Bibit Tanaman Jarak Masih Sangat Terbatas

nurcahyo

New member
Bibit Tanaman Jarak Masih Sangat Terbatas
A-81 (Pikiran Rakyat)



BANDUNG, (PR).
Pengembangan bahan bakar alternatif biodiesel berbahan baku minyak jarak secara nasional di Jabar, dihadang kesulitan percepatan pengembangan produksi. Padahal, produksi minyak jarak dinilai sangat prospektif sebagai pengganti mahalnya bahan bakar minyak (BBM).
Anggota Litbang Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, Imron Rosyadi, di Bandung, Jumat (14/10) menyebutkan, selama ini bibit tanaman jarak pagar yang dinilai kualitasnya paling cocok, masih sangat terbatas. Sebab sebelumnya belum ada perencanaan secara matang di Indonesia, atas penggunaan minyak biji jarak sebagai bahan bakar alternatif.
"Di Jabar saja, pohon Jabar umumnya hanya bersifat tumbuhan, kalau pun sebagai tanaman biasanya hanya sebatas penghias kuburan. Padahal jika penanaman jarak digalakkan sejak lama, manfaatnya bukan hanya sebagai bahan baku biodiesel juga untuk konservasi lingkungan," katanya.
Untuk pengembangan yang dilakukan HKTI Jabar saja, harus mendatangkan biji jarak dari Nusa Tenggara Timur. Itu pun jumlahnya terbatas, hanya memperoleh 1 kuintal yang kami perhitungkan hanya mencukupi maksimal 100 hektare.
Upaya pemenuhan kebutuhan secara lokal, menurut Imron, sebenarnya sedang diinventarisasi HKTI Jabar. Misalnya, dengan menyusuri sejumlah daerah yang secara historis pernah menjadi pusat penanaman jarak pagar pada zaman Jepang, misalnya di sekitar Bandara Nusa Wiru, di Pangandaran-Parigi Ciamis.
Pada bagian lain dijelaskannya, sebagian besar lokasi di Jabar dinilai potensial untuk ditanami jarak pagar. Ini karena syarat tumbuh pohon jarak rata-rata sama dengan fisik daerah Jabar, sekira 1.200 meter di atas permukaan laut.
Untuk lokasi dan karakteristik daerah di Jabar, berdasarkan perhitungan Litbang HKTI Jabar, jika ditanam secara monokultur, dalam 1 hektare dihasilkan 3-4 ton biji jarak, sedangkan secara tumpang sari sekira 1,5-2 ton hektare. Sedangkan pola penanaman jarak yang saat ini paling memungkinkan, adalah dengan kemitraan dengan petani.
Baik Imron Rosyadi, maupun Ketua Umum Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jabar-Banten, Dede Suganda Adiwinata, memperkirakan, ke depannya, pohon jarak akan cukup mampu mengatasi kebutuhan sendiri perkebunan teh atas cadangan bahan bakar untuk pabrik pengolah. Ini jika pohon jarak kemudian dibudidayakan secara besar-besaran sebagai tanaman pendukung oleh pihak perkebunan.
"Apalagi masih banyak lahan cadangan di perkebunan teh, yang sebenarnya dapat ditanami jarak. Di samping pemanfaatan lahan, nantinya akan mampu saling melengkapi, sehingga pabrik pengolah teh tak terlalu lagi bergantung kepada bahan bakar solar," kata Dede. (
 
Back
Top