'Kutu Loncat' Makin Banyak Di 2014

askom

New member
JAKARTA - Menjelang pemilihan umum 2014, stabilitas politik diperkirakan akan memanas. Apalagi usai penetapan sepuluh partai politik peserta pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Isu penggabungan parpol hingga politisi kutu loncat diperkirakan meningkat.

Pengamat politik dan sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sudjito kepada wartawan, tadi malam mengatakan, pada tahun 2013, jumlah politisi kutu loncat akan mengalami peningkatan. Apalagi dengan semakin sederhananya jumlah parpol, peta kekuatan politik akan semakin mudah dibaca. Akibatnya, para politisi langsung sigap mencari partai yang lebih besar, ketimbang bernaung di partai pinggiran. Kutu loncat akan besar-besaran. Ini modus lama, karena partai saat ini hanya menjadi institusi administatif politik, kata Arie.

Banyak politisi, lanjut Arie, yang menilai semua partai politik sama saja. Partai tak lagi diperhitungkan sebagai institusi dengan nilai dan ideologi yang harus dijaga dan diperjuangkan. Sehingga menjelang pemilu 2014 diperkirakan kapasitas dan kelembagaan partai tak akan sejalan. Partai politik, bahkan yang sudah mapan dan tua sekalipun diniainya akan mengalami pengikisan nilai.

Lantaran partai diisi oleh individu-individu yang lebih mempertimbangkan oligarki ketimbang rakyat, menurut Arie, jati diri partai akan meluntur. Semua partai di mata rakyat akan terlihat sama dan monoton. Semua partai pun akan menempuh langkah yang sama melalui politik pencitraan. Tapi, pencitraan cenderung dilakukan politisi untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Politisi tidak lagi mempertimbangkan rakyat, yang paling penting bagi mereka kepentingan penguasa atau pemodal yang bisa membantu mewujudkan keinginan mereka, ungkapnya.

Arie menganggap, peta kekuatan politik akan mengarah pada kewajaran jika rakyat sebagai pemilih mau lebih selektif dan tidak apatis. Karena di tengah kondisi stabilitas politik dengan dinamika yang tinggi, rakyat harus bisa menjalankan fungsi kontrol. Sebelum memilih calon legislatif atau partai tertentu, kata dia, pemilih harus melacak rekam jejak calon yang akan dipilihnya. Kemudian, upaya melakukan kontrak politik terhadap politisi dan parpol harus mulai dibiasakan. Agar rakyat bisa mengetahui apa yang bisa diakukan wakilnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Lalu apa konsekuensinya jika janji wakilnya tidak bisa dipenuhi. Rakyat juga harus berani menagih hutang politik dari politisi atas apa yang sudah dikerjakannya lima tahun lalu, kata Arie

sumber " http://www.iyaa.com/berita/nasional/polhukam/2429479_1141.html
 
Back
Top