Pangkalan AS di Darwin Tak Terkait Papua

Dipi76

New member
Pangkalan AS di Darwin Tak Terkait Papua
Edna C Pattisina | Nasru Alam Aziz | Selasa, 22 November 2011 | 11:03 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — TNI menilai, rencana Amerika Serikat (AS) menempatkan 1.500 marinir di Darwin, Australia, tidak terkait perkembangan ekskalasi di Papua dan kepentingan AS untuk melindungi perusahaan tambang asal AS, PT Freeport Indonesia.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengemukakan hal itu, Senin (21/11/2011), seusai penutupan Lomba Menembak Piala Panglima TNI 2011 di Jakarta.

Menurut Agus, berdasarkan keterangan yang diperolehnya selama mengikuti KTT ASEAN serta penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden AS Barack Obama, dan Perdana Menteri Australia Julia Gillard, pengadaan pangkalan marinir tersebut tidak terkait kondisi keamanan di Papua. "Tidak ada keinginan untuk mengontrol Freeport," ujar Agus.

Agus menjelaskan, penempatan pasukan AS di Darwin, pertama, dalam upaya memberi tempat bagi pasukan AS yang ditarik dari beberapa negara, seperti Timur Tengah dan Asia. Kedua, untuk membatu negara-negara ASEAN dalam penanggulangan bencana alam, yaitu untuk respons cepat dalam pemulihan bencana. Walaupun demikian, Agus menyatakan, pihaknya tetap mengevaluasi dan mencermati penempatan pasukan tersebut.

Program penempatan marinir tersebut baru akan dimulai pada pertengahan 2012 dan operasional pada akhir 2017. Keberadaan pangkalan militer ini juga tidak memengaruhi cetak biru pertahanan Indonesia. Selain berdasarkan ancaman, cetak biru dibuat berdasarkan kapabilitas. "Kita lihat juga kemampuan keuangan negara," kata Agus.

Agus juga mengemukakan, tidak ada rencana pengembangan divisi Kostrad di Papua dalam waktu dekat. Akan tetapi, TNI merencanakan pembentukan Marinir di Sorong pada 2015, meski tidak terkait kondisi keamanan di Papua akhir-akhir ini. "Ini terkait pengamanan alur laut kepulauan," ungkapnya.


Kompas



-dipi-
 
TNI yang lugu ~LoL~
Kalau di depan rumah keluargaku ada keluarga lain yang menempatkan beberapa orang satpam di depan pagar rumahku, kemungkinan besar maksudnya untuk apa aja ya kira-kira? ~LoL~
 
Deal politiknya nggak tertutup kok. Terbuka dengan jelas.
Itu kalau kita bicara AS dan Aussie. Kalau dengan Indonesia, sejelek-jeleknya pemerintah kita (kata sebagian orang), menurutku nggak akan sebodoh itu punya deal politik tertentu dalam hal ini.

Kalau soal AS dan Aussie, itu udah jelas. Mereka memang punya "deal". AS dan Australia memang telah terikat ke dalam aliansi militer sejak ditandatanganinya perjanjian aliansi militer tiga negara Australia, New Zealand dan United States yang dikenal sebagai ANZUS yang ditandatangani kalau daku nggak salah sekitar akhir tahun 50-an. Dulu tujuannya untuk menghadapai Cold War. New Zealand akhirnya mengundurkan diri karena nggak mau terlibat perseteruan langsung dengan Soviet.

Nah kalau sekarang dibikin pangkalan di Darwin, itu jelas membawa kepentingan US di kawasan Asia Pasifik, setelah mereka nggak punya lagi pangkalan militer di kawasan ini semenjak dua pangkalan militer mereka di Filipina ditutup. Bila kita melihat kembali kerjasama militer AS-Australia, kedua negara itu telah mencapai tahapan kerjasama pada tingkatan yang maju. Kedua negara bukan saja membangun pusat-pusat komunikasi intelijen di West Coast Naval Base, Nurrungar dan wilayah tengah Australia, melainkan juga membangun prototipe peluru kendali strategis lintas kawasan yang dapat digunakan bila terjadi perang nuklir.

Dibangunnya pangkalan militer AS di Darwin, Australia, memenuhi kepentingan AS dan Australia untuk menjaga kepentingan militer, politik dan ekonominya di Asia Pasifik. Meski AS dan Australia tidak secara spesifik menyebut negara mana yang dapat mengganggu keamanan kawasan, tapi sangat mudah ditebak bahwa kemungkinan ancaman militer tersebut akan datang dari China yang kini menjadi The Rising Star.

Seperti yang pernah dikatakan Pak Ikrar Nusa Bakti, bagi AS, China adalah negara yang dapat mengancam kepentingan militer, politik dan ekonominya di kawasan ini. Meski Asia Tenggara adalah medan pertarungan militer yang tanggung bagi negara-negara besar, tak ayal lagi kini menjadi kawasan yang cukup penting, apalagi masih ada soal klaim teritorial yang saling tumpang tindih antara China dengan beberapa negara ASEAN terkait dengan Kepulauan Paracel dan Spratly. Di sisi lain, bagi Australia, meski hubungan dengan China amat baik dan ekonomi Australia sebagian besar juga tergantung pada ekspor ke China, Australia belum dapat menghilangkan persepsinya tentang China sebagai “Bahaya Kuning” atau “Bahaya Merah”. Persoalan yang muncul kemudian adalah, benarkah janji AS dan Australia yang mengatakan pangkalan militer di Darwin tersebut hanya sebagai tempat latihan dan juga pangkalan marinir AS untuk melakukan operasi militer selain perang untuk menangani bencana alam di kawasan?

Indonesia, sebagai negara yang paling dekat dengan pangkalan ini, perlu sangat waspada dan jangan terlalu lugu seperti yang dikatakan oleh para petinggi TNI. Ingat bahwa Amerika itu punya sebuah kebijakan yang disebut Subversive as US Foreign Policy. Dan itu pernah diterapkan di negara kita, lho, saat adanya peristiwa PRRI/Permesta.
 
Back
Top