Nama Domain bukan Merk

indonesiaindonesia

Administrator
Tanggal: 25 Sep 2000
Sumber: JawaPos


NamaDomain.com, Bagaimana sebenarnya carut marut nama domain ini? Simak ulasan Edmon Makarim, SH, S.Komp., pengajar hukum dan komputer fakultas Hukum Universitas Indonesia. "Keberadaan nama domain tidak sama dengan merk.

"Nama domain hanya alamat dan nama dalm berkomunikasi di internet. Artinya, jelasnya, tidak ada indikasi yang menyatakan nama domain sebagai properti dari si pengguna". "Pasalnya, hak yang ada hanyalah hak keanggotaan dalam jaringan," jelasnya.

Betapapun, lanjutnya ini ternyata dipahami lain akibat nilai komersial yang ada padanya. Tapi, jangan lupa kalau pada awalnya, internet hanya medium komunikasi saling bertukar informasi, meski belakangan digunakan untuk bertransaksi.

Maka, mekanisme Firs Come, First Served (datang pertama, dilayani pertama) berlaku. Maksudnya, tiap orang berhak menggunakan nama yang disukai di internet. "Jadi, internet bersifat terbuka, tidak satu negara pun berhak mengklaim atau mengaturnya," ujarnya.

Yang boleh diatur negara, adalah dampak dari penggunaan. Tidak bolehg ada regulasi yang menghambat keberadaannya. Maksudnya, pemeriksaan terhadap pemohon nama domain bersifat formal bukan materi.

Ini berbeda dengan merk. Sebagaimana diketahui, hak atas merk-tanda dalam bentuk huruf, angka, haris, warna atau carut marut dari semua unsur tersebut. Merk mempunyai daya pembeda dan diterapkan dalam industri/perdagangan-adalah hak yang diberikan negara kepada si pemegang merk.

Jadi, lanjut Wakil Ketua Lembaga Kajian Hukum Teknologi FHUI, hak itu ada karena diberikan negara kepada si pemohon merk. Efeknya, negara berhak melakukan pemeriksaan substantif. Jika tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, maka si pemohon tidak mempunyai hak atas merk tersebut. "Merk sangatlah berbeda dengan nama domain."ungkapnya.

Namun tak bisa dipungkiri kalau komersialisasi melanda internet. Penggunaan nama domain sering ada udang dibalik batu. Caranya, dengan menggunakan nama atau merk yang terkenal. Harapannya, situsnya jadi mudah dicari, lebih jauh lagi, bahkan bertindak seolah-oleh si pemegang merk sendiri.

Bahkan, ada yang sengaja mengambil domain tertentu untuk nantinya dijual kembali dengan keuntungan besar kepada pihak yang sebenarnya lebih intuitif untuk menggunakannya (cybersquatters).

Ringkasnya, semua ingin memakai nama domain yang intituitif dengan keberadan dirinya. Buntutnya terjadi perebutan dengan alasan lebih berhak. Maka, pengacara yang menggunakan kaidah yang berlaku dalam merk, dalam beberapa hal memang dapat digunakan "merk"-nya harus membuktikan pihak lain beritikad tidak bauk" di peradilan. Lantas, baru melaporkannya kepada pihak yang meregistrasikan untuk dihentikan atau dialihkan penggunaannya. Di negeri Paman Sam, hal ini diatur oleh anti cybersquatting act.
 
Back
Top