Polwan Berjilbab, Bisa Bertugas?

d-net

Mod
13854130322088186969.jpg

Lagi ramai dibahas tentang polisi wanita berjilbab. Ada yang pro dan ada yang kontra. Mengenakan jilbab memang merupakan hak asasi tiap orang, tapi apakah pantas pada sebuah jabatan pelayanan publik yang membutuhkan fleksibilitas tinggi seperti polisi mengenakan jilbab.

Memang ada yang menyatakan bahwa wanita hukumnya wajib mengenakan jilbab, walau ada yang menyatakan tidak wajib juga. Mengenakan jilbab adalah pilihan bagi muslimah. Untuk yang menyatakan wajib, mengenakan jilbab adalah salah satu upaya memenuhi hukum agama.

Tapi coba ditelaah, seorang polisi wanita yang mempunyai tugas melayani masyarakat dimana menempatkan diri sebagai seorang muslimah yang taat dengan hukum agama. Apakah jika menghadapi kondisi tertentu dapat tetap memegang teguh hukum agama, ataukah dengan terpaksa bertoleransi?

Dikatakan dalam hadits, dimana cukup banyak ditemukan, bahwa diharamkan untuk wanita dan pria yang bukan muhrim saling bersentuhan. Ini adalah salah satu contoh hukum agama.

Kondisinya ada kecelakaan di jalan raya. Korban adalah lelaki. Apakah bisa seorang Polwan Berjilbab menyentuh sang korban? Atau harus menunggu polisi laki-laki? keburu modar dong sang korban.

Atau ada kejadian polwan berjilbab menghadang penjahat. Lantas si penjahat berteriak; “Jangan sentuh! kita bukan muhrim!”. Apa yang akan dilakukan polwan berjilbab? Menangkap si penjahat tanpa menyentuh? bisa kok.. tembak ditempat! Apa harus demikian?

Intinya, tempatkan diri pada posisinya. Pada saat memasuki sebuah organisasi atau lembaga yang menuntut kinerja maksimal dari anggotanya, seseorang harus mengikuti apa yang sudah ditetapkan. Jika tidak bisa ya sebaiknya tidak memasukinya.

Awalnya kepolisian melarang polwan berjilbab. Lalu kenapa masih juga masuk lembaga itu? Mau merubah aturan sebuah lembaga? memang mungkin bisa (dan terbukti sekarang bisa). Tapi menempatkan aturan hukum agama di sebuah lembaga yang mempunyai ketetapan hukum tersendiri adalah sebuah pemaksaan.

Kita lihat saja. Apakah mungkin seorang polwan berjilbab bisa mematuhi hukum agama untuk tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya?


sumber: kompasiana
 
Back
Top