Membangunkan Nurani Dengan Rajin Membaca KITAB SARASSAMUSCAYA

indo-afiliasi

New member
Kitab Sarasamuscaya adalah kitab yang disusun oleh Bhagawan Wararuci yang berjumlah 511 sloka. Kitab Sarasamuscaya di perkirakan di susun pada abad 9-10 dengan bahasa Sansekerta dengan terjemahan Bahasa Kawi (Jawa Kuno).
Kitab Sarasamuscaya merupakan kitab yang berisi sloka-sloka yang dapat membangunkan Nurani kita sebagai umat manusia. Kitab Sarasamucaya popular di kalangan umat Hindu Indonesia namun nyaris tidak di kenal di tempat lain.
Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan dan membuka hati setiap umat manusia.
 
belum paham betul ritual2 umat hindu. yg sering tak lihat suka naruh sesaji di patung2 dewa yg dipuja. pikirku .. andai sesajian dibagi2 ke tetangga kan ga terbuang percuma? cmiw.
 
Kitab Sarasamuscaya adalah kitab yang disusun oleh Bhagawan Wararuci yang berjumlah 511 sloka. Kitab Sarasamuscaya di perkirakan di susun pada abad 9-10 dengan bahasa Sansekerta dengan terjemahan Bahasa Kawi (Jawa Kuno).
Kitab Sarasamuscaya merupakan kitab yang berisi sloka-sloka yang dapat membangunkan Nurani kita sebagai umat manusia. Kitab Sarasamucaya popular di kalangan umat Hindu Indonesia namun nyaris tidak di kenal di tempat lain.
Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan dan membuka hati setiap umat manusia.
wah jadi cuma dikenal di indonesia aja?
 
Sarassamuccaya Sloka 46

"Adapun orang yang samasekali tidak melakukan laksana dharma, adalah seperti padi yang hampa atau telor busuk, kenyataannya ada, tapi tiada gunanya".

---₹---
Manusia dikatakan sebagai mahluk tertinggi yang mendiami planet bumi. Karena manusia sangat beda dengan mahluk lainnya, manusia memiliki akal pikiran/jnana, kecerdasan/buddhi yang bisa digunakan untuk memilah dan memilih selanjutnya melakukan sesuatu yang bermanfaat (dharma), bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi orang lain dan bermanfaat bagi alam sekitarnya, juga alam samesta secara menyeluruh.

Tidak pernah melakukan sesuatu yang baik (dharma), Mereka itu semua diibaratkan seperti padi yang hampa, dia ada tapi tidak memberikan biji yang bisa dijadikan nasi makanan pokok sebagian umat manusia penghuni planet (lokha) ini.
 
Sarassammuccaya sloka 1-24

Om Avighnamastu (salam pembuka)

Adalah seorang maharsi, tidak ada satupun yang tidka beliau tak ketahyui; beliau dihormati oleh triloka/tiga dunia, (bhur loka, bwah loka dan swah loka), dan dapat melenyapkan kegelapan pikiran sekalian mahluk; beliau putra dari Dewi Satyawati, dari pertemuannya dengan Bhagavan Parasara, yang dilahirkan di tengah-tengah pulau Kresna; Bhagavan Abyasa nama beliau, Beliau patut hamba sembah, sebelum hamba mengutarakan saripati sastra karya beliau.

Akan keutamaannya sebagai misal samudera dan gunung Himalaya yang penuh berisi emas, permata serba mulia; demikianlah mutu seluruh bagian Mahabharata, yang disusun beliau, yang dapat mematangkan rasa utama, seperti rahasia batin yang tinggi.

Adapun keutamaan cerita-cerita Mahabharata yang senantiasa menjadi sumber kehidupan para pujangga-pujangga utama adalah seperti misal seorang raja yang berbudi luhur, yang merupakan sumber perlindungan rakyat yang mengusahakan hidup sejahtera.

Adapun pustaka Mahabharata ini lahir dari budi luhur sang pujangga, sebagai halnya dunia tiga, yang terbentuk dari lima unsur utama (panca maha butha: air, api, tanah, angin, ruang/akasa)

Tidak akan ada sastra di dunia, jika tidak ada bantuan dari ajaran Bhagavan Byasa, seperti halnya tubuh manusia tidak akan ada, jika tidak ada bantuan makanan.

Dan ada lagi keutamaan yang lain; jika seseorang telah mendengarkan kesedapan rasa puitis sastra suci itu, sekali-kali ia tidak akan berkemauan untuk mendengarkan cerita-cerita lain, termasuk nyanyian-nyanyian rebab, seruling dan lain-lain semacam itu, sebagai misalnya orang yang sudah pernah mendengarkan keindahan suara burung kutilang, yang telah meresap ke dalam hatinya, keindahan suara burung itu dan dapat membangkitkan kesenangan hatinya, tidak ada kemungkinan ia berkemauan mendengarkan kengerian suara burung gagak, demikian kata Bhagavan Wararuci menghormati Bhagavan Byasa, serta lanjut mengutarakan keutamaan cerita Mahabharata yang dinamai Sarassammuccaya.

Sara artinya: inti sari, samuccaya artinya: himpunan, demikianlah sebabnya maka sarasamuccaya disebut sastra suci, karya Bhagavan Wararuci; inilah yang dipergunakan pituah oleh Bhagavan Waisampayana kepada maharaja Janamejaya pada waktu beliau menceritakan Mahabharata. Ini merupakan asal usul dari Sarasamuccaya.
 
Sloka 1 :
Anakku Janamejaya, segala ajaran tentang caturwarga (Dharma, Artha, Kama dan Moksa), baikpun sumber, maupun uraian arti dan tafsirnya, ada terdapat di sini; singkatnya, segala yang terdapat di sini akan terdapat dalam sastra lain; yang tidak terdapat di sini tidak akan terdapat dalam sastra lain dari sastra ini (tentang catur warga).

Sloka 2 :
Diantara segala mahluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan baik; segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah guna (pahalanya) menjadi manusia.

Sloka 3 :
Oleh karena itu janganlah sekali-sekali bersedih hati; sekalipun hidupmu tidak makmur; dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun.

Sloka 4 :
Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

Sloka 5 :
Adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik, (orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat neraka-loka; apabila ia meninggal dunia, maka dia dianggap sebagai orang sakit yang pergi ke suatu tempat dimana tidak ada obat-obatan; kenyataannya ia selalu tidak dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya.

Sloka 6 :
Kesimpulannya pergunakannlah sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan ynag sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi itulah hendaknya dilakukan.

Sloka 7 :
Sebab kelahiran menjadi manusia sekarang ini, adalah kesempatan melakukan kerja baik ataupun buruk, yang hasilnya akan dinikmati di akhirat; artinya, kerja baik ataupun buruk sekarang ini, di akhirat sesungguhnya dikecap akan buah hasilnya itu; setelah selesai menikmatinya; menitislah pengecap itu lagi; maka turutlah bekas-bekas hasil perbuatannya; wasana disebut sangskara, sisa-sisa yang tinggal sedikit dari bau sesuatu yang masih bekas-bekasnya saja, yang diikuti (peng) hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga maupun dari kawah neraka; adapun perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan diakhirat, tidaklah itu berakibat sesuatu apapun, oleh karena yang sangat menentukan adalah perbuatan baik atau buruk yang dilakukan sekarang juga.

Sloka 8 :
Kelahiran menjadi manusia (orang) pendek dan cepat keadaannya itu, tak ubahnya dengan gerlapan kilat, dan amat sukar pula untuk diperoleh; oleh karenanya itu, gunakanlah sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia ini untuk melakukan penuaian dharma, yang menyebabkan musnahnya proses lahir dan mati, sehingga berhasil mencapai sorga.

Slola 9 :
Bila ada yang beroleh kesempatan menjadi manusia (orang), ingkar akan pelaksanaan dharma; sebaliknya amat suka ia mengejar harta dan kepuasan napsu serta berhati tamak; orang itu disebut kesasar, tersesat dari jalan yang benar.

Sloka 10 :
Yang dapat menjelma menjadi orang (manusia); meskipun ia telah dapat memperdalam pelaksanaan dharma; namun tidak terlepas dari proses lahir dan mati; orang semacam itu, masih sengsara namanya.

Sloka 11 :
Itulah sebabnya hamba, melambai-lambai; berseru-seru, memberi ingat; kata hamba; “dalam mencari artha dan kama itu hendaklah selalu dialasi dharma; jangan sekali-kali bertindak bertentangan dengan dharma” demikianlah kata hamba; namun demikian, tidak ada yang memperhatikannya; oleh karena katanya, adalah sukar berbuat atau bertindak bersandarkan dharma, apa gerangan sebabnya.

Sloka 12 :
Pada hakekatnya, jika artha dan kama yang dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.

sloka 13 :
Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji, dan disanjung olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan; beliau tidak menyangjung orang kaya, dan orang yang selalu berahi cinta wanita; sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa nafsu itu.

sloka 14 :
Yang disebut dharma, adalah jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.

sloka 15 :
Usaha tekun pada kerja mencari kama, artha dan moksa, dapat terjadi adakalanya tidak berhasil; akan tetapi usaha tekun pada pelaksanaan dharma, tak tersangsikan lagi, pasti berhasil sekalipun baru hanya dalam angan-angan saja.
 
sloka 16 :
Seperti prilaku matahari terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, adalah memusnahkan segala macam dosa.

sloka 17 :
Segala orang, baik golongan rendah, menengah atau tinggi, selama kerja baik menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan memperolehnya.

sloka 18 :
Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagadhita itu.

sloka 19 :
Adalah orang yang tidak bimbang, bahkan budinya tetap teguh untuk mengikuti jalannya pelaksanaan dharma; orang itulah sangat bahagia, kata orang berilmu, dan tidak akan menyebabkan kaum kerabat dan handai taulannya bersedih hati, meski sampai berkelana meminta-minta sedekah untuk menyambung hidupnya.

sloka 20 :
Maka pada hakekatnya, seperti air yang menggenangi tebu, bukan hanya tebu itu saja yang mendapat air melainkan turut sampai kepada rumput, tanaman menjalar dan lain-lain sejenisnya, serta segala tanaman-tanaman di dekat tanaman tebu itupun mendapat air pula; demikianlah orang yang melaksanakan dharma; diperolehnya pula serta artha, kama dan yasa (kemegahan).

sloka 21 :
Maka orang yang melakukan perbuatan baik, kelahirannya dari sorga kelak menjadi orang yang rupawan, gunawan, muliawan, hartawan, dan berkekuasaan; buah hasil perbutan yang baik, didapat olehnya.

Sloka 22 :
Lagi pula meski di semak-semak, di hutan, di jurang di tempat-tempat yang berbahaya, di segala tempat yang dapat menimbulkan kesusahan, baik di dalam peperangan, sekalipun tidak akan timbul bahaya menimpa orang yang senantiasa melaksanakan dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang melindungi.

Sloka 23 :
Dan lagi, striratna yaitu wanita cantik, yang tampan tampaknya mengenakan pakaian yang bagaimanapun, dapat membuat senangnya kaum pria; rumah bagus, terutama rumah besar bertingkat yang beratap datar (tempat mencari angin); yang penuh dengan pelbagai kenikmatan; seperti bahan-bahan pakaian dan sejenisnya, yang tak ternilai harganya, kesemuanya itu dapat dimiliki oleh orang yang berbuat kebajikan.

sloka 24 :
Sebab kekuatan, perbekalan dan pengangkutan, akan mendatangkan dirinya sendiri kepada orang yang berbuat jasa atau kebaktian, sebagai kebiasaan katak yang pergi mendekatkan dirinya ke sumur, dan sebagai burung yang mendekatkan dirinya sendiri ke telaga.

….bersambung…
 
Back
Top