Para Menteri Lobi Grup Bakrie

Kalina

Moderator
Agar Lapindo Bayar Ganti Rugi Warga TAS
JAKARTA - Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo terus mendesak Lapindo Brantas Inc memberikan ganti rugi bagi warga korban luapan lumpur di perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) I.

Ketua Tim Pengarah Timnas Purnomo Yusgiantoro akan memimpin negosiasi tersebut. Keputusan itu diambil dalam rapat Timnas di gedung Departemen ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, kemarin. Hadir dalam rapat itu Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri PU Djoko Kirmanto, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar.

Hadir pula Gubernur Jatim Imam Utomo, Ketua Pelaksana Timnas Basoeki Hadimuljono, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Suryadi Surmawiredja, dan General Manager Lapindo Brantas Inc Imam Pria Agustino.

"Tuntutan ganti rugi warga perumahan TAS belum diputuskan karena masih ada beberapa kajian yang harus diperhatikan," ujar Basoeki, tanpa merinci kajian yang dimaksud.

Masalah ganti rugi itu akan dinegosiasikan ketua Tim Pengarah Timnas (Purnomo Yusgiantoro) dengan manajemen PT Energi Mega Persada Tbk (EMP) dan Kelompok Usaha Bakrie sebagai induk Lapindo. Timnas sebelumnya berjanji, masalah itu akan tuntas maksimal 22 Februari mendatang.

Ganti rugi itu meliputi 14 ribu warga yang mendiami 5.631 rumah yang terendam lumpur panas setinggi 2-3 meter. Selain itu, ada sembilan RT di Desa Kedungbendo, satu RT di Desa Kalitengah dan Ketapang, serta Dusun Sengon dan Wangkal.

Mereka menuntut ganti rugi seperti yang diberikan kepada warga sebelumnya. Hingga kini, Lapindo menolak memberikan ganti rugi kepada mereka karena kawasan perumahan dan desa-desa di sekitar kolam penampung (pond) lumpur tersebut di luar peta yang ditetapkan Timnas pada 4 Desember 2006.

Rapat Timnas kemarin membahas biaya relokasi infrastruktur pokok yang terendam lumpur, yakni jalan tol, rel kereta api, pipa gas Pertamina, pipa air PDAM, jaringan listrik dan telepon, serta jalan arteri.

Dibahas pula rencana pembangunan tanggul permanen di sekitar kawasan semburan serta pembangunan kanal lumpur sepanjang 17 kilometer yang menghubungkan pusat semburan hingga Selat Madura.

Berdasar perkiraan Timnas, relokasi seluruh infrastruktur tersebut membutuhkan biaya Rp 4 triliun. Rinciannya, biaya pembebasan lahan Rp 600 miliar, pemindahan jalan tol Rp 700 miliar, relokasi jalan arteri nasional Rp 300 miliar, rel kereta api Rp 450 miliar, pipa gas Rp 300 miliar, pipa air Rp 45 miliar, dan pembangunan kanal Rp 680 miliar.

Meski demikian, Timnas belum memutuskan sumber dananya. "Belum diputuskan akan berasal dari mana, apakah Lapindo atau APBN," ujar Basoeki.

Namun, Timnas memastikan bahwa kebutuhan anggaran relokasi di luar komitmen pembiayaan dari Lapindo Rp 3,8 triliun. Dana dari Lapindo tersebut hanya akan digunakan untuk penanganan sosial dan ganti rugi bagi warga korban semburan lumpur.

"Pencairan ganti rugi akan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Rp 1,3 triliun hingga Maret 2007 dan Rp 2,5 triliun akan dicairkan setelah Maret," tuturnya.

Untuk alokasi Rp 3,8 triliun, Lapindo telah menyatakan komitmennya. GM Lapindo Imam Pria Agustino menyatakan bahwa perusahaannya hingga kini telah mengeluarkan dana Rp 1 triliun.

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menjelaskan, DPU telah menyiapkan tiga desain relokasi infrastruktur, pembuatan kanal lumpur, dan tanggul permanen. Desain itu akan selesai sebelum berakhirnya tugas Timnas pada 8 Maret 2007. "Setelah ada kepastian pihak yang bertanggung jawab, kita lakukan tender untuk menentukan kontraktornya," terang Djoko.

Menteri PU enggan menyebutkan daerah-daerah yang akan menjadi lokasi baru infrastruktur vital bagi perekonomian Jawa Timur tersebut. Meski demikian, Djoko memastikan bahwa relokasi akan dilakukan di luar radius 2 kilometer dari pusat semburan. "Kalau 1,5 kilometer dari pusat semburan lumpur, itu masih dianggap berbahaya karena ada kemungkinan penurunan muka tanah," paparnya.


Analisis Tim Ahli

Sejumlah peneliti terkemuka dalam dan luar negeri menguatkan prediksi ahli-ahli pertambangan Rusia yang menyebut bahwa semburan lumpur baru berhenti 31 tahun yang akan datang. Mereka juga sepakat, semburan lumpur yang dipicu kecerobohan Lapindo itu sulit dihentikan dengan teknologi apa pun.

Pendapat tersebut, antara lain, dikemukakan peneliti kebumian dari Universitas Kyoto James J. Mori, Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Said D. Jenie, dan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Achmad Luthfi.

Ketiganya kemarin memaparkan hasil penelitiannya dalam seminar International Geological Workshop Sidoarjo Mud Vulcano di gedung BPPT, Jalan M. H. Thamrin, Jakarta Pusat. James J. Mori menilai, upaya yang bisa dilakukan pemerintah hanya membuat bak penampungan lumpur dengan teknologi pemisahan air. Usul itu sudah dilaksanakan Timnas dengan membuat pond-pond penampung lumpur di sekitar pusat semburan.

Menurut Said D. Jenie, upaya lain yang harus segera dilakukan adalah mengalirkan lumpur ke laut melalui kanal-kanal permanen. Usul itu akan direalisasikan Timnas dengan membuat kanal sepanjang 17 kilometer tepat di sisi Kali Porong.

Deputi Perencanaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Achmad Luthfie mengakui terjadi penurunan permukaan tanah (land subsidence) 3 sentimeter-91 sentimeter pada periode Juli-Agustus 2006.


Bola Beton

Setelah molor, bola-bola beton didatangkan ke lokasi sekitar pusat semburan kemarin. Rencananya, Timnas Penanggulangan Lumpur baru akan memasukkan bola-bola tersebut Kamis besok.

Nantinya, kata Juru Bicara Timnas Rudi Novrianto, bola beton yang akan dimasukkan pada hari pertama itu lima rangkai terlebih dulu. "Kami pantau, ada dampaknya atau tidak," jelasnya.

Dampak tersebut, ungkap dia, terutama akan dilihat pada pengaruhnya terhadap beberapa semburan kecil (bubble) di sekitar lokasi luapan lumpur Lapindo. Jika bubble bertambah besar, otomatis upaya memasukkan bola-bola beton akan dihentikan sementara.
 
Back
Top