media, tapi tak baik untuk bangsa dan negara, karena semuanya berisi aib. Semakin banyak yang dikutip dari nyayian Nazaruddin ini, maka negara ini semakin tak dipercaya dunia internasional. Inilah kejelekan parpol dan juga negara. Inilah Indonesia yang buruk muka, busuk di dalam. Kalau Nazaruddin gentle, pulanglah dan bicara di pengadilan jangan koar-koar di SMS dan BBM. Sebab itu, kita jangan terperangkap permainan Nazaruddin.
 
Last edited by a moderator:
Nazarudin mungkin hanya anak wayang
Yang pinter kan dalangnya dan kru nya
Anak wayang begitu di masukkan kotak
Selesai ceriteranya

Jngan meremehkan budaya kuno kia
Pewayangan
 
Back
Top