Kisah Korban Tsunami, Kehilangan 3 Putri, Dapat 3 Putri Kembar

Kalina

Moderator
Istri Pertama Guru, Istri Baru Juga Guru
Darmi bin Tengku Cut Haji kehilangan segala-galanya, termasuk tiga putri kesayangannya, saat tsunami menerjang Aceh lalu. Dua tahun lebih berlalu, dia mendapatkan kompensasi. Tiga anaknya kini telah "kembali".

ZIDNI SESILIA, Banda Aceh

DARMI bin Tengku Cut Haji bersyukur punya semangat tinggi. Kalau tidak, mungkin dia sudah gila. Bayangkan, bencana tsunami pada 26 Desember 2004 telah menyeret rumah tempat tinggal keluarganya di Aspol Lamjame, Kecamatan Jayabaru, Banda Aceh.

Tak hanya itu. Bencana tersebut juga merenggut nyawa empat orang yang dia cintai. Yaitu, istrinya, Mursyidah, 38, dan tiga anaknya, Rizky Diana, 11; Munira Ulfa, 11; dan si bungsu Navara Zikra, 4.

Bertahan hidup sendiri tanpa rumah setelah bencana besar bukan hal yang mudah bagi pria 44 tahun itu. "Saya berusaha untuk tidak putus asa," katanya.

Awalnya, Darmi mengharapkan istri dan ketiga anaknya menjadi korban hidup seperti dirinya. Semangat itulah yang mendorong dia terus mencari keberadaan mereka. "Saya sering mencari istri dan anak saya yang hilang di sekolah. Sebab, istri saya (Mursyidah) adalah guru," tuturnya.

Suatu saat, kata Darmi, dirinya masuk ke SD 101 Lamjane untuk menanyakan kemungkinan menemukan keluarganya di sana. Namun, bukan kabar istri dan ketiga putrinya yang dia peroleh.

"Saya bertemu dengan Mariati di sana. Yang mengenalkan Bu Fatimah, yang saat itu wakil kepala sekolah," katanya.

Setelah mendapatkan kepastian bahwa keluarganya tewas dalam musibah tersebut, perkenalan Darmi dengan wanita 16 tahun lebih muda itu berlanjut. Setelah sembilan bulan "membujang", Darmi menikahi gadis asal Desa Punge Ujung, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, itu. "Saya suka dia karena seperti istri saya sebelumnya, dia juga seorang guru," tuturnya.

Darmi yakin, pernikahan kedua itu "direstui" oleh almarhumah istri dan ketiga putrinya. Buktinya, tak berapa lama kemudian Mariati hamil. Bahkan, pada 21 Februari lalu, dia dikaruniai tiga bayi perempuan kembar.

"Ini merupakan rahmat sekaligus sebagai pengganti anak saya yang hilang. Allah telah mengembalikan ketiga anak saya yang juga perempuan," kata Darmi.

Awalnya, Mariati maupun Darmi tidak menyangka bayinya akan kembar tiga. Namun, pada bulan ketiga usia kehamilan, istrinya diperiksa (USG) di klinik Cempaka Lima, Lamprit, Banda Aceh. "Di situlah ketahuan bayi kembar tiga dan, alhamdulillah, lahir dengan selamat," tambahnya.

Ketiga bayi lucu itu dilahirkan secara normal. Padahal, sebelumnya, dokter merekomendasikan operasi caesar. "Bahagia juga karena tidak jadi operasi caesar. Kalau operasi jadi, tidak tahu biayanya berapa. Ini saja sudah seminggu di sini belum tahu berapa biayanya," tutur Darmi sembari tersenyum.

Ketika ditemui Rakyat Aceh (Grup Jawa Pos) kemarin, kondisi Mariati, sang ibu, di RS Permata Hati di Meuraksa, Ule-Lhe, juga sehat. Bagi Mariati, bayi kembar tiga itu merupakan buah hati pertamanya. Wanita yang mengenakan kemeja, sarung, dan kaus kaki putih tersebut menempelkan "ramuan" yang banyak dipakai wanita usai bersalin di dahinya.

Tak berapa lama, Mariati yang didampingi kakak kandung Darmi, Hanifah, tampak kerepotan saat ASI mulai menetes. Mariati kemudian "memeras" ASI-nya dengan alat yang disediakan rumah sakit. ASI tersebut dipindahkan ke botol susu untuk diberikan kepada tiga bayinya yang berada di ruang terpisah.

Mariati bangga bisa memberikan tiga bayi perempuan sekaligus kepada suaminya yang kehilangan tiga putri dari istri terdahulu. Pada saat hamil, dia mengaku tidak merasakan keanehan. Bahkan, dia juga tidak ngidam macam-macam. "Ada yang tidak bisa saya penuhi. Dia minta manggis, padahal belum musimnya," kata Darmi menimpali sang istri.

Menurut Mariati, pada hari pertama setelah melahirkan, dia tidak mampu memberikan ASI. Akibatnya, bayinya diberi susu kaleng oleh dokter yang merawatnya. Baru setelah Mariati mendapatkan perawatan dokter, ASI mulai lancar. "Saya susui dua jam sekali secara bergantian. Kadang juga pakai botol," katanya kemudian tersenyum malu-malu.

Wanita itu juga bisa mengunjungi anaknya yang dirawat di ruang perinatologi yang berjarak delapan meter dari kamarnya. Mariati tidak kesulitan membedakan tiga putri kembarnya tersebut.

Dia juga tidak cemburu jika dalam perkawinannya itu, Darmi masih sering mengaitkannya dengan kenangan bersama istri pertama dan anak-anaknya dulu. Nama putri pertamanya, Navara Ulfa, yang saat lahir berbobot 1.500 gram, misalnya, merupakan gabungan anak kedua dan ketiga dari istri pertama. "Bang Darmi ingin mengenang dua anaknya yang hilang pascamusibah tsunami," katanya.

Putri kedua memiliki tubuh agak kecil dengan berat 1.100 gram dan diberi nama Khairunnisa. Bayi ketiga, Asmaul Husna, lebih besar dengan berat 1.600 gram. Bayi-bayi itu diberi nama oleh suami bidan yang menangani persalinan ketiganya.

Suami istri yang disatukan pascamusibah tsunami itu sekarang menetap di kompleks Polri Lambaro, Aceh Besar. Darmi berharap ketiga bayinya yang sudah seminggu lebih di inkubator itu bisa keluar dalam keadaan sehat.

"Bayi agak rewel, mulai menangis-nangis. Ini menunjukkan perkembangan yang baik," kata Riska, bidan yang merawatnya, kepada Rakyat Aceh.
 
Back
Top