Dianggap Cari Simpati

Kalina

Moderator
Soal Hasil Revisi PP 37/2006
JEMBER - Meski hasil revisi PP 37/2006 terkesan menguntungkan kalangan DPRD, tak semua anggota dewan sepakat dengan hasil revisi itu. Bahkan, Anis Hidayatullah, anggota DPRD Jember dari Fraksi PDIP menilai hasil revisi itu sebagai bentuk penyelesaian adat dari pemerintah pusat.

Menurut Dayat -panggilan akrabnya-, hasil revisi PP 37/2006 itu menjadi bukti pemerintah tidak pernah bersikap tegas. Bahkan, dia menilai pemerintah kembali menunjukkan ketidakkonsistenan. "Membaca berita soal hasil revisi PP 37/2006 itu, pemerintah terlihat ambivalen dan mendua," tegasnya di kantor dewan kemarin.

Ambivalen yang dimaksud, di satu sisi pemerintah ingin meraih simpati rakyat. Caranya dengan meminta anggota dewan untuk mengembalikan rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI). Tapi, di lain sisi, pemerintah ingin memberi kemudahan pada anggota dewan dengan memperpanjang masa pengembalian hingga 2009 dan dicicil dengan cara memotong gaji bulanan.

Dia mengatakan, sejak anggota dewan menerima TKI, masyarakat menghujat habis-habisan para wakil rakyat. "Kami ini sudah dicap sebagai perampok uang rakyat. Lha kalau memang perampok, kok disuruh mengembalikan dengan dicicil dan waktunya lama sekali. Kalau memang dianggap perampok, ya sudah hasil rampokan itu kembalikan semua, cash," tegasnya dengan nada tinggi.

Dayat memang terlihat kesal dengan sikap pemerintah yang dinilai tak tegas dan tidak konsisten itu. Bahkan, terang-terangan Dayat menilai hasil revisi PP 37/2006 itu merupakan penyelesaian adat yang dilakukan presiden agar tetap mendapat simpati dari rakyat dan anggota DPRD. "Cara presiden mendamaikan Yusril dan Ruki dipakai lagi dalam PP 37/2006 ini," tandasnya.

Secara pribadi, dia ingin mengembalikan semua rapelan yang diterimanya dengan uang kontan dan langsung lunas. Dayat mengaku, sikapnya juga atas desakan istrinya yang tak ingin menanggung beban dalam jangka waktu lama.

Lalu bagaimana jika pemerintah tak mengatur cara pengembalian rapelan dengan uang kontan dan langsung lunas? "Itu dia yang membuat saya bingung. Pemerintah harus memberi solusi bagi anggota dewan yang ingin mengembalikan rapelan itu dengan uang kontan dan lunas," tukas anggota komisi A ini.

Anggota dewan yang lain, Misbahus Salam menyatakan, dia tak terlalu peduli dengan sikap pemerintah yang memperpanjang masa pengembalian rapelan itu. Dia juga sependapat dengan Dayat bahwa pemerintah kembali menunjukkan sikap yang tak konsisten. "Bagi saya itu tak terlalu penting, termasuk pengembalian dengan potong gaji. Itu masalah teknis. Prinsipnya kan tetap harus dikembalikan," kata bendahara FKB ini.

Sementara itu, sikap beberapa anggota dewan yang menilai presiden tidak konsisten, dibantah Saptono Yusuf, anggota dewan dari Partai Demokrat yang menjadi pendukung setia presiden SBY. Menurut dia, hasil revisi PP 37/2006 itu justru meringankan dan menguntungkan bagi anggota dewan. "Kalau ada yang mempertanyakan, justru dia sendiri yang layak dipertanyakan," katanya.

Menurut dia, hasil revisi PP 37/2006 itu justru menunjukkan pemerintah telah bersikap bijaksana. Pemerintah bisa memahami kesulitan anggota dewan jika harus mengembalikan rapelan dengan uang kontan dengan jangka waktu yang pendek. "Mestinya berterima kasih pada pemerintah dong," tandasnya.

Di lain pihak, sebagian anggota dewan justru menyambut baik konsep revisi PP 37/2006 itu. Abdul Ghafur, anggota DPRD dari PAN menilai, hasil revisi itu sangat menguntungkan dewan. Ada rencana mengembil kembali rapelan Rp 30 juta yang telanjur dititipkan pada sekretriat dewan? "Saya tidak ada rencana mengambil kembali uang itu. Saya memang niat mencicil. Setidaknya potongan gaji saya tidak terlalu besar," ujarnya seraya tersenyum.
 
Back
Top