Epilepsi / Ayan

Kalina

Moderator
Ayan atau epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan. Kata 'epilepsi' berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'.

wikipedia
 
Empat Hal Pemicu Epilepsi

Metrotvnews.com

Penderita epilepsi bisa dan harus menjalankan hidup normal. Akan tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan, baik oleh penderita epilepsi maupun orang-orang terdekatnya, agar tidak berakibat fatal. Menurut dr. Suryani Gunadharma, dokter neurologi dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menjaga kondisi penderita epilepsi harus didukung lingkungan
sekitar. Penderita epilepsi terkadang tak sadar ketika penyakit itu kumat. Karena, kata Suryani, epilepsi tak
selalu tentang kejang dan menggelepar. Pemicu epilepsi juga bisa berupa gerakan-gerakan tak biasa yang tanpa sadar dilakukan penderita. Orang-orang terdekatlah yang biasanya menyadari ini. Untuk mencegahnya, ada hal-hal yang harus diperhatikan. Setidaknya ada empat pemicu
bangkitan epilepsi:

1. Stres emosional

Stres emosional seringkali terjadi ketika penderita berinteraksi. Stres semacam ini harus dihindari.

2. Penurunan atau penghentian konsumsi obat atas keputusan pasien sendiri

Menurut Suryani, hal itu sering dilakukan pasien
karena menganggap dirinya dalam kondisi cukup baik. Ini tidak boleh terjadi karena pengobatan epilepsi harus dilakukan secara berkelanjutan.

3. Faktor hormonal

Ini biasa terjadi pada perempuan ketika mengalami menstruasi.

4. Pola hidup

Menurut Suryani, penderita epilepsi harus
mendapatkan tidur sempurna, yakni delapan jam per hari. Kurang tidur dan rasa mengantuk dapat memicu kejang.
 
Manula juga bisa terserang epilepsi

Jakarta (ANTARA News) - Epilepsi atau kecenderungan bangkitan berulang tanpa sebab ternyata bisa timbul tidak hanya sewaktu usia muda, namun bisa terjadi pada saat manula. "Orang yang seumur hidupnya merasa baik-baik saja,
bisa saja pada saat tua baru mengalami bangkitan epilepsi karena sebab tertentu," ujar dokter spesialis
syaraf konsultan, Suryani Gunadharma, pada jumpa pers hari epilepsi sedunia di Jakarta beberapa saat lalu. Suryani menjelaskan, sebagian besar jenis epilepsi pada manula adalah epilepsi simtomatik yang terjadi
akibat cedera kepala, infeksi seperti meningitis, otak yang tidak berkembang baik, stroke, tumor, atau lesi-
lesi kanker dalam otak. "Penapisan melalui Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menunjukkan kelainan struktural organ otak
yang menjadi penyebab epilepsi simtomatik," papar Suryani. Suryani menjelaskan tiga kelompok utama epilepsi, yaitu epilepsi idiomatik, simtomatik, dan kriptogenik. Epilepsi idiomatik seringkali dialami anak-anak, namun masih belum diketahui penyebabnya, sedangkan epilepsi idiomatik adalah epilepsi yang manajemennya
lebih mudah dilakukan. "Karena pada epilepsi tanpa penyebab ini, pengobatan bisa lebih mudah dilakukan dan pasien bisa lebih terkontrol," kata Suryani. Terakhir, epilepsi kriptogenik adalah jenis epilepsi yang masih belum dapat dipastikan penyebabnya dan masih
diteliti, demikian Suryani.
 
Bangkitan epilepsi tidak selalu kejang

Jakarta (ANTARA News) - Bangkitan atau tanda sedang terkena epilepsi seringkali dianggap hanya terjadi dalam bentuk kejang, padahal bangkitan bisa bermanifestasi dalam bentuk lain. "Bangkitan epilepsi bisa bermanifestasi dalam bentuk kedut wajah saja, absensi pikiran atau bengong, atau perubahan perilaku lain," kata dokter spesialis syaraf konsultan, dr. Suryani Gunadharma, SpS (K), saat jumpa pers hari epilepsi sedunia 'World Purple Day' di Jakarta,
Rabu. Suryani menjelaskan bahwa bangkitan yang dialami
oleh tiap penyandang epilepsi bergantung pada lobus otak yang terserang, sehingga manifestasinya bisa
berbeda pada tiap penyandang. "Setiap bangkitan epilepsi disebabkan oleh gangguan sinyal listrik pada otak," jelas Suryani. Otak memiliki jutaan sel saraf yang mengkontrol
bagaimana seseorang berpikir, bergerak dan merasa dengan mengirimkan sinyal listrik ke tiap bagian. "Kalau sinyal yang terganggu ada satu, maka gerakan bangkitan hanya akan terjadi pada satu bagian itu saja. Tapi kalau sinyal yang dikeluarkan banyak, maka gerakan yang terjadi akan berkali-kali dan banyak," ujar Suryani. Lebih lanjut Suryani menjelaskan bahwa epilepsi dikatakan bila orang mengalami kecenderungan bangkitan yang berulang, selalu sama, dan tanpa
sebab.
 
Serangan epilepsi pada lobus frontal pengaruhi perkembangan anak

Jakarta (ANTARA News) - Kejang yang dialami anak terutama pada penyandang epilepsi, ternyata dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak kata Ketua Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia (Perpei), dr. Fitri Octaviana, SpS, MP d.Ked. "Beberapa jenis epilepsi memang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama bila itu menyerang otak bagian lobus frontal," kata Fitri pada jumpa pers dalam rangka menyambut World Purple Day 2013 di Jakarta, Rabu. Fitri mengungkapkan, bangkitan atau kejang yang terjadi hingga lebih dari empat kali dalam sebulan dapat mengganggu fungsi otak, terutama untuk fungsi
memori sehingga bagian ini bisa mengalami
kerusakan. Oleh sebab itu Fitri menegaskan
pentingnya untuk meminimalisir bangkitan dengan cara mencegahnya. "Untuk penyandang epilepsi, cara mencegah bangkitan atau kejang adalah dengan rutin mengkonsumsi obat, dan tentu saja pola hidup sehat dan tidur cukup," kata dia. Dikatakan Fitriz, bangkitan epilepsi seringkali terjadi pada saat seseorang sedang mengantuk karena
kurang tidur. Selain itu, kondisi kejiwaan anak juga harus dijaga, supaya suasana hati anak tetap baik. Melalui pola asuh yang tepat dan dengan tidak memberikan proteksi berlebihan, mental anak akan lebih baik. "Pola asuh keluarga yang overprotektif bisa membuat anak depresi. Sementara depresi merupakan salah satu pencetus terjadinya bangkitan," kata Fitri.
 
Serangan epilepsi pada lobus frontal pengaruhi perkembangan anak

Jakarta (ANTARA News) - Kejang yang dialami anak terutama pada penyandang epilepsi, ternyata dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak kata Ketua Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi di Indonesia (Perpei), dr. Fitri Octaviana, SpS, MP d.Ked. "Beberapa jenis epilepsi memang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama bila itu menyerang otak bagian lobus frontal," kata Fitri pada jumpa pers dalam rangka menyambut World Purple Day 2013 di Jakarta, Rabu. Fitri mengungkapkan, bangkitan atau kejang yang terjadi hingga lebih dari empat kali dalam sebulan dapat mengganggu fungsi otak, terutama untuk fungsi
memori sehingga bagian ini bisa mengalami
kerusakan. Oleh sebab itu Fitri menegaskan
pentingnya untuk meminimalisir bangkitan dengan cara mencegahnya. "Untuk penyandang epilepsi, cara mencegah bangkitan atau kejang adalah dengan rutin mengkonsumsi obat, dan tentu saja pola hidup sehat dan tidur cukup," kata dia. Dikatakan Fitriz, bangkitan epilepsi seringkali terjadi pada saat seseorang sedang mengantuk karena
kurang tidur. Selain itu, kondisi kejiwaan anak juga harus dijaga, supaya suasana hati anak tetap baik. Melalui pola asuh yang tepat dan dengan tidak memberikan proteksi berlebihan, mental anak akan lebih baik. "Pola asuh keluarga yang overprotektif bisa membuat anak depresi. Sementara depresi merupakan salah satu pencetus terjadinya bangkitan," kata Fitri.
 
Ayan Bukan Kutukan atau Kesurupan

Ghiboo.com - Epilepsi atau penyakit ayan bukanlah sebuah kutukan atau bentuk kesurupan. Bukan pula penyakit keturunan dan menular. "Makanan tertentu tidak menyebabkan epilepsi.
Orang yang sehat bisa didiagnosa mengidap
epilepsi," dr. Suryani Gunadharma, SpS, Spesialis saraf dalam jumpa pers menyambut World Purple Day tanggal 26 Maret mendatang di Gran Melia Hotel Kuningan, Jakarta (20/3). Epilepsi merupakan sebuah gangguan fungsi otak dan hanya dapat terdeteksi melalui EEG
(Electroenchepalograph). Diperkirakan sekitar 1-2 juta masyarakat Indonesia mengalaminya. "Biasanya, bangkitan (sel-sel otak yang terganggu) pada penderita epilepsi terjadi pada satu daerah di
otak. Namun bisa menyebar ke seluruh bagian otak," jelas dr. Suryani. Bentuk bangkitan pun tergantung pada bagian otak yang terserang. Itulah mengapa penderita epilepsi
mengalami bentuk bangkitannya berbeda-beda, seperti kesurupan, kegilaan, bengong dan lain sebagainya. Epilepsi bisa disembuhkan. Tidak sekedar rutin meminum obat, yang terpenting adalah manajemen
terhadap penyakitnya. "Orang dengan epilepsi harus menjaga tingkat stres dan jangan tidur terlalu malam. Sekitar 20-60 persen penderita epilepsi mengalami depresi yang memicu
5-10 kali lipat keinginan bunuh diri," tambah dr. Suryo Dharmono, SpKJ, Departemen Psikiatri FKUI-RSCM.
 
Back
Top