spirit
Mod
Akhirnya, teka-teka pasangan capres-cawapres yang akan maju dalam Pilpres 2014 semakin terang benderang. Upaya untuk membentuk poros ketiga yang merupakan gabungan dari Partai Demokrat dengan Partai Golkar, tampaknya akan buyar setelah Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham hadir dalam deklarasi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa dan menyatakan Aburizal Bakrie sebagai mandataris Rapimnas Partai Golkar menegaskan Golkar akan mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
Sementara itu, sekarang ini tinggal Partai Demokrat dan PKPI yang 'belum menemukan jodohnya'. Kalaupun kedua parpol ini berkoalisi, juga tidak memenuhi syarat untuk maju dalam Pilpres mendatang. Pilihan bagi Partai Demokrat saat ini adalah menjadi oposisi untuk pertama kalinya ataupun bergabung dengan Partai Gerindra, karena untuk bergabung ke PDIP tampaknya Partai Demokrat akan mendapatkan kesulitan, karena 'kebencian' Megawati Soekarnoputri kepada SBY menurut rumors yang berkembang belum berakhir.
Sementara itu, opsi bagi Partai Demokrat untuk membentuk poros ketiga bersama Partai Golkar, sudah terjawab kegagalannya pada saat deklarasi pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Penulis sendiri memperkirakan, Partai Demokrat akan bergabung dengan koalisi Partai Gerindra, karena koalisi Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Golkar dianggap untuk saat ini paling dapat memahami keinginan SBY dan Partai Demokrat, apalagi cawapres Hatta Radjasa memiliki hubungan keluarga dengan Presiden SBY. Artinya, untuk 'kepentingan strategis' ke depan termasuk kepentingan membawa SBY terpilih sebagai Sekjen PBB, menurut rumors yang berkembang akan dapat terealisasi jika SBY mendukung Prabowo sebagai Presiden RI mendatang.
Matangnya Berpolitik Prabowo
Terbentuknya koalisi yang dapat mempersatukan berbagai parpol dengan beragam ideologi dan cita-cita perjuangan bukanlah pekerjaan yang mudah, dan keberhasilan koalisi Gerindra-PPP-PAN-PKS-Golkar dan PBB jelas menggambarkan bagaimana kematangan berpolitik dari sosok Prabowo Subianto dibandingkan figur-figur politik yang muncul menjelang Pilpres 2014 ini.
Kematangan berpolitik Prabowo Subianto diawali dengan ketenangannya dalam membaca peta politik hasil Pemilu Legislatif 2014, di mana mantan Danjen Kopassus ini tetap bersikap tenang, mengamati perkembangan yang terjadi dan terus melakukan penggalangan serta yang terpenting tidak grusa grusu atau keburu nafsu. Namun dengan perhitungan yang tepat, Prabowo Subianto terus mengukur kekuatannya dan kelemahan lawannya.
'Naluri dan strategi berperangnya' betul-betul diterapkan dengan mengedepankan wejangan Sun Tzu, jagoan strategi perang dari Tiongkok. Sun Tzu berkata, "Kamu tidak akan khawatir dengan hasil seribu peperangan, jika kamu mengetahui kekuatan dan kelemahanmu serta kekuatan dan kelemahan lawanmu”.
Dengan hanya mendapatkan 11,81% pada hasil Pileg 2014 telah cukup buat Prabowo Subianto untuk menawarkan diri sebagai Presiden mendatang. Mungkin juga ditopang dengan kekayaannya (karena seperti kita ketahui bahwa Prabowo Subianto berasal dari keluarga berada, bahkan kakeknya konon adalah pendiri salah satu bank nasional yang sangat berkembang sekarang ini), serta ditopang dengan kehandalannya dalam menggalang lawan menjadi kawan atau setidaknya membuat lawan tidak melakukan penyerangan terhadap dirinya, Prabowo akhirnya membuktikan dapat menggalang semua lawan-lawan politiknya menjadi mitra kerja dengan pernyataan yang sangat bijak bahwa posisi semua parpol yang bergabung dengan dirinya adalah sama kuat.
Di samping itu, Prabowo Subianto juga memuji keberhasilan pemerintahan SBY-Boediono, sebuah pernyataan yang secara tidak langsung dapat membuat luluh hati Partai Demokrat dan menimbulkan simpati kepada Prabowo, namun juga merupakan pernyataan yang bijaksana untuk meredam memanaskan tensi politik menjelang Pilpres 2014. Bukti lainnya kehebatan penggalangan yang dilakukan Prabowo dan mesin politiknya adalah bagaimana mahasiswa Trisakti mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2014 dan tidak mempermasalahkan kasus Trisakti 1997 yang jika dicermati secara utuh memang tidak pantas dipersalahkan kepada Prabowo.
Selain itu, beberapa tokoh penting yang sebelumnya membela parpol lain yang tidak berkoalisi dengan Prabowo, akhirnya 'berhasil' digalang untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Hatta antara lain, mantan Ketua MK Mahfud MD yang kata Waketum Gerindra Fadli Zon akan menjadi ketua tim pemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Tidak hanya itu saja, Hary Tanoesoedibjo yang masih menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura dan Ketua Bapilu Hanura bergerak sendiri mendukung pencapresan Prabowo Subianto berbeda langkah dengan Wiranto yang mendukung Jokowi.
Bahkan, Hary Tanoe kemarin malah menghadiri rapat parpol koalisi pengusung Prabowo di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Bahkan, rumors yang beredar di kalangan wartawan juga menyebutkan 'raja media' lainnya yaitu Dahlan Iskan disebut-sebut akan bergabung dengan Prabowo Subianto. Sosok Prabowo tampaknya juga sosok yang gampang untuk menerima perubahan dan cepat menyelaraskan diri dengan perubahan. Rumors yang berkembang di kalangan aktivis dan media selama ini menyebut Prabowo Subianto dengan 'tukang marah', namun perlahan dan pasti image 'tukang marah' tersebut dihapus oleh Prabowo dengan semakin intens berkomunikasi, berdialog dan mudah ditemui untuk wawancara dengan awak media.
Keuntungan lainnya yang diperoleh Prabowo adalah diam-diam mendapatkan simpati dari rakyat, karena sebagai tokoh yang 'terzalimi' dengan pembatalan sepihak dari kasus perjanjian Batu Tulis, Prabowo juga tidak pernah menyerang balik kelompok yang mengkritiknya habis-habisan di media sosial, karena mungkin Prabowo menyadari bahwa media sosial sebagai salah satu penyebar 'naked information' harus disikapi dengan lebih sederhana dan bijaksana melalui perbaikan kinerja, bukan melaporkan kepada pihak berwajib atau penegak hukum.
Dengan bergabungnya banyak parpol ke koalisi yang dibangun Prabowo, menyebabkan juru bicara-juru bicara yang dapat ditampilkan koalisi ini sangat banyak. Dulu ketika di era pemilu legislatif, hanya Fadli Zon yang menjadi 'juru bicara' Gerindra, namun sekarang ini koalisi Prabowo-Hatta Rajasa memiliki banyak juru bicara antara lain, Fachri Hamzah (PKS), Romahurmuzy (PPP), Drajat Wibowo atau Bara Hasibuan (PAN), Indra Piliang (Golkar), Yusril Ihza Mahendra dan MS Ka’ban (PBB). Jika Partai Demokrat bergabung dalam koalisi Prabowo-Hatta, maka Ruhut Sitompul dan Ramadhan Pohan juga dapat menjadi amunisi juru bicara baru bagi koalisi ini, sehingga dengan demikian media massa akan lebih mudah mendapatkan informasi dari koalisi ini.
Dilihat dari perspektif media massa, pasangan Prabowo-Hatta kemungkin juga akan didukung media massa dari MNC Grup milik Harry Tanoesoedibjo, TV One-ANTV milik ARB, dan media massa milik Dahlan Iskan jika DI atau Partai Demokrat berkoalisi dengan Prabowo. Dengan banyaknya dukungan media massa dan isu tentang kebutuhan pemimpin yang tegas bagi Indonesia, maka langkah Prabowo-Hatta diperkirakan cukup mulus pada 9 Juli 2014, walaupun 'the final judge' 9 Juli 2014 tetap warga negara Indonesia. Semoga.
*) Tony Sudibyo adalah peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia, Jakarta. Tinggal di Banten.
Sementara itu, sekarang ini tinggal Partai Demokrat dan PKPI yang 'belum menemukan jodohnya'. Kalaupun kedua parpol ini berkoalisi, juga tidak memenuhi syarat untuk maju dalam Pilpres mendatang. Pilihan bagi Partai Demokrat saat ini adalah menjadi oposisi untuk pertama kalinya ataupun bergabung dengan Partai Gerindra, karena untuk bergabung ke PDIP tampaknya Partai Demokrat akan mendapatkan kesulitan, karena 'kebencian' Megawati Soekarnoputri kepada SBY menurut rumors yang berkembang belum berakhir.
Sementara itu, opsi bagi Partai Demokrat untuk membentuk poros ketiga bersama Partai Golkar, sudah terjawab kegagalannya pada saat deklarasi pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Penulis sendiri memperkirakan, Partai Demokrat akan bergabung dengan koalisi Partai Gerindra, karena koalisi Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Golkar dianggap untuk saat ini paling dapat memahami keinginan SBY dan Partai Demokrat, apalagi cawapres Hatta Radjasa memiliki hubungan keluarga dengan Presiden SBY. Artinya, untuk 'kepentingan strategis' ke depan termasuk kepentingan membawa SBY terpilih sebagai Sekjen PBB, menurut rumors yang berkembang akan dapat terealisasi jika SBY mendukung Prabowo sebagai Presiden RI mendatang.
Matangnya Berpolitik Prabowo
Terbentuknya koalisi yang dapat mempersatukan berbagai parpol dengan beragam ideologi dan cita-cita perjuangan bukanlah pekerjaan yang mudah, dan keberhasilan koalisi Gerindra-PPP-PAN-PKS-Golkar dan PBB jelas menggambarkan bagaimana kematangan berpolitik dari sosok Prabowo Subianto dibandingkan figur-figur politik yang muncul menjelang Pilpres 2014 ini.
Kematangan berpolitik Prabowo Subianto diawali dengan ketenangannya dalam membaca peta politik hasil Pemilu Legislatif 2014, di mana mantan Danjen Kopassus ini tetap bersikap tenang, mengamati perkembangan yang terjadi dan terus melakukan penggalangan serta yang terpenting tidak grusa grusu atau keburu nafsu. Namun dengan perhitungan yang tepat, Prabowo Subianto terus mengukur kekuatannya dan kelemahan lawannya.
'Naluri dan strategi berperangnya' betul-betul diterapkan dengan mengedepankan wejangan Sun Tzu, jagoan strategi perang dari Tiongkok. Sun Tzu berkata, "Kamu tidak akan khawatir dengan hasil seribu peperangan, jika kamu mengetahui kekuatan dan kelemahanmu serta kekuatan dan kelemahan lawanmu”.
Dengan hanya mendapatkan 11,81% pada hasil Pileg 2014 telah cukup buat Prabowo Subianto untuk menawarkan diri sebagai Presiden mendatang. Mungkin juga ditopang dengan kekayaannya (karena seperti kita ketahui bahwa Prabowo Subianto berasal dari keluarga berada, bahkan kakeknya konon adalah pendiri salah satu bank nasional yang sangat berkembang sekarang ini), serta ditopang dengan kehandalannya dalam menggalang lawan menjadi kawan atau setidaknya membuat lawan tidak melakukan penyerangan terhadap dirinya, Prabowo akhirnya membuktikan dapat menggalang semua lawan-lawan politiknya menjadi mitra kerja dengan pernyataan yang sangat bijak bahwa posisi semua parpol yang bergabung dengan dirinya adalah sama kuat.
Di samping itu, Prabowo Subianto juga memuji keberhasilan pemerintahan SBY-Boediono, sebuah pernyataan yang secara tidak langsung dapat membuat luluh hati Partai Demokrat dan menimbulkan simpati kepada Prabowo, namun juga merupakan pernyataan yang bijaksana untuk meredam memanaskan tensi politik menjelang Pilpres 2014. Bukti lainnya kehebatan penggalangan yang dilakukan Prabowo dan mesin politiknya adalah bagaimana mahasiswa Trisakti mendukung Prabowo Subianto sebagai capres 2014 dan tidak mempermasalahkan kasus Trisakti 1997 yang jika dicermati secara utuh memang tidak pantas dipersalahkan kepada Prabowo.
Selain itu, beberapa tokoh penting yang sebelumnya membela parpol lain yang tidak berkoalisi dengan Prabowo, akhirnya 'berhasil' digalang untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Hatta antara lain, mantan Ketua MK Mahfud MD yang kata Waketum Gerindra Fadli Zon akan menjadi ketua tim pemenangan pasangan Prabowo-Hatta. Tidak hanya itu saja, Hary Tanoesoedibjo yang masih menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura dan Ketua Bapilu Hanura bergerak sendiri mendukung pencapresan Prabowo Subianto berbeda langkah dengan Wiranto yang mendukung Jokowi.
Bahkan, Hary Tanoe kemarin malah menghadiri rapat parpol koalisi pengusung Prabowo di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Bahkan, rumors yang beredar di kalangan wartawan juga menyebutkan 'raja media' lainnya yaitu Dahlan Iskan disebut-sebut akan bergabung dengan Prabowo Subianto. Sosok Prabowo tampaknya juga sosok yang gampang untuk menerima perubahan dan cepat menyelaraskan diri dengan perubahan. Rumors yang berkembang di kalangan aktivis dan media selama ini menyebut Prabowo Subianto dengan 'tukang marah', namun perlahan dan pasti image 'tukang marah' tersebut dihapus oleh Prabowo dengan semakin intens berkomunikasi, berdialog dan mudah ditemui untuk wawancara dengan awak media.
Keuntungan lainnya yang diperoleh Prabowo adalah diam-diam mendapatkan simpati dari rakyat, karena sebagai tokoh yang 'terzalimi' dengan pembatalan sepihak dari kasus perjanjian Batu Tulis, Prabowo juga tidak pernah menyerang balik kelompok yang mengkritiknya habis-habisan di media sosial, karena mungkin Prabowo menyadari bahwa media sosial sebagai salah satu penyebar 'naked information' harus disikapi dengan lebih sederhana dan bijaksana melalui perbaikan kinerja, bukan melaporkan kepada pihak berwajib atau penegak hukum.
Dengan bergabungnya banyak parpol ke koalisi yang dibangun Prabowo, menyebabkan juru bicara-juru bicara yang dapat ditampilkan koalisi ini sangat banyak. Dulu ketika di era pemilu legislatif, hanya Fadli Zon yang menjadi 'juru bicara' Gerindra, namun sekarang ini koalisi Prabowo-Hatta Rajasa memiliki banyak juru bicara antara lain, Fachri Hamzah (PKS), Romahurmuzy (PPP), Drajat Wibowo atau Bara Hasibuan (PAN), Indra Piliang (Golkar), Yusril Ihza Mahendra dan MS Ka’ban (PBB). Jika Partai Demokrat bergabung dalam koalisi Prabowo-Hatta, maka Ruhut Sitompul dan Ramadhan Pohan juga dapat menjadi amunisi juru bicara baru bagi koalisi ini, sehingga dengan demikian media massa akan lebih mudah mendapatkan informasi dari koalisi ini.
Dilihat dari perspektif media massa, pasangan Prabowo-Hatta kemungkin juga akan didukung media massa dari MNC Grup milik Harry Tanoesoedibjo, TV One-ANTV milik ARB, dan media massa milik Dahlan Iskan jika DI atau Partai Demokrat berkoalisi dengan Prabowo. Dengan banyaknya dukungan media massa dan isu tentang kebutuhan pemimpin yang tegas bagi Indonesia, maka langkah Prabowo-Hatta diperkirakan cukup mulus pada 9 Juli 2014, walaupun 'the final judge' 9 Juli 2014 tetap warga negara Indonesia. Semoga.
*) Tony Sudibyo adalah peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia, Jakarta. Tinggal di Banten.