Manusia, Malaikat & Jin Tidak Mengetahui yang Gaib

waterflow_rio

New member
Ini thread kedua saya yang membahas seputar hal gaib. Pertama-tama, mari kita samakan persepsi mengenai hal ini. Menurut KBBI, istilah "gaib" memiliki pengertian (1) tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata: para ilmuwan mencoba meneliti hal-hal yang -- di alam semesta ini; (2) hilang; lenyap: sekalian dewa-dewa itu pun -- lah; (3) tidak diketahui sebab-sebabnya (halnya dan sebagainya): banyak peristiwa -- yang belum diselidiki(*). Dalam hal ini, kita akan menggunakan istilah pertama, yaitu tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata. Pertanyaannya, apakah "gaib" itu tidak nyata? Jika hanya merujuk pada pengertian diatas, tentu saja itu akan bertentangan dengan pemahaman syari'at Islam. Karena menurut tuntunan syari'at, percaya akan keberadaan hal-hal gaib adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana penjelasan berikut:

Iman kepada yang Ghaib Allah menyebutkan bahwa diantara ciri orang yang bertaqwa adalah percaya adanya alam ghaib. Allah berfirman: Kitab (Al Qur‘an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur‘an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (QS. Al-Baqarah: 2-4). Bantuk percaya kepada alam ghaib bukan berarti boleh meminta-minta kepada makhluq halus, jin, syetan, iblis dan sebagainya. Ini pengertian percaya yang keliru. Percaya disini meyakini keberadaan dan eksistensi alam dan makhluq ghaib, termasuk surga, neraka, malaikat, alam kubur, alam barzakh, padang mahsyar dan seterusnya. (**)

Oleh karena itu, setiap muslim haruslah meyakini bahwa perkara gaib itu memang ada. Ia benar-benar eksis, dan bukan sekedar omong kosong. Sebagaimana keberadaan Malaikat dan Jin. Namun, kendati Malaikat dan Jin itu adalah makhluk yang gaib, tidak ada jaminan bagi mereka untuk mengetahui hal yang gaib. Keterangan mengenai hal ini, dapat dilihat dari penjelasan berikut:

***​

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf)

Istilah “penampakan” kian akrab di telinga masyarakat kita akhir-akhir ini. Bagaimana pandangan syariat menyoroti hal ini? Bagaimana pula dengan keyakinan bahwa sebagian manusia bisa mengetahui hal-hal ghaib? Simak bahasan berikut!

Mempercayai hal-hal yang ghaib merupakan salah satu syarat dari benarnya keimanan. Allah I berfirman:

“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur`an) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum-mu. Serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al-Baqarah: 1-5)

Ghaib adalah segala sesuatu yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia, seperti surga, neraka dan apa yang ada di dalamnya, alam malaikat, hari akhir, alam langit dan yang lainnya yang tidak bisa diketahui manusia kecuali bila ada pemberitaan dari Allah I. (Lihat Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 1/53)

Alam jin dan wujud jin dalam bentuk asli seperti yang telah Allah SWT ciptakan adalah ghaib bagi kita. Namun golongan jin dapat berubah-ubah bentuk –dengan kekuasaan Allah SWT– dan amat mungkin bagi mereka melakukan penampakan, sehingga kita dapat melihatnya dalam wujud yang bukan aslinya. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)

Dari Abu As-Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah, beliau bercerita bahwa dirinya pernah berkunjung ke rumah Abu Sa’id Al-Khudri RA, katanya: “Aku mendapatinya tengah mengerjakan shalat, akupun duduk menunggunya hingga beliau selesai. Tiba-tiba aku mendengar adanya gerakan pada bejana tempat minum yang ada di pojok rumah. Aku menoleh ke arahnya dan ternyata ada seekor ular. Aku segera meloncat untuk membunuhnya, namun Abu Sa’id memberi isyarat kepadaku agar aku duduk. Ketika ia selesai dari shalatnya, ia menunjuk ke sebuah rumah yang ada di kampung itu sambil berkata: ‘Apakah engkau lihat rumah itu?’ ‘Ya,’ jawabku. Ia kemudian menuturkan, ‘Dahulu yang tinggal di rumah itu adalah seorang pemuda yang baru saja menjadi pengantin. Kala itu kami berangkat bersama Rasulullah SAW ke Khandaq dan pemuda itupun ikut bersama kami. Saat tengah hari, pemuda itu meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pulang menemui istrinya. Rasulullah SAW mengizinkannya sambil berpesan: ‘Bawalah senjatamu karena aku khawatir engkau bertemu dengan orang-orang dari Bani Quraidhah.’ Pemuda itu mengambil senjatanya, kemudian pulang menemui istrinya. Setibanya di rumah, ternyata istrinya sedang berdiri di antara dua daun pintu. Ia mengarahkan tombaknya kepada istrinya untuk melukainya karena merasa cemburu karena istrinya berada di luar rumah. Istrinya berkata kepadanya: “Tahan dulu tombakmu, dan masuklah ke dalam rumah sehingga engkau akan tahu apa yang menyebabkan aku sampai keluar rumah!”

Pemuda itu masuk, dan ternyata terdapat seekor ular besar yang melingkar di atas tempat tidur. Pemuda itu lantas menghunuskan tombaknya dan menusuk-kannya pada ular tersebut. Setelah itu, ia keluar dan menancapkan tombaknya di dinding rumah. Ular itu (yang belum mati, red.) menyerangnya dan terjadilah pergumulan dengan ular tersebut. Tidak diketahui secara pasti mana di antara keduanya yang lebih dahulu mati, ular atau pemuda itu.’

Abu Sa’id RA melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap Rasulullah SAW dan melaporkan kejadian itu kepadanya dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah agar menghidupkannya demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun untuk shahabat kalian itu!’

Selanjutnya beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di Madinah terdapat golongan jin yang telah masuk Islam, maka jika kalian melihat sebagian mereka –dalam wujud ular– berilah peringatan tiga hari. Dan apabila masih terlihat olehmu setelah itu, bunuhlah ia, karena sebenarnya dia adalah setan.” (HR. Muslim no. 2236 dan 139 dari Abu Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah) (***)

Para Rasul Tidak Mengetahui yang Ghaib

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sekumpulan jin datang kepada Nabi, kemudian mendengarkan bacaan Al-Qur`an. Ketika itu Nabi n tidak mengetahui kehadiran mereka kecuali setelah sebuah pohon memberitahunya –dan Allah SWT Maha Kuasa untuk menjadikan pohon dapat berbicara– seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu Mas’ud z. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui perkara ghaib kecuali yang telah Allah SWT kabarkan. (Nashihati li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Allah SWT berfirman:

“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan kepada-mu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al-An’am: 50)

Allah SWT juga berfirman:

“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)

Para Malaikat Tidak Mengetahui yang Ghaib

Kendatipun para malaikat adalah mahluk yang dekat di sisi Allah SWT, namun untuk urusan ghaib ternyata mereka pun tidak mengetahuinya. Allah SWT berfirman saat pertama kali hendak menciptakan manusia:

“Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’ Mereka menja-wab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (Al-Baqarah: 30-32)

Kaum Jin Tidak Mengetahui yang Ghaib

Banyak sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada kekufuran. Padahal Allah SWT dengan tegas telah mementahkan anggapan ini dalam firman-Nya:

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menun-jukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)

Manusia Tidak Dapat Mengetahui Alam Ghaib

Jika para rasul yang merupakan utusan Allah SWT dalam menyampaikan syariat-Nya kepada manusia tidak mengetahui hal yang ghaib sedikitpun, maka sudah tentu manusia secara umum tidak ada yang dapat mengetahui alam ghaib atau menjangkau batasan-batasannya. Allah SWT hanya memerintahkan agar mengimani perkara yang ghaib dengan keimanan yang benar. Keyakinan seperti ini agaknya sudah mulai membias. Apalagi saat ini banyak sekali orang yang menampilkan dirinya sebagai narasumber untuk urusan-urusan yang ghaib, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masa depan seseorang, dari mulai jodoh, karir, bisnis, atau yang lainnya.

Kata ‘dukun’ barangkali sekarang ini jarang didengar dan bahkan serta merta mereka akan menolak bila dikatakan dukun. Dalihnya, apalagi kalau bukan seputar “Kami tidak meminta syarat-syarat apapun kepada anda”, “Kami tidak menyuruh memotong ayam putih”, dan sebagainya. Padahal praktek seperti itu adalah praktek dukun juga. Bedanya, dukun sekarang ini berpendidikan sehingga bahasa yang digunakannya pun bahasa-bahasa ilmiah, sehingga mereka jelas enggan disebut dukun.

Tak ada seorang pun yang dapat melihat dan mengetahui perkara ghaib, menentukan ini dan itu terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi di masa datang. Jika toh bisa, itu semata-mata bantuan dan tipuan dari setan, sehingga dusta bila itu dihasilkan dari latihan dan olah jiwa. Allah SWT berfirman:

“Dan sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terha-dap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. Dan tidak adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang hal itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Saba`: 20-21)

Ada pula sebagian manusia yang memiliki aqidah rusak, di mana mereka meyakini adanya sebagian orang yang keberadaannya ghaib dari pandangan manusia, dan biasanya identik dengan orang-orang yang dianggap telah suci jiwanya. Mereka mengistilahkannya dengan roh suci atau rijalul ghaib. Ketahuilah bahwa tidak ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula istilah rijalul ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada lain adalah jin. Allah SWT berfirman:

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlin-dungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6) (Lihat Qa’idah ‘Azhimah, hal. 152)

Alam ghaib tetaplah ghaib, sesuatu yang tidak bisa diketahui dan dilihat manusia kecuali apa yang telah Allah beritakan. Allah berfirman:

“(Dia adalah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (Al-Jin: 26-27)

Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Allah Semata

Sesungguhnya tak ada seorangpun yang mengetahui perkara ghaib dan hal-hal yang berhubungan dengannya, kecuali Allah SWT. Dan Allah SWT telah banyak menegaskan hal ini dalam Al-Qur`an. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Allah SWT juga berfirman:

“Yang demikian itu ialah Rabb Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (As-Sajdah: 6)

Dalam ayat lainnya:

“Allah berfirman: ‘Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’.” (Al-Baqarah: 33)

Banyak sekali dalil-dalil yang berhubungan dengan masalah ini. Namun mungkin yang disebutkan di sini, sudah dapat mewakili bahwa Allah SWT-lah yang mengetahui hal ihwal alam ghaib. Sedangkan manusia, tak ada yang bisa mengetahui dan melihatnya kecuali apa-apa yang telah Allah SWT kuasakan. Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin.

Wal ’ilmu ‘indallah.​

Footnote:
(*) Situs resmi KBBI (go to site).
(**) Syariahonline (go to site).
(***) Terjadi perbedaan pendapat dalam hal membunuh ular yang berada di rumah. Sebagian ulama berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih dahulu itu hanya berlaku di Madinah, adapun di tempat selainnya bisa langsung dibunuh. Ini adalah pendapat Al-Imam Malik, dan yang dikuatkan oleh Al-Maziri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih dahulu bersifat umum, bukan hanya di Madinah. Kecuali ular Al-Abtar yakni yang berekor pendek dan Dzu Thufyatain, yang mempunyai dua garis lurus berwarna putih di punggungnya, boleh langsung dibunuh walaupun di rumah. (editor resmi).

Source: asysyariah.com (go to site)
Dengan perbaikan penulisan oleh saya sendiri


Pernahkah kalian berpikir, bahwa ketika seseorang kerasukan Jin, atau sakit menahun akibat sihir, hanya dapat disembuhkan oleh "orang pintar"? Jika iya, sayang sekali, kalian adalah orang-orang yang tidak paham apa-apa tentang agama kalian sendiri, jika kalian mengaku sebagai muslim. Atau mungkin kalian pernah berpikir, bahwa ketika meminta pertolongan kepada "ulama" atau "orang pintar", itu adalah bentuk usaha. Sungguh kalian sedang benar-benar buta. Padahal kalian sendiri bisa meminta bantuan dari zat yang paling berkuasa atas itu semua. Tidak satupun makhluk di alam jagad raya ini, yang memiliki kekuatan atau kemampuan gaib, selain atas izin Allah SWT. Dan jikapun makhluk dapat melakukan hal-hal yang tidak diketahui manusia, sesungguhnya itu hanyalah manipulasi, yang mereka (makhluk gaib) itu sendiri tidak benar-benar paham atas apa yang sedang dilakukannya.

Mulai sekarang, jika kalian masih yakin dan mengaku sebagai muslim, tinggalkan pemahaman tersebut. Atau jika kalian berpikir, bahwa kalian tahu tentang hal gaib baik sedikit ataupun banyak, kalian termasuk orang-orang yang merasa tahu perihal gaib, padahal kalian hanyalah orang-orang bodoh. Orang-orang bodoh yang telah berhasil dibodoh-bodohi oleh Jin, musuh kita yang sesungguhnya. Maka oleh karenanya, menjadilah manusia yang menggunakan akal. Jadilah manusia biasa, sebagaimana biasanya Muhammad SAW sebagai manusia biasa.

Sekali lagi, saya menggunakan syari'at Islam sebagai referensi untuk menjelaskan hal ini. Bukan berarti kalian yang non-muslim harus 100% harus percaya akan penjelasan ini. Maksudnya, ini hanyalah penambah wawasan bagi kalian-kalian yang ingin tahu lebih banyak. Ada baiknya, carilah prinsip-prinsip pada kitab-kitab yang kalian percayai, itu lebih baik. Seperti yang sudah saya jelaskan pada thread saya sebelumnya, saya mengambil penjelasan hal ini dari syari'at Islam, adalah karena sejauh penngalaman saya, hanya syari'at Islamlah yang menjelaskan hal ini secara mendetail dan paling rasional. Kurang lebih begitu. Semoga bermanfaat, dan budayakan diskusi cerdas. Terima kasih, dan...


GOOD NIGHT
 
jangan pakai dalil/hukum/ketentuan alkitab. ga semua orang percaya!
pakai hukum fisika,matematik,kima... sulit orang nyangkal.
misal:
jenglot. pakar bilang bisa dikaji lewat dna. hasilnya? dna monyet,manusia ada.
gaib. jin setan alien sampai tuhan juga nyata ada. berhubung geraknya cepat.. mata gak bisa ngikuti secara pasti dimana keberadaan fisiknya.
apalagi wish?

- n1 -
pengen lihat yg orang lain ga bisa?(punya mata sakti+tembus pandang)
tiap hari tetesin jamu-tetes herbal. mau coba?
namanya jamu kiatnya harus sabar...
sehari gak bisa,sebulan. sebulan blum berhasil setahun. jik gagal? ya sampai tua lahhhh.
 
Maksudnya non? Kagak ngerti gua. Hehehe :D
Di forum umum kalo aku suka membiasakan pakai dalil/hukum/teorema umum juga.
(syukur2 teoriku sendiri lalu kita kaji rame2. takut diremehkan pa ditertawakan?. salah tu biasa.. mau selalu bener? jadi allah pasti)
...
Parahnya malah jadi ngangkat SARA(sub agama) kalo orang yg gak pernah baca al Qur'an ikut nimbrung gak mengamini.
Perlu diingat, semua alkitab benar adanya. Dibaca lewat kaca-mata sipenganut.

- n1 -
Suka/biasa baca macam2 kitab+alkitab. tapi ga pernah menghafal.
ya kira2 bakalan jadi "drop-seller" macem aku.
 
Back
Top