Pelaku Mutilasi Poso Dituntut 20 Tahun

Kalina

Moderator
JAKARTA - Hassanudin alias Hasan alias Slamet Raharjo, terdakwa yang juga dianggap otak kasus mutilasi tiga siswi SMU Poso, dituntut hukuman 20 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.

Mengenakan baju koko putih gading, Hasanuddin tampak tenang menanggapi tuntutan JPU yang diketuai Payaman SH itu. Bahkan, dia masih bisa tersenyum saat menyalami majelis hakim, tim JPU, dan para penasihat hukumnya.

Namun, kepada wartawan yang menemui di luar persidangan, dia mengaku tuntutan tersebut terlalu berat. Dia berharap majelis hakim yang dipimpin Binsar Siregar tidak mengabulkan tuntutan JPU. "Jangan terlalu berat, ya," ujarnya sambil berjalan menuju sel tahanan di PN Jakarta Pusat.

Pria asal Jawa Tengah yang menjadi ustad di Poso usai konflik Poso itu berharap majelis hakim bijaksana.

"Saya tidak ingin ini jadi persoalan baru. Takutnya, teman-teman yang tidak puas akhirnya berbuat (kerusuhan, Red) lagi," ujarnya. Hasanuddin menolak anggapan bahwa dirinya sebagai otak di balik pemenggalan kepala tiga siswi itu. "Bukan saya, tapi Ustad Sanusi," ujarnya pendek.

Dalam persidangan yang dijaga puluhan aparat Brimob dari Polda Metro Jaya tersebut, JPU menilai terdakwa memenuhi semua unsur yang didakwakan. Dua eksekutor mutilasi yang terjadi pada 29 Oktober 2006, Lilik Purnomo alias Haris dan Irwanto Irano, mengakui target pembunuhan sebenarnya enam orang. Namun, hanya ada empat korban saat kejadian, tiga orang terbunuh dan satu selamat.

Dalam persidangan juga terbukti bahwa Hassan yang menyerahkan uang kepada para eksekutor sebanyak Rp 200 ribu. Uang itu untuk membeli enam parang (Rp 180 ribu) dan kantong plastik (Rp 20 ribu). Dalam hal itu, kualifikasi sebagai aktor intelektual juga terpenuhi oleh Hassan.

Payaman menilai, meski dalih terdakwa adalah balas dendam atas terbunuhnya kaum muslim di Poso, perbuatan terdakwa memenuhi unsur ketiga, yakni melakukan kegiatan teror dengan cara menimbulkan ketakutan masyarakat, khususnya di wilayah Bukit Bambu, Poso.

Apalagi, para eksekutor mutilasi menaruh potongan kertas bertuliskan ancaman akan ada lagi pembunuhan terhadap 100 orang Kristen.

Meski terancam menghabiskan hidup 20 tahun di penjara, Hassanudin relatif beruntung. Dia lolos dari ancaman hukuman maksimal, yakni hukuman mati atau seumur hidup.

Menurut Payaman, ada tujuh hal yang meringankan terdakwa. Dia sudah dimaafkan oleh keluarga korban dan penduduk Bukit Bambu, Poso. "Terdakwa juga mengakui dan menyesali perbuatannya," tambah Payaman.

Dikonfirmasi seusai persidangan, penasihat hukum terdakwa, Asluddin, berpendapat tuntutan JPU berlebihan. "Dakwaannya sebagai aktor intelektual. Seharusnya konstruksinya pasal 55 ayat 1 tentang turut serta atau yang hanya mengetahui dan menyetujui bukan Perpu Terorisme," tambahnya
 
aaahhh,yang benar sis,tuntut 20 tahun,belum dipotong masa hukumnya kan?paling2 tinggal 3-5 tahun penjara aja,maklum,hakim kan doyan duit,belum dipotong sama hari istrinya melahirkan,nenek ultah,hakim ultah,keluarga ultah,besok2 ada rencana pula keluarga hakim koit...
 
20 tahun untuk pelaku mutilasi sangatlah ringan. Coba seumur hidup dah biar dia menyesal.
.
Tapi kamu jangan menyesal kalau gak sampe mesen tas seminar disini karena harganya super duper murahnya... Coba cek dulu
 
Back
Top