Derita Pengungsi Somalia: Sahur Tak Ada Makanan, Buka Puasa Harus Rebutan

Dipi76

New member
Derita Pengungsi Somalia: Sahur Tak Ada Makanan, Buka Puasa Harus Rebutan
Selasa, 02 Agustus 2011 10:37 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU - Menandai hari pertama puasa, kebanyakan Muslim di seluruh dunia menyajikan hidangan yang lebih dari biasanya. namun, tak demikian dengan Muslim Somalia. Ramadhan tahun ini, mereka masuk dalam fase kelaparan terburuk dalam satu generasi ini.

Puluhan ribu warga Somalia, sebagian besar Muslim, saat pergi mengungsi sudah dalam kondisi kelaparan. Mereka menuju kamp pengungsi terbesar di dunia saat ini, yang ada di Kenya, negara tetangga.

"Hari ini adalah hari terburuk yang pernah saya hadapi. Semua keluarga saya lapar dan saya tak punya apa-apa untuk memberi makan mereka," kata Mohamed Mohamud Abdulle, seorang pengungsi. Mereka menempuh jarak ratusan kilometer untuk menjangkau kamp pengungsi.

Pengungsi mengatakan mereka telah tak sengaja berpuasa selama beberapa minggu atau bulan, tapi tanpa berbuka. "Saya tak punya sedikitpun makanan untuk ahur dan berbuka puasa," kata Nur Ahmed, seorang ayah dari enamanak di sebuah kamp bagi orang-orang Mogadishu yang disebut Badbado. Istri Ahmed meninggal tahun lalu saat melahirkan.

PBB mengatakan lebih dari 11 juta orang di Tanduk Afrika membutuhkan bantuan pangan. Sebanyak 2,2 juta memerlukan bantuan di wilayah selatan-tengah Somalia yang dikendalikan oleh kelompok militan Al-Shabab, yang tidak membiarkan banyak lembaga bantuan beroperasi di wilayahnya, termasuk Program Pangan Dunia PBB.

Sedikit kabar baik, Komite Palang Merah Internasional Senin mengatakan mereka akan mendistribusikan makanan untuk 162 ribu orang di selatan Somalia tengah yang menderita kekeringan dan kekerasan bersenjata. "Tapi distribusi ini membantu hanya sebagian kecil dari mereka yang membutuhkan," kata Andrea Heath, dari Palang Merah Internasional. Saatnya umat Muslim di seluruh dunia diketuk hatinya untuk membantu.



Republika



-dipi-
 
sangat miris sekali

untuk mencari setetes air pun sulit

apalagi mencari makanan atau nasi
 
Last edited:
Beruntung banget kan kita yang berpuasa di sini? walaupun siang hari lapar dan haus tapi sudah bisa tahu bakal buka pake apa magrib nanti, dengan jumlah makanan yang terkadang melimpah...begitu sudah berbuka dan dalam keadaan kenyang, terkadang kita udah mempersiapkan apa yang akan kita makan untuk sahur esok hari...kalo nggak bersyukur, itu bener2 keterlaluan namanya...:D


-dipi-
 
Beruntung banget kan kita yang berpuasa di sini? walaupun siang hari lapar dan haus tapi sudah bisa tahu bakal buka pake apa magrib nanti, dengan jumlah makanan yang terkadang melimpah...begitu sudah berbuka dan dalam keadaan kenyang, terkadang kita udah mempersiapkan apa yang akan kita makan untuk sahur esok hari...kalo nggak bersyukur, itu bener2 keterlaluan namanya...:D


-dipi-

iya ya mbak dipi
 
semoga derita mereka cepat teratasi, amin...


betul mba dipi, alhamdulilah semoga selalu bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, amin...
 
kasihan saudara2 kita ini ya, mereka cuma korban, karena lahir di negara dan keluarga yang salah

banyak kita yang dari negara lain ingin membantu, paling mudah dari menyumbang uang/makanan/pakaian/dll, tapi jauhnya jarak jadi mempengaruhi juga
 
Bukan hanya soal jarak. Tapi lebih karena Al-Shabab itu yang kutu kupret.
Bantuan yang dateng bejibun, bahkan sebelum terjadi bencana kelaparan, tapi dalam penyaluran selalu dimusnahkan oleh Al-Shabab, rombongan pembawa bantuanpun selalu diganggu dan diberondong peluru.
 
Bukan hanya soal jarak. Tapi lebih karena Al-Shabab itu yang kutu kupret.
Bantuan yang dateng bejibun, bahkan sebelum terjadi bencana kelaparan, tapi dalam penyaluran selalu dimusnahkan oleh Al-Shabab, rombongan pembawa bantuanpun selalu diganggu dan diberondong peluru.
kenapa begitu? kenapa bukannya ingin mensejahterakan masyarakat sendiri? apa para pemberontak somalia yang melawan Al-Shabab ini?
 
kenapa begitu? kenapa bukannya ingin mensejahterakan masyarakat sendiri? apa para pemberontak somalia yang melawan Al-Shabab ini?
Al-Shabab kalau dengan nalar politik justru yang bertindak sebagai pemberontak, kelompok ini menguasai separuh bagian Somalia, khususnya Somalia bagian selatan yang saat ini terkena dampak kelaparan, juga menguasai sebagian Mogadishu. Itu belum ketambahan dengan pembagian-pembagian daerah yang dibagi secara liar yang dipimpin oleh para warlord. Pemerintahan somalia saat inipun dipimpin oleh warlord dari golongan Puntland, yang dipimpin oleh Abdullahi Yusuf, tapi lagi-lagi itu nggak punya legimitasi baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi Somalia itu terbagi-bagi antara para warlord, klan suku-suku, klan non suku (Front Somali bersatu), dan beberapa organisasi semacam Al Shabab yang satu sama lain saling berperang.

Al Shabab sendiri sudah secara resmi menyatakan bahwa kelompoknya merupakan afiliasi dari Al Qaeda. Dengan pandangan politiknya, bisa diduga bahwa Al Shabab akan selalu menolak pernyataan bahwa Somalia selatan sedang mengalami bencana kelaparan, karena kalau ada pernyataan soal ini maka dunia internasional akan terfokus ke sana sehingga sedikit banyak akan mengganggu garis perjuangannya. Dan karena kengototannya bahwa tidak ada bencana itulah kelompok ini selalu menghalau rombongan yang akan masuk ke Somalia selatan, yang sering dengan menggunakan kekuatan senjata.
 
Faktor geografis juga bikin tambah parah tuh...karena sebagian besar wilayahnya yang gurun tandus...juga hanya tempat2 tertentu dari pantai yang bisa dibuat merapat, itupun pasti sudah dikuasai kalangan yang bertikai.. Somalia ini punya garis pantai yang sangat panjang, tapi sebagian besar pantainya punya great barrier berupa karang2 terjal yang nggak bisa disandari oleh kapal kecil sekalipun...



-dipi-
 
Dari berita di CNN, bantuan internasional masih kesulitan menembus barikade Al Shabab, lebih dari dua juta jiwa terancam mati kelaparan.
Bayangkan, korban Tsunami Aceh yang 150 ribu itu aja udah begitu mengerikan keadaannya, gimana dengan 2 juta jiwa yang mati, karena kelaparan pula.
 
Back
Top