[ANTOPOLGY] Bercinta di ujung pandang

rahmadnhtgl

New member
Bercinta di ujung pandang


Semenjak rasa dahulu yang semakin kian sekarang bertambah, yang kemudian
didahului rasa-rasa was-was dengan getaran hati yg menanyakan siapakah
diri, apakah siap diri? Dan ulasan ini dijawab dengan tantangan nurani
yg bertolak membatinkan meresahkan harapan yang kian hari semakin jauh.
Gelisah bahkan resah datang menyambar setiap hari, digentayangi rasa takut
yang menjenuhkan tiap ceramahan diri. Tak kuasa untuk membuka mata
apa benar hidup mulai dijerat kemunculan percayanya atau tidak, untuk
pengorbanan dari tantangan nurani karena semua tidak tampak jelas dimata.

Tidak kuat menahan rasa lelah bahkan terhuyung rasa lapar rindu, "katanya?".
Tapi telah dikatakan kalau semua hal berasal dari sedalamnya keinginan usaha.
Tak disakiti, tak ingin dicumbui tapi hasrat membabi buta menyerang setiap
ada muncul suara yang menjelma sosok kepiawaian dari laparnya nafsu. Sakit
muncul diambang penantian, bahkan selama hidup berjarak radius tak terhingga,
tangan hanya bisa melambai sembari mencium bayangan yang muncul disesekali
waktu, dilamunkan dan bertanya, "mengapa aku tak menghabiskan sisa waktu itu?"

Ternyata diam bukan menjadi penantian yg menyudahkan percakapan, ini adalah
tangisan bersama, bila tak bisa mencoba merelakan keperjakaan bahkan sesungguhnya
perawan yang diberartikan. Bukan tak mampu untuk memahami apa gerangan ada
kalimat peristiwa yang cocok untuk kisah meninggalkan duniawi dengan amal
yang berpuaskan imani. Tapi lihat, genggaman tangan yang utuh dirantai maut
sudah dilepas dengan sebilah jilatan takdir penemu. sesudahnya, rasa ini tak banyak,
hanya sebanyak ruang manusia mencari dimana cinta bertumpu, selalu dicari,
dinanti, sampai semuanya ada yang patah hati, sampai dibutuhkan tenaga untuk
melepaskan rasa hampa yang digelapi birahi diruang sela waktu sekarang.


Dihitung waktu, dilepas jeruji iman, dilakukan langkah melampiaskan tirani
yang dicari tanpa pasangan sesiapa. Harus dirindukan, harus diingatkan kalau sosok
dicari ada dalam pikiran, diteruskan hingga keterakhir, dilihatnya "tubuh yang
pesona tanpa jubah dan pakaian, hanya titik bugil yang merajut kepuasan diri
untuk mencapai nikmatnya kecupan ilusi". Dibalas dari ujung pandangan dilakukan
tanpa ada pengertian untuk apa berbuatnya setiada aku, dikatakan ratapan dari
ujung mata yang tak bisa dicapai.

Sampai disini akhirnya perjamuan itu, yang
tak diduga hanya tangis sesal yang muncul sesudahnya, dan tak mengerti entah mengapa
jelmaan itu menyesalkannya, bila Aku bertanya "Tiada hasrat dan rasa rindu yang
dihantui kelam decabik siluman nafsu, kulawan dengan pedang emosiku, kujinakkan
dengan pengalaman perburuanku dipadang seribu semalam". Aku tulis lagi dan aku
tanya lagi "Nafsu dan birahi bukan untuk sekali, tapi untul ajal mati, lakukan
tapi dengan membawa rasa percaya imani, jangan tinggalkan cuma tubuh yang dibasuh
dengan nafsu berhawa bejat dan penuh penyesatan".

Megahnya malam, menikmati kasih dan damai, hanya dengan sabda penerangan jalan
imani, jangan biarkan semuanya pergi, jangan tingalkan, biarkan itu tumbuh
sampai diri menempuh perjalanan untuk ada didekatnya. Berjanjilah, jangan pergi
sebab rasa masih ada untuk bercinta diujung pandang.


[By : Rahmad N Hutagalung]
[26 Desember 2009, 11:25:23]
 
pernah mendengar jenis cerita ini, tapi dengan penyampaian berbeda...yang nulis shisio. tulisannya agak susah juga, tapi lumayan
 
agak berat sih buat dimengerti :D tapi lumayan bikin penasaran, coba aku baca sekali lagi deh biar tau inti "ceritanya"
 
Ini menceritakan kisah seseorang yg menyesali apa yg telah diperbuatnya masa lalu. Dia ga bisa menebus kesalahan yg disesali itu, dan dia ga bisa mengembalikan keadaan seperti semula karena perbuatannya. Sungguh tragis, karena "Penyesalan selalu ada di belakang."
 
Back
Top