Distribusi Beras Amburadul

Kalina

Moderator
Picu Harga Mahal dan Kecanduan Impor
JAKARTA - Sikap Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla yang memperbolehkan impor beras terus-menerus untuk ketahanan pangan dinilai Menteri Pertanian Anton Apriantono sebagai sikap yang realistis. Dia mengakui, pemerintah tidak bisa berbuat banyak agar impor beras bisa dicegah.

"Keputusan pemerintah untuk mengimpor beras adalah keputusan yang sulit, tapi tetap harus dilakukan untuk mencegah inflasi di musim paceklik," kata Anton saat dihubungi kemarin.

Pernyataan Anton itu menanggapi pernyataan Wapres Kalla saat memberikan pengarahan sebelum berdialog dengan kelompok tani di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pantura) di auditorium PT Pupuk Kujang, Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (17/2) siang. Pada acara itu, Kalla mengakui bahwa pemerintah selalu mengisi kekurangan stok beras nasional dengan beras impor. "Jadi, impor beras terus-menerus tidak apa-apa demi ketahanan pangan nasional," ujarnya saat itu.

Anton mengungkapkan, harga beras mahal bukan semata-mata karena stok kurang. Penyebab lainnya adalah amburadulnya alur distribusi sehingga Bulog tidak mampu membeli gabah dari petani, khususnya pada musim paceklik Januari-Maret. "Tahun ini stok beras Bulog defisit hingga 2 juta ton," katanya.

Dia tidak membantah saat ditunjukkan laporan bahwa sering laporan stok Bulog defisit tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. "Bulog lapor mereka defisit stok beras, tapi di pasaran beras masih banyak," kata menteri dari PKS itu.

Anton menilai, fakta perbedaan data di laporan dan kondisi lapangan tersebut adalah indikasi macetnya sistem distribusi. "Kalau beras masih banyak di pasar, itu berarti selama ini beras tersebut ditimbun oleh para tengkulak dan penggilingan padi," ujar Anton.

Selain sistem distribusi yang kacau, adanya defisit di Bulog ketika stok di pasar melimpah juga karena sistem yang membuat Bulog tidak pernah membeli beras langsung dari petani. "Bulog membeli beras dari tengkulak atau penggilingan padi. Tengkulak membeli dari kelompok tani, dan kelompok tani mengumpulkan stok dari petani," bebernya. Panjangnya rantai distribusi tersebut menyebabkan harga beras menjadi mahal sehingga Bulog tidak mampu membeli semua stok beras petani.

"Idealnya, Bulog memutus mata rantai distribusi itu untuk mencegah mahalnya harga beras dalam negeri," beber dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) itu. Konkretnya, Bulog membeli beras langsung dari kelompok tani atau lembaga ekonomi desa. Konsekuensinya, kelompok tani harus bisa memaksimalkan fungsinya. "Mereka bisa mulai dengan mengolah gabah hingga menjadi beras sendiri sehingga bisa langsung dibeli Bulog," paparnya.

Untuk solusi jangka pendek, Anton menawarkan untuk menambah jatah beras miskin (raskin) dengan harga Rp 1.000 per kilogram dengan maksimal 10 kg per keluarga. "Yang penting stok raskin mencukupi, agar meski harga beras mahal, masyarakat miskin tetap mampu membeli," ujarnya.

Dia menganggap solusi itu bisa membantu meredam gejolak di masyarakat akibat impor beras. "Dengan impor beras ini, masyarakat miskin harus disubsidi. Dengan adanya subsidi, operasi pasar tidak diperlukan lagi," tegas menteri kelahiran Serang itu.

Namun, Anton mengakui, efektivitas distribusi raskin harus dikaji ulang. Pasalnya, selama ini raskin kurang tepat sasaran. Selain itu, departemen yang jadi pembina distribusinya belum ada. "Bulog selama ini masih jalan sendiri. Akibatnya, pengawasan distribusi kurang," jelasnya.

Kebijakan impor beras pemerintah juga ditanggapi pengamat ekonomi Fadhil Hasan. Eksponen Tim Pengamat Ekonomi Indonesia Bangkit itu mengatakan, impor 600 ribu ton beras tahun ini merupakan suatu keharusan. Pasalnya, target pengadaan besar oleh Bulog dari petani sebesar 2,3 juta ton hanya tercapai sekitar 1,6 juta ton. Jadi, ada kekurangan sekitar 700 ribu ton.

Sementara itu, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadly Zon mengingatkan pemerintah terhadap konsekuensi kenaikan harga beras di pasar dunia jika rencana impor 500 ribu ton tahun ini direalisasikan. Melonjaknya harga beras dunia saat ini dipastikan menaikkan harga yang akan diimpor pemerintah sekitar April mendatang. "Harga beras di dunia naik sekitar 25 persen. Jika impor sekarang kantong Bulog akan makin terkuras," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.


Operasi Pasar

Kritik terus mewarnai pelaksanaan operasi pasar (OP) yang berlangsung serentak secara nasional sejak minggu lalu. Kalangan anggota DPR menilai, OP beras yang dilakukan Bulog tidak efektif mengendalikan harga. "Buktinya, harga beras di pasaran masih tidak stabil," kata Ketua Komisi IV M. Yusuf Faishal.

Legislator dari Fraksi PKB itu juga memandang kebijakan impor beras yang lagi-lagi dilakukan pemerintah tidak akan pernah mampu menyelesaikan persoalan beras hingga tuntas. "Selain mengupayakan secara serius peningkatan produksi beras dalam negeri, itu harus diiringi dengan perbaikan distribusi," tegasnya.

Karena itu, lanjut dia, Komisi IV DPR mendorong realisasi pembukaan pasar-pasar induk baru oleh Bulog. "Perencanaan dan platform anggarannya di APBN juga sudah ada," katanya. Dengan membuka pasar-pasar induk baru itu, diharapkan tercipta keseimbangan pasar yang masih dikuasai gabungan pengusaha-pengusaha besar.

Keberadaan pasar-pasar induk itu, kata Yusuf, diproyeksikan untuk ikut menunjang operasi stabilisasi harga beras di pasaran. Soalnya, ada indikasi kuat bahwa naiknya harga beras itu bukan disebabkan stok beras menipis, tetapi lebih karena permainan sekelompok oknum. "Stok sebenarnya masih banyak, tapi dilepas sedikit-sedikit. Akibatnya, harga beras melonjak," jelasnya.

Menurut Yusuf, proyek itu sudah direncanakan sejak lima tahun lalu dalam bentuk terminal argo bisnis yang menampung dan mendistribusikan semua produk pertanian. Karena konsepnya terlalu luas, terminal argo bisnis tidak bisa dijalankan dengan fokus.

"Bayangkan, semua produk pertanian dipasarkan di sini," katanya. Makanya, imbuh dia, sekarang DPR dan pemerintah mecoba memfokuskan proyek terminal argo bisnis itu pada produk beras yang jelas-jelas bernilai penting bagi masyarakat. "Namanya menjadi rice presenter atau pusat perdagangan beras," ujarnya.

Untuk mendorong realisasi proyek tersebut, Komisi IV telah membentuk pokja yang akan mengevaluasi hasil studi kelayakan Bulog atas sejumlah daerah yang menjadi lokasi pembangunan rice presenter. Ditargetkan perencanaan itu bisa segera selesai akhir Februari mendatang. "Sebagai awalan, proyek ini akan difokuskan di Jakarta dan Surabaya," katanya.

Kritik terhadap operasi pasar Bulog juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Nurhadi M. Musawir. Dia menilai, langkah Bulog menerjunkan beras di pasar-pasar tidak efektif. "Operasi pasar mestinya juga dilakukan di kantong-kantong masyarakat miskin, bukan di pasar," tambahnya.

Akibat kebijakan yang salah sasaran itu, yang membeli beras akhirnya bukan masyarakat miskin, tapi justru pedagang yang tentu saja bakal menyesuaikan harga beras tersebut dengan harga pasaran. "Yang lebih diuntungkan dari operasi pasar bukannya masyarakat, tapi justru pedagang dan para joki antre," tambahnya.

Soal impor beras, pria berkacamata tersebut menyesalkan langkah pemerintah yang tidak pernah berkonsultasi dengan DPR. "Alasan Bulog tidak konsultasi karena dana impor itu bukan dari APBN, tapi dari perbankan," ujarnya. Padahal, impor punya konsekuensi besar terhadap kemakmuran petani. "Kalau kita impor, harga gabah bakal melorot tajam," tambahnya.
 
Back
Top