Wanita Kedua

Status
Not open for further replies.
Kami boleh melihatnya, Suster

Suster itu terdiam.

Sebentar, saya tanyakan pada dokter dulu.;

Setelah menunggu beberapa saat, kami diperbolehkan melihat Jeanny. Kami dituntun
ke sebuah kamar serba putih. Aku melihat, di atas tempat tidur itu tubuh Jeanny
terbaring lemah. Ada dua selang disambungkan ke lengannya. Satu selang infus, dan
satunya lagi selang transfusi darah.

Hatiku hancur melihat kondisinya.

Kenapa kamu nekat, Jean aku berbisik pelan di dekat teli-nganya.

Tidak ada reaksi. Bibirnya pucat. Seperti menahan kesakitan yang lama dan tak
terperikan.

Mama menitikkan air mata. Bagaimanapun juga, Mama sudah menganggap Jeanny
seperti anaknya sendiri. Yang paling menyedihkan adalah Dito. Bocah 9 tahun itu tak
tahu harus mengatakan apa, selain terus-menerus memanggil mamanya, sambil
memegangi tangan satu-satunya orang yang dimilikinya di dunia ini.

Aku tak sanggup menahan air mata melihat pemandangan yang begitu mengharukan
ini.

Jeanny membuka matanya perlahan. Saat melihat Mama, mata-nya berkaca-kaca, lalu
air mata pun mengalir di pipinya.
 
Tante...,; ucapnya, lirih.

Mama menggenggam tangan Jeanny.

Tante sangat baik...,; ucapnya, pelan. Sepertinya, Jeanny berusaha keras agar
matanya tetap terbuka.

Jangan banyak bicara dulu, Jean. Kamu harus istirahat, biar cepat sembuh,; kata
Mama, sambil berlinangan air mata.

Tapi... aku ja... hat....;

Kalimat yang diucapkannya terpatah-patah.

Apa maksud kamu, Jean Mama membelai kepalanya. Bertahanlah, kamu pasti
sembuh.;

Bertahun-tahun... aku jadi o... rang kedua dalam... ru... mah... tang... ga... Tante,;
ucapan Jeanny terdengar makin jelas, seolah ia ingin menyelesaikan kata-katanya.

Pandangan mata Jeanny kian redup. Cengkeraman tangannya pada tangan Mama
kulihat makin kuat, seolah dia ingin menegaskan sesuatu. Sambil memandang kami
berdua bergantian, Jeanny menghela napas.

Dito mana

Kamu mau bertemu Dito tanyaku, cepat.
 
Aku menoleh pada Dito yang ada di sebelahku, dan kusuruh dia mendekati
mamanya.

Dito menatap Jeanny dengan tatapan yang cemas. Dia segera meraih tangan
mamanya.

Mama, Mama kenapa tanyanya, sambil menangis.

Jeanny memandang putranya dengan sedih. Lalu, matanya beralih pada Mama dan
padaku.

Tante, sa... ya... ti... tip... Dito....;

Aku dan Mama terkejut mendengar ucapannya itu. Firasat buruk segera menyelimuti
pikiran kami. Apalagi, setelah itu, mata Jeanny terpejam. Rapat. Aku berteriak
memanggil namanya. Namun, Jeanny tidak bereaksi. Mama juga panik dan segera
menekan bel untuk memanggil suster. Perawat segera datang, disusul dokter. Kami
lalu disuruh menunggu di luar.

Di depan kamar, aku dan Mama berpelukan sedih. Terbayang, hampir setahun yang
lalu kami juga mengalami hal yang sama, ketika Papa dalam keadaan kritis.

Aku tiba-tiba tersadar, ketika melihat Dito menangis sendirian di sudut ruangan.
Kami segera menghampirinya dan memeluk bocah malang itu.

Sekitar setengah jam kemudian, barulah dokter keluar dari ruangan. Melihat raut
wajahnya yang penuh penyesalan, aku dan Mama tak mampu menahan tangis.

Bagaimana, Dok
 
Dokter terdiam sebentar, seperti berusaha memikirkan kata-kata yang harus
diucapkannya.

Ibu, Mbak, kami sudah berusaha. Tapi, kondisinya sangat lemah akibat perdarahan
yang dialami. Kami minta maaf, karena pasien tidak tertolong.;

Aku berteriak histeris.

Mama segera memeluk Dito, yang langsung menangis dengan keras. Dito sudah
cukup besar untuk mengetahui apa yang te-ngah terjadi, tanpa perlu lagi dijelaskan.

Tak dapat kugambarkan apa yang kami bertiga rasakan malam itu. Meski sebentar,
Jeanny sempat menjadi kakak dan teman bagiku. Kini, kebahagiaan yang baru
sebentar kami rasakan itu harus lenyap dalam sekejap.

Tiba-tiba aku menyesal karena tidak menahannya saat ia akan meninggalkan kafe
sore tadi.

Saat pemakaman Jeanny di sebuah TPU di Jakarta Selatan, aku begitu nelangsa
melihat begitu sedikit orang yang mengantarnya ke peristirahatannya yang terakhir.
Keputusan Jeanny untuk keluar dari pekerjaannya dulu sebagai wanita simpanan
membuat dirinya benar-benar tidak memiliki siapa-siapa. Tak ada kawan, apalagi
saudara yang datang di pemakamannya. Wilman pun tak tampak batang hidungnya.

Tapi, menurutku, lebih baik begitu. Kehadirannya hanya akan menambah luka di hati
kami. Gunawan pun tak tampak. Kurasa, dia mengetahui apa yang menyebabkan
Jeanny meninggal. Mungkin, dia merasa tidak enak hati karena sahabatnya telah
membuat Jeanny nekat menggugurkan kandungannya dan kemudian berakibat Jeanny
kehilangan nyawanya.

Hanya ada aku, Mama, Dito, pembantu rumah tangganya, beberapa tetangga terdekat,
serta beberapa orang pengurus masjid tempat dia disalatkan. Entah kebetulan atau
tidak, Jeanny dimakam-kan tidak terlalu jauh dari makam Papa. Bagiku, ini
memudahkan kami bila akan menziarahi Papa dan Jeanny. Mama juga setuju dengan
pendapatku, meski aku melihat ada sesuatu di raut wajah-nya yang tak bisa kutebak.
 
Aku sungguh tak menyangka Mama justru memerlukan waktu lebih lama untuk
menghilangkan kesedihannya karena ditinggal oleh Jeanny. Saat aku sudah kembali
beraktivitas, Mama kulihat lebih banyak mengurung diri di kamar. Bila tidak berada
di kamar, Mama mengunjungi Dito. Mungkin, Mama kasihan pada Dito, karena di
usianya yang baru 9 tahun, ia sudah harus menjadi yatim piatu.

Aku sangat memahami sifat keibuan Mama. Aku pun merasa se­dih melihat
nasib Dito. Sempat terpikir olehku untuk membawa Dito tinggal bersama kami.
Apalagi, Dito hanya ditemani pembantu di rumahnya. Tapi, tentu saja aku harus
membicarakan hal itu pada Mama terlebih dahulu.

Hari itu, setelah seminggu lebih membisu dan mengurung diri dalam kamarnya,
Mama mengajakku berbicara empat mata.

San, Mama mau minta pendapatmu.Mama berencana untuk mengadopsi Dito secara
resmi.Mama sudah berkonsultasi dengan seorang pengacara.;

Aku tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari Mama. Apa yang Mama
usulkan itu jauh lebih baik dibandingkan yang akan kuminta padanya. Aku hanya
ingin memelihara Dito sebagai adikku, tapi Mama malah ingin mengadopsinya.

Benar, Ma tanyaku, tak percaya.

Melihat senyumku yang begitu lebar, Mama tak ragu lagi dengan keputusannya.
Kata pengacara, masalah yang tersulit adalah Dito hanya hidup berdua dengan
mamanya. Padahal, di pengadilan nanti harus ada wali dalam pembuatan surat
adopsinya. Tapi, menurut pengacara itu, kita harus menelusuri saudara atau wali dari
pihak Jeanny. Dia optimistis, hal itu bisa dilakukan, karena tidak mungkin Jeanny
tidak memiliki keluarga lain, kan
 
Syukurlah, Ma, kalau itu bisa diurus. Itu juga yang membuat Sandra ragu-ragu
dengan status Dito yang hanya punya seorang ibu, tanpa seorang saudara pun.;

Tapi, Dito akan memiliki kita, Sayang. Dia akan punya mama dan kakak. Dia juga
akan punya ayah....;

Aku terkejut.

Maksud Mama

Wajah Mama sedikit berubah.

Begini, Sandra. Ini adalah misteri yang disembunyikan Papa selama ini. Dan, Mama
baru saja menyadarinya. Mama akhirnya mengetahui maksud perkataan Papa
menjelang ajalnya dulu. Mama memang tidak pernah menceritakannya padamu,
karena Mama sendiri tak mengerti apa maksudnya. Mama pikir, mungkin Mama
hanya salah dengar.;

Ada apa, sih, sebenarnya, Ma tanyaku, dengan cemas.

Dulu, sebelum papamu meninggal, Papa sempat minta maaf dan mengatakan
sesuatu....;

Mengatakan apa, Ma desakku tak sabar.

Waktu itu, Papa bilang, Ma, saya titip Dito;

Lalu...

Kamu ingat nggak, sebelum meninggal, Jeanny kan juga minta maaf pada Mama.
 
Meskipun apa yang dikatakannya tidak begitu jelas, Mama mendengar dengan jelas
pesan terakhirnya. Dia berkata, Tante... saya titip Dito.

Aku terpana mendengar cerita Mama. Pikiranku bekerja cepat, menghubungkan
serpihan-serpihan kisah yang kudengar itu, lalu menyusunnya seperti permainan
puzzle. Selanjutnya, aku tak perlu lagi mendengar penjelasan Mama. Karena, bagiku,
itu sudah jelas. Sangat jelas. Papa adalah pria yang menikahi Jeanny secara siri dan
Papa adalah ayah dari Dito. Dengan kata lain, Dito adalah adik satu ayah denganku.

Pantas... kami memiliki banyak sekali kemiripan!

Kebisuan Mama selama seminggu ini terjawab sudah. Mama memerlukan waktu
untuk merenungi semua yang terjadi dan akhirnya membuat sebuah keputusan
terbaik. Dan, aku bahagia karena memiliki seorang ibu yang berhati sangat mulia.

Bagi seorang wanita, tentu sangat sulit menerima kenyataan bahwa suaminya
memiliki wanita lain. Apalagi, dari hubungan itu telah lahir seorang anak. Tapi,
dengan kebesaran jiwanya, Mama bersedia mengadopsi Dito menjadi anaknya.
Bahkan, wanita mulia itu tidak keberatan Jeanny dimakamkan berdekatan dengan
Papa, meski saat itu dia sudah mulai menyadari hubungan Papa dan Jeanny.

Mama sadar, semua ini tidak terjadi begitu saja. Mama juga punya andil dalam kisah
tragis ini. Sepuluh tahun yang lalu, hubungan Mama dengan Papa sempat rusak. Kami
bahkan sudah pisah ranjang. Mungkin, saat itulah papamu dekat dengan Jeanny, yang
kemudian dinikahinya secara siri. Tapi, Mama tetap percaya, papamu seorang pria
yang baik. Buktinya, dia mengeluarkan Jeanny dari dunia hitamnya. Yang jelas,
Mama percaya pada takdir, termasuk bagaimana kita akhirnya dipertemukan dengan
Jeanny dan Dito. Dito adalah amanah dari Papa dan Jeanny yang harus kita jaga.
Karena itu, Mama memutuskan untuk mengadopsi Dito secara resmi.;

Aku tak melepaskan pelukanku pada Mama. Aku bangga padanya. Kuakui, tadinya
aku sempat terpukul, ketika tahu bahwa Papa yang selama ini kuanggap sempurna,
ternyata pernah mengkhianati Mama. Sempat juga terpikir bahwa Jeanny
mendekatiku karena ingin balas dendam pada anak seorang pria yang pernah
menikahinya secara siri, tapi kemudian mengabaikannya.

Tapi, setelah kupikir matang-matang, bila Jeanny memang bermaksud buruk padaku,
pasti dia akan membiarkan aku menikah siri dengan Gunawan, supaya apa yang Papa
lakukan padanya akan terbalas padaku. Namun, Jeanny justru membukakan mataku
sehingga menyadari bahwa pernikahan siri itu adalah sebuah kesalahan.
 
Ya, dia tahu bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Karena, dia telah merasakan sendiri
betapa menderitanya menjadi wanita kedua, tanpa status yang jelas dan tanpa diakui
keberadaannya. Derita itu harus ditanggungnya seumur hidup. Dia bahkan tak sempat
merasakan manisnya sebuah perkawinan. Seandainya umur Jeanny masih panjang,
ingin sekali aku mencarikan jodoh yang baik untuknya. Tapi, aku sadar, itu akan siasia,
karena Jeanny pernah berkata bahwa tubuhnya bisa dimiliki oleh banyak pria, tapi
cinta sejatinya hanya untuk papanya Dito.

Semoga kau bertemu dengan cinta sejatimu di alam sana, Jean.;

-------- TAMAT--------
 
Semoga cerita ini bermanfaat, khususnya memberi sebuah gambaran tentang sebuah pernikahan yang orang lain tidak tahu itu bisa menimbulkan banyak resiko...

thanks,
zoe
 
teknik nya hebat...
membuat penasaran di tiap post nya..
mungkin kalo langsung pada satu post akan mengerikan untuk membacannya :)):))

tp bagus banget kok ceritanya
repu buat aden
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top