pratama_adi2001
New member
”Jakarta tak layak lagi jadi Ibukota”
”Jakarta tak layak lagi jadi Ibukota”
Cirebon (Espos)
Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi pusat pemerintahan dan Ibukota karena daya dukung lingkungannya sudah tak memadai, seperti penurunan permukaan tanah, polusi udara, serta tidak adanya daerah resapan air.
Demikian rangkuman pendapat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dihubungi wartawan, Senin (5/2). Penilaian bahwa Jakarta sudah tidak bisa lagi dipertahankan sebagai Ibukota juga dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
Ketua Pansus RUU DKI Biem Triyani Benyamin yang dihubungi melalui telepon genggamnya mengatakan, Jakarta selama ini mengemban banyak fungsi seperti pusat pemerintahan, Ibukota negera, dan pusat perdagangan, sehingga sudah saatnya dikaji pemindahan salah satu fungsi yaitu pusat pemerintahan ke lokasi lain untuk mengurangi beban Jakarta.
”Kami sudah memasukkan kerangka pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta dalam draf RUU Daerah Khusus Ibukota versi DPD yang sedang dibahas. Beberapa negara telah melakukan itu,” kata anggota DPD dari Jakarta itu.
Biem mengungkapkan, pusat pemerintahan merupakan tempat berkumpulnya semua kantor departemen dan instansi pusat, sementara Jakarta masih mengemban tugas sebagai ibukota negara terkait dengan sejarah sehingga keberadaan Istana Presiden masih tetap dipertahankan.
Beberapa hal yang melatarbelakangi usulan itu adalah daya dukung lingkungan di Jakarta sudah tidak memadai yang bisa mengakibatkan munculnya banjir seperti yang terjadi sekarang sehingga sangat menganggu jalannya administrasi pemerintahan.
Hal senada juga dilontarkan dua anggota DPD lainnya, yakni Arief Natadiningrat dari Jawa Barat dan Muspani dari Bengkulu. Arief mengungkapkan, adanya banjir besar yang melumpuhkan Jakarta membuat perlu adanya pemikiran untuk memindahkan ibukota negara sekaligus pusat pemerintahan ke daerah yang lebih memadai untuk jangka panjang, karena selain daya dukung lingkungan sudah tidak memadai ternyata arus urbanisasi juga selama ini mengarah ke Jakarta. ”Biarkan saja Jakarta sebagai pusat perdagangan tetapi ibukota negara bisa dipindah ke tempat lain seperti di Kalimantan atau di Pulau Jawa,” katanya.
Alternatif
Arief mengusulkan, nama daerah Kertajati sebuah di Kabupaten Majalengka yang bisa dijadikan ibukota negara karena tata ruang memungkinkan untuk itu seperti dekat dengan rencana simpang susun tol Dawuan yang merupakan pertemuan tol Cirebon-Bandung dan Semarang-Cikampek, adanya rencana bandara internasional dan rencana Waduk Jatigede.
”Kalau ada jalan tol terealisasi jarak tempuh Kertajati-Jakarta sekitar dua setengah jam perjalanan,” katanya.
Sementara Muspani yang juga Wakil Ketua Panita Ad Hoc I DPD mengatakan, sudah saatnya dipikirkan pemindahan ibukota negara ke daerah lain untuk memberikan kesempatan munculnya daerah pertumbuhan baru sesuai semangat otonomi daerah dan Muspani menilai banyak daerah yang mempunyai potensi untuk menjadi ibukota yang baru. ”Saya kira biaya untuk mengatasi banjir di Jakarta bisa sepadan dengan membangun ibukota baru di daerah lain yang masih tersedia lahan cukup luas dan representatif.”
Sementara itu, Muhaimin menyebut Subang sebagai salah satu alternatif ibukota baru. Mengapa ke Subang? ”Ya bisa di daerah lain, yang lebih aman.”
Pemindahan Ibukota, menurut Muhaimin, dikarenakan banjir lima tahun selalu terjadi. Hal itu menyebabkan kegiatan ekonomi lumpuh total.
Berkait dengan wacana itu pula, Gubernur Jabar Danny Setiawan menyatakan, ”Pada saat konsep megapolitan dibahas, saya pertanyakan posisi DKI Jakarta. Apakah dia mau jadi pusat pemerintahan atau jasa dan perdagangan. Jika opsi kedua dipilih, tidak ada salahnya pusat pemerintahan dipindah ke luar Jawa, Jawa, atau Jabar.”
Hal itu, kata Danny, mengaca kepada negara-negara maju di mana pusat pemerintahan dan pusat jasa serta perdagangan terpisah. Seperti di AS misalnya, di negara ini dikenal dengan Washington DC dan New York. - Ant/dtc
”Jakarta tak layak lagi jadi Ibukota”
Cirebon (Espos)
Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi pusat pemerintahan dan Ibukota karena daya dukung lingkungannya sudah tak memadai, seperti penurunan permukaan tanah, polusi udara, serta tidak adanya daerah resapan air.
Demikian rangkuman pendapat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dihubungi wartawan, Senin (5/2). Penilaian bahwa Jakarta sudah tidak bisa lagi dipertahankan sebagai Ibukota juga dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
Ketua Pansus RUU DKI Biem Triyani Benyamin yang dihubungi melalui telepon genggamnya mengatakan, Jakarta selama ini mengemban banyak fungsi seperti pusat pemerintahan, Ibukota negera, dan pusat perdagangan, sehingga sudah saatnya dikaji pemindahan salah satu fungsi yaitu pusat pemerintahan ke lokasi lain untuk mengurangi beban Jakarta.
”Kami sudah memasukkan kerangka pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta dalam draf RUU Daerah Khusus Ibukota versi DPD yang sedang dibahas. Beberapa negara telah melakukan itu,” kata anggota DPD dari Jakarta itu.
Biem mengungkapkan, pusat pemerintahan merupakan tempat berkumpulnya semua kantor departemen dan instansi pusat, sementara Jakarta masih mengemban tugas sebagai ibukota negara terkait dengan sejarah sehingga keberadaan Istana Presiden masih tetap dipertahankan.
Beberapa hal yang melatarbelakangi usulan itu adalah daya dukung lingkungan di Jakarta sudah tidak memadai yang bisa mengakibatkan munculnya banjir seperti yang terjadi sekarang sehingga sangat menganggu jalannya administrasi pemerintahan.
Hal senada juga dilontarkan dua anggota DPD lainnya, yakni Arief Natadiningrat dari Jawa Barat dan Muspani dari Bengkulu. Arief mengungkapkan, adanya banjir besar yang melumpuhkan Jakarta membuat perlu adanya pemikiran untuk memindahkan ibukota negara sekaligus pusat pemerintahan ke daerah yang lebih memadai untuk jangka panjang, karena selain daya dukung lingkungan sudah tidak memadai ternyata arus urbanisasi juga selama ini mengarah ke Jakarta. ”Biarkan saja Jakarta sebagai pusat perdagangan tetapi ibukota negara bisa dipindah ke tempat lain seperti di Kalimantan atau di Pulau Jawa,” katanya.
Alternatif
Arief mengusulkan, nama daerah Kertajati sebuah di Kabupaten Majalengka yang bisa dijadikan ibukota negara karena tata ruang memungkinkan untuk itu seperti dekat dengan rencana simpang susun tol Dawuan yang merupakan pertemuan tol Cirebon-Bandung dan Semarang-Cikampek, adanya rencana bandara internasional dan rencana Waduk Jatigede.
”Kalau ada jalan tol terealisasi jarak tempuh Kertajati-Jakarta sekitar dua setengah jam perjalanan,” katanya.
Sementara Muspani yang juga Wakil Ketua Panita Ad Hoc I DPD mengatakan, sudah saatnya dipikirkan pemindahan ibukota negara ke daerah lain untuk memberikan kesempatan munculnya daerah pertumbuhan baru sesuai semangat otonomi daerah dan Muspani menilai banyak daerah yang mempunyai potensi untuk menjadi ibukota yang baru. ”Saya kira biaya untuk mengatasi banjir di Jakarta bisa sepadan dengan membangun ibukota baru di daerah lain yang masih tersedia lahan cukup luas dan representatif.”
Sementara itu, Muhaimin menyebut Subang sebagai salah satu alternatif ibukota baru. Mengapa ke Subang? ”Ya bisa di daerah lain, yang lebih aman.”
Pemindahan Ibukota, menurut Muhaimin, dikarenakan banjir lima tahun selalu terjadi. Hal itu menyebabkan kegiatan ekonomi lumpuh total.
Berkait dengan wacana itu pula, Gubernur Jabar Danny Setiawan menyatakan, ”Pada saat konsep megapolitan dibahas, saya pertanyakan posisi DKI Jakarta. Apakah dia mau jadi pusat pemerintahan atau jasa dan perdagangan. Jika opsi kedua dipilih, tidak ada salahnya pusat pemerintahan dipindah ke luar Jawa, Jawa, atau Jabar.”
Hal itu, kata Danny, mengaca kepada negara-negara maju di mana pusat pemerintahan dan pusat jasa serta perdagangan terpisah. Seperti di AS misalnya, di negara ini dikenal dengan Washington DC dan New York. - Ant/dtc
Last edited by a moderator: