Kebijakan Ekonomi

andree_erlangga

New member
Mafia Berkeley Tak Ingin Indonesia Mandiri

Mafia Berkeley tak menginginkan ekonomi Indonesia bisa mandiri. Karena itu, mereka selalu berupaya memaksakan konsep-konsep kebijakan atau pun strategi ekonomi yang justru mengondisikan Indonesia terus bergantung kepada asing. Terlebih lagi, jaringan Mafia Berkeley di pemerintahan sendiri mudah terpesona terhadap program-program bangsa asing.

Demikian rangkuman pendapat ekonom Revrisond Baswir dan Ichsanuddin Noorsy yang dihubungi via telepon dari Jakarta, kemarin, terkait manuver Mafia Berkeley pascapembubaran forum Consultative Group on Indonesia (CGI) oleh Presiden Yudhoyono. Mereka disebut-sebut terus melobi Presiden dan Wapres agar tetap mengindahkan masukan pihak-pihak yang selama ini menjadi kreditor Indonesia melalui forum CGI.

Menurut Revrisond, kemandirian bangsa bisa dikatakan berhasil jika rakyat menjadi pelaku utama di sektor ekonomi. Namun yang terjadi di Indonesia selama ini, katanya, pertumbuhan ekonomi ataupun laju produk domestik bruto (PDB) bukan merupakan sumbangsih rakyat. "Semua itu merupakan sumbangan asing, baik langsung melalui kegiatan penanaman modal maupun tidak (melalui kucuran pinjaman)," ujarnya.

Revrisond mengingatkan, kenyataan itu amat riskan terhadap fundamental ekonomi nasional. Seperti dalam krisis ekonomi tahun 1997/1998, setiap saat asing bisa menggoyang ekonomi nasional ini.

Untuk itu, kata Revrisond, pemerintah harus segera mewujudkan kemandirian bangsa di sektor ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Dia juga meminta pemerintah agar mengurangi ketergantungan terhadap lembaga maupun negara donor.

"Dalam rumus Mafia Berkeley, tidak ada perspektif kemandirian ekonomi dan nasionalisme Indonesia. Bagi mereka, yang penting indikator makro terjaga serta ekonomi dan investasi tumbuh. Mereka tak peduli apakah perekonomian itu digarap oleh asing atau negara lain," papar Revrisond.

Menurut dia, kemandirian bangsa di sektor ekonomi bukan hanya terkait indikator ekonomi makro yang justru tidak melibatkan rakyat. "Kemandirian itu berarti rakyat bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan kesejahteraan terus meningkat serta dinikmati segenap lapisan masyarakat," ujar Revrisond.

Dia menekankan, pemerintah sudah harus mengurangi porsi pembayaran utang luar negeri dalam APBN. Seharusnya, menurut dia, alokasi utang luar negeri dalam APBN maksimal hanya 10 persen karena utang adalah beban bagi rakyat.

"Setiap tahun pembayaran utang luar negeri dalam APBN mencapai Rp 170 triliun. Ini sangat tidak sebanding dengan pendapatan dan target pembangunan untuk rakyat," kata Revrisond.

Sementara itu, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, UUD 1945 sudah tegas mengatur masalah kemandirian bangsa di berbagai sektor. Tapi, katanya, itu hanya bisa diwujudkan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadikan rakyat berperan penuh dalam pertumbuhan ekonomi.

"Cuma sejauh ini pemerintah tidak kunjung serius dan tak konsisten menjalankan amanat konstitusi itu. Ekonomi rakyat kini justru semakin terpuruk. Mereka sekadar menjadi kuli dalam percaturan bisnis dan investasi nasional," ujar Ichsanuddin.

Mafia Berkeley sendiri awalnya merujuk kepada pakar ekonomi dan keuangan alumni University of California at Berkeley (AS) di tahun 1960-an atas bantuan Ford Foundation.

Disebut "mafia", karena di awal pemerintahan Orde Baru peran mereka dalam penentuan berbagai kebijakan amat menentukan. Kini istilah Mafia Berkeley ini lebih merujuk pada figur-figur ekonom yang merupakan murid atau satu mazhab dengan alumni University of California tahun 1960-an.

sumber : Suara Karya Online
 
Back
Top