Dukun : Profesi Eksklusif, Elit dan Terhormat?

ryujin108

New member
Dukun di Mata Masyarakat
Mendengar istilah “dukun”, banyak orang menyandingkan dengan penilaian negatif. Dukun kerap diidentikan dengan klenik, mistis, dan mitos. Padahal, istilah dukun pada masa dahulu adalah merujuk penyebutan untuk seseorang yang mempunyai kemampuan pengobatan. Seperti istilah dukun sunat, itu adalah brand mark untuk seseorang yang memiliki kemampuan sunat alias mengkhitan. Paraji atau dukun beranak, adalah istilah untuk seorang yang pionir dalam urusan persalinan dan pengurusan bayi. Dukun, dahulu disejajarkan dengan mantri, perbedaannya jika dukun identik dengan seseorang dengan pengobatan tradisionalnya, sedangkan mantri sebutan untuk seseorang yang memiliki kemampuan pengobatan medis dan umumnya mantri lulusan akademis. Di masyarakat tradisional kita, dokter pun lebih dikenal dengan sebutan mantri, perawat semacam suster bahkan dokter hewan juga sering disebut mantri.

Memang identiknya, dukun supranatural sejak dahulu dilabelkan pada seseorang yang berkaitan dengan kemampuan supranatural, sehingga dukun sering dimintai bantuan pengobatan supranatural, menjadi tempat bertanya hal-hal mistis atau ghaib, dan menjadi tempat bertanya soal hitung-hitungan (prediksi) semacam; hari baik untuk sebuah hajat, atau nama baik untuk seorang anak. Penyebutan untuk seseorang yang berkemampuan supranatural di masyarakat kita adalah dukun, dan di era sekarang lebih disesuaikan penyebutannya dengan istilah “paranormal” bahkan dikaitkan dengan sains penyebutan istilahnya bergeser menjadi lebih elite yakni disebut “parapsikolog”.
Perkembangan dukun dapat dijumpai di berbagai belahan benua. Penyebutannya pun beragam seperti; cenayang, bomoh, shaman, kahin, clairvoyant, santeria, dan banyak lagi. Seperti halnya di luar negeri, dukun di masyarakat kita dapat disetarakan dengan dokter, psikiater dan cendekiawan. Bahkan dukun yang penyebutannya bergeser menjadi konsultan supranatural dapat setara dengan konsultan hukum. Perbedaannya, jika konsultan hukum ahli di bidang hukum yuridis di dunia, sedangkan konsultan supranatural expert di bidang hukum kosmos/supranatural. Advis konsultasi dari konsultan supranatural sama berharganya dengan konsultan hukum/lawyer.
Keberadaan dukun dinilai tidak hanya berkenaan dengan masalah supranatural/mistis, namun di dalam aspek sosio-culture dukun dapat berperan menjadi pagar pengaman kebudayaan, cendekiawan pemelihara tatanan filosofi dan kelestarian alam. Seringkali dukun berhubungan dengan mitos, dan dibalik mitos itu sebenarnya separuhnya tersimpan konotasi positif untuk tujuan pelestarian alam dan budaya. Dukun pun dinilai mempunyai “sense” relijius spiritual, misalnya ketika sang dukun mengalami kebuntuan dalam mengobati suatu penyakit atau saat membantu menyelesaikan suatu permasalahan pasiennya, ia bersemadi mengharap ilham atau petunjuk dari Sang Pencipta.

Musyrikkah bila kita meminta bantuan dukun? Pertanyaan seperti itu agak tepat jawabannya dengan counter ask alias pertanyaan tandingan; musyrikkah bila kita meminta bantuan dokter? Penilaian musyrik tidaknya bukan bergantung pada objek yang diimintai pertolongan (dukun atau dokter), tapi derajat keyakinan kita. Bila sepenuhnya percaya bahwa dukun yang menyelesaikan permasalahan dan mengobati penyakit, lalu kita lupa pada eksistensi Yang Mahakuasa, itu baru bisa dikatakan musyrik. Sama halnya ketika kita berobat pada dokter, lantas kita mempercayai sumber kesembuhan itu dari dokter atau obat yang dikonsumsi, lantas kita melupakan kuasa Tuhan di balik kesembuhan itu, itu musyrik yang sering tak kita sadari. Tidaklah dikategorikan musyrik bila kita meminta bantuan dukun ataupun dokter dengan sebuah keyakinan bahwa baik dukun ataupun dokter hanyalah sarana, syareat, sedangkan hakikatnya sumber kesembuhan dan pemecahan masalah itu berasal dari Sang Makrokosmos. Dan penilaian musyrik itu ditentukan dari cara kerja dukun, media dan sarananya, apakah bertentangan atau tidak dengan aturan agama yang dianut seseorang.

Stigma Negatif Dukun
Dukun kadung dipersepsikan berhubungan dengan hal-hal negatif, itu karena sebagian oknum dukun yang merusak citra dukun sehingga masyarakat sering menyematkan streotipe buruk. Bahkan karena dukun berhubungan dengan sesuatu yang misterius di luar jangakauan nalar logis manusia biasa, lantaran banyak dukun “gadungan”, akhirnya masyarakat kerap menggeneralisir dukun sebagai penipu.
Banyak oknum dukun yang “modus” – modal dusta, memanfaatkan ketakutan dan ketidaktahuan masyarakat untuk penipuan. Dengan trik yang rapi dan canggih, serta bekal teori probabilitas sang oknum dukun gadungan berpura-pura mengetahui permasalahan seseorang, bahkan menakut-nakuti dengan ancaman kesialan atau malapetaka, lalu oknum dukun itu beraksi mengecoh korban seolah dapat membantu padahal tidak mempunyai kemampuan supranatural. Yang menghancurkan citra dukun adalah dukun palsu yang memakai gimmick sulap atau barang-barang dari pasar dukun. Umumnya dukun “abal-abal” ini pandai mereka propaganda dan piawai membumbui dengan cerita-cerita yang sangat menarik. Misalnya; sebuah jimat yang mudah didapatkan di pasar dukun, dibumbui dengan cerita bahwa jimat itu hebat berasal dari legenda tertentu, kekuatannya dahsyat, dan lain-lain. Korban yang terkelabui bisa saja memahar barang murahan yang disulap dan dibumbui dengan harga fantastis, dengan sangat mahal.
Yang lebih parah mencoreng citra perdukunan dan menjadikan stigma negatif, adalah oknum dukun cabul. Itu yang meruntuhkan martabat dukun yang nyatanya bermoral. Banyak oknum mengaku dukun yang memiliki keunggulan supranatural, ia mengambil kesempatan memuaskan nafsu bejatnya pada pasien atau kliennya. Modusnya, pasien dibuai dengan janji manis dan ditakuti dengan ancaman malapetaka, sehingga oknum bisa leluasa mencabuli pasiennya. Malah, seperti kita ketahui banyak oknum (yang niat banget) bermodus pura-pura mengobati pasien, terutama pasien wanita, padahal sesungguhnya sedang menggunakan gendam birahi. Setelah calon korban tak berdaya dalam pengaruh gendam, si oknum dapat leluasa menggagahi korbannya.
Eksklusivitas Dukun

Resiko riskan dokter dalam mengobati tidak lebih besar daripada dukun. Misalnya ketika terjadi malpraktek oleh dokter “nakal”, yang terkena efek bahaya adalah pasiennya, tidak dengan dokternya. Paling-paling sesuai kode etik dan hukum yuridis, dokter yang malpraktek mendapat sangsi hukuman, itupun jika diusut lalu diperkarakan dengan baik dan adil. Dan lagi, sebelum pengobatan, misalnya sebelum operasi bedah, ada klausul perjanjian (force majeur) yang menandaskan pasien atau keluarga pasien tidak akan menuntut jika terjadi hal-hal buruk diluar kemampuan dokter yang terjadi pada pasien, misalnya jika kematian.
Sedangkan dukun, jika terjadi malpraktek oleh dukun akibatnya bukan hanya pasien yang merasakan, tapi dukun pun kebagian efeknya. Ketika mengobati pasien yang kena santet misalnya, sesungguhnya resiko besar per#######nya adalah nyawa. Salah-salah sang dukun dalam mengobati, nyawa sang dukun bisa melayang. Banyak kita mendengar dukun pengobat yang balik menjadi tumbal saat mengobati pasiennya. Malahan sangat jarang ada klausul perjanjian (force majeur) melindungi dukun secara yuridis. Ketika terjadi hal-hal buruk, client meninggal dalam pengobatan ataupun dukun meninggal dalam tugasnya misalnya, jarang ada klausul tuntutan.
Dukun seharusnya dipandang ekslusif, elit dan terhormat. Keberadaannya tak hanya menjadi bagian kultur masyarakat pedesaan tradisional namun telah menyebar dan berkembang di perkotaaan modern. Istilah lain untuk dukun saat ini dikenal pula dengan sebutan praktisi atau konsultan supranatural. Praktisi supranatural dinilai lebih eksklusif dibanding lulusan S2. Mengapa demikian, dengan tidak bertendensi mendiskreditkan, sebab banyak fenomena supranatural yang belakangan dapat dikaji dan ditemukan oleh lulusan S2 yang dianggap biasa dan sering dialami oleh praktisi supranatural karena menjadi bagian kehidupan profesinya.

Kemampuan dan keilmuan seorang dukun tidak didapat melalui pendidikan formal semacam sekolah atau universitas, sebab belum ada institusi pendidikan formal yang membuka program studi perdukunan ataupun FISIP (Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet) . Bahkan tidak ada lembaga edukasi yang secara intens menyelipkan mata pelajaran perdukunan. Yang ada, hanya sebatas workshop atau bimbingan privat yang terbatas. Dan lagi, tidak seperti lulusan akademis yang banyak diwisuda tiap tahunnya, tak begitu banyak yang serius mempelajari perdukunan untuk menjadi dukun (kaderisasi), mengingat tingkat kesulitan yang dilalui ketika mempelajarinya.

Selain spesialisasi khusus, setidaknya kriteria dukun yang asli adalah seseorang yang mempunyai kemampuan supranatural untuk membantu menangani permasalahan penyakit (medis dan nonmedis), karir dan jodoh, serta masalah ekonomi. Bahkan seringkali dukun merangkap, selain menangani penyakit sang pasien, seringkali berperan menjadi psikiater yang memberikan advis psikologis, malah sering menganjurkan nasihat relijius pada pasiennya.
Sudah menjadi rahasia umum, bahkan menjadi semacam femeo “Setiap pria sukses dibaliknya ada campur tangan wanita yang luar biasa”. Tentunya sah jika dikatakan “Setiap orang sukses dibaliknya ada campur tangan bantuan dukun”. Orang yang terbilang intelek dan terhormat, punya kedudukan dan jabatan, sering mengandalkan bantuan dukun untuk menunjang kehidupannya. Dukun sering dilibatkan sebagai konsultan pribadi yang dimintai pertimbangan saran dan nasehatnya, bahkan untuk memperlancar suatu kepentingan dukun ikut turun tangan. Hal itu mengacu pada hukum 3 usaha; usaha fisik, spiritual, dan supranatural. Ketika usaha fisik manusia dilengkapi dengan usaha spiritual (lelaku relijius), plus usaha supranatural, niscaya tercapailah yang diinginkannya.
Dukun asli adalah DUKUN yang sesuai tafsir singkatan dari; Dedikasi, Usaha, Kompeten, Unik, Nyata. Dedikasinya sudah terbukti oleh rentang waktu yang panjang selama menekuni profesinya. Usaha yang dilakukannya jelas alias transparan, dalam pengertian tidak ada hal-hal yang disembunyikan sehingga dapat dicurigai sebagai modus penipuan. Kompeten, dalam bidangnya sudah terbukti dengan testimonial dan pengakuan orang-orang yang pernah dibantunya. Unik, atau dinilai eksentrik, itu karena ciri khas, kepribadian atau way of life-nya begitu. Justeru keunikan itu adalah manifestasi dari kecintaannya pada profesi, kultur dan way of life. Dan, ini yang paling penting, “Nyata”, manfaat yang dirasakannya nyata terasa, tidak rasanya ataupun katanya.

dukun Dengan demikian, dari pembabaran di atas, kita akan dapat cermat menilai mana dukun yang benar-benar asli dan mana yang oknum dukun abal-abal. Anggapan dukun identik dengan ilmu hitam pun dapat ditepis, karena dasarnya ilmu tidak ada klasifikasi hitam atau putih, legitimasi hitam atau putih itu karena oknum. Ilmu digunakan oleh dukun untuk kebaikan dan kebermanfaatan tanpa merugikan orang lain, mungkin itu diinterpretasikan sebagai ilmu putih. Dan ilmu digunakan oleh dukun untuk mencelakakan atau merugikan orang lain, mungkin pula itu diinterpretasikan sebagai ilmu hitam.
Kesimpulannya, mari kita kembalikan keeksklusifan dukun di mata publik, karena nyatanya keberadaan dukun banyak dibutuhkan dalam kehidupan kita. Respect dan penghormatan pada dukun, semestinya bukan lantaran ketakutan karena dukun memiliki ilmu supranatural, namun lebih pada respect karena dukun expert di bidangnya. Siapapun yang expert di bidangnya tentu akan dihormati dan dihargai orang lain. Untuk itu, yang patut dijadikan respek dan apresiasi pada dukun, lebih karena dukun merupakan sosok yang berdedikasi dan memilki kompetensi di bidangnya, ia dihargai karena mempunyai kemampuan yang didapatnya dengan susah payah dan melalui proses perjuangan.




sumber :
http://masagi-fraternity.com/dukun-profesi-eksklusif-elit-dan-terhormat/
 
Back
Top