Sindrom Prader-Willi, Sebabkan Gadis Ini Selalu Kelaparan

Kalina

Moderator
KOMPAS.com - Setiap pagi, Rick Heijnen selalu mempersiapkan sarapan untuk sang putri, Suzanne Heijnen, di waktu yang sama dengan bahan yang sama pula: kreker dan biskuit, keju dan saus apel, selai kacang, kue jahe, jus jeruk, susu, dan air putih.

Terasa membosankan jika harus mengonsumsi menu makanan yang sama setiap harinya. Namun bagi kedua orangtua Suzanne, bila rutinitas tersebut diubah, bisa menjadi bencana besar bagi diet yang sedang diajalani putrinya sejak usia 2 tahun.

Suzanne Heijnen memiliki sindrom Prader-Willi, kelainan genetik yang diperkirakan dialami oleh satu dari 10.000 sampai 30.000 orang.

Peggy Ickenroth, seorang fotografer asal Belanda yang kini tinggal di Dublin, Orlandia, pertama kali bertemu dengan Suzanne beberapa tahun yang lalu, ketika gadis itu berusia 12 tahun.

Selama 2 minggu, Ickenroth mengabadikan kegiatan aktivitas sehari-hari keluarga Suzanne untuk mempelajari lebih lanjut tentang kelainan yang dialami Suzanne dan bagaimana kondisi tersebut itu mempengaruhi seseorang.

Gejala Prader-Willi dapat berupa kekuatan otot yang lemah, keterlambatan perkembangan, serta kesulitan mengendalikan emosi.

Suzanne sendiri memiliki masalah dengan tulang punggungnya, merasa mudah lelah, dan mudah marah walau diajak bercanda. Meski begitu, pertumbuhan fisik Suzanne terlihat normal. Sehingga bagi banyak orang, dia tampak seperti remaja lainnya.

Tetapi gejala yang paling menonjol dari Prader-Willi adalah nafsu makan yang tak terpuaskan, yang dapat menyebabkan seseorang berisiko tinggi mengalami obesitas dan berbagai masalah kesehatan lainnya.

Suzanne telah menjalani diet sejak usia 2 tahun dan diminta untuk mematuhi aturan ketat tentang apa yang boleh dan tidak untuk dimakan.

"Bila Anda memiliki obsesi untuk makan terus atau Anda ingin makan segala yang ada karena Anda tidak pernah merasa kenyang, itu merupakan keadaan yang sulit," kata Ibu Suzanne, Gonny Heijnen Corstjens.

"Kami selalu menyadari kenyataan bahwa suatu hari dia akan mulai menghabiskan semua isi lemari es."

Walau begitu, Suzanne terlihat begitu menikmati rutinitasnya dan merasa aman saat berada di rumahnya, di sekolah, serta di tempat ia latihan judo.

Orang tuanya mengatakan kepada Ickenroth, bahwa Suzanne mungkin saja tidak bisa menerimanya dengan cepat dan kemungkinan akan menolak untuk diprotret.

“Tetapi yang terjadi ketika kami berdua bertemu ialah Suzanne terlihat antusias menunjukkan kamarnya, mainan favoritnya, selimut favoritnya, seperti seorang gadis kecil," kata Ickenroth. "Dia suka menceritakan tentang dirinya sendiri."

Suzanne juga bahagia saat Ickenroth mengikuti aktivitasnya ke tempat judo, sebuah kegiatan penting untuk membangun kekuatan otot dan menjaga berat badan di bawah kontrol. Sebab saat nafsu makan tak bisa terpuaskan, maka aktivitas fisik juga perlu diperbanyak.

Orangtua Suzanne merasa sangat sedih saat Suzanne menjerit atau menangis secara tiba-tiba, bisa disebabkan karena reaksi atas percakapan yang terjadi di hari kemarin atau menyadari bahwa ada benda miliknya yang dipindahkan dari tempat biasanya. “Jika dia balita, tak seorang pun akan terkejut,” kata sang ibu.

Orangtua Suzanne mengatakan kepada Ickenroth bahwa mereka tidak tahu bagaimana masa depan Suzanne, akankah terus seperti ini.

Suzanne berusia 14 tahun sekarang, dan kedua orangtuanya begitu takut saat memikirkan kesehatan Suzanne akan memburuk seiring dengan pertambahan usia. Mereka tidak tahu bagaimana Suzanne akan mengendalikan emosional dan intelektual, atau bagaimana dia akan menjalani hidupnya.

Karena merupakan kelainan genetik atau kromosom, pengidap sindrom Prader-Willi mesti menjalani diet ketat selama hidupnya.

Selain itu, anak-anak dengan Sindrom Prader-Willi biasanya membutuhkan bantuan dari tim medis dari multidisiplin untuk memberikan dukungan yang optimal, seperti spesialis pencernaan anak, endokrinologi, psikolog, psikiater, ahli gizi, terapis okupasi, terapi bicara, serta konsultan ortopedi.
 
Back
Top