Abu Sayyaf - sandera 10 WNI (UPDATE)

Status
Not open for further replies.
biar terkenal. Tapi ada yg pakai sandal jepit ya

kelompokabusayyaf-600x330.jpg


Kelompok-Abu-Sayyaf.jpg
gabetah pake sepatu kali hahahha, itu ada kake" mau ngapain?
 
Re: Yang 10 Belum di Bebaskan Kini Abu Sayaf Sandra Lagi 4 WNI

iya benar,.. jangan takut ngehadapin orang yg kaya ginian mah,..
jangan merasa berdosa buat ngeberantas mereka yang sok2 kaya mujahid gt, berjihad mah bukan gitu caranya, udah pasti mereka berada di jalan yg salah,,..

aduh padahal TNI udah siap banget ini tinggal tunggu persetujuan dari Filipina aja,
lagian militer Filiphina sok-sokan banget pake segala menolak bantuan dari TNI kita, padahal TNI kita kan jauh lebih unggul dibandingkan militer Filiphina

Ryamizard Ryacudu (menhankam) udah gregetan tuh pengen banget nyerang tuh penyandera tapi sayangnya pemerintah philipina blm mengizinkan.
 
Re: Yang 10 Belum di Bebaskan Kini Abu Sayaf Sandra Lagi 4 WNI

resep banget sih tuh nyandara orang, kyanya ajaran islam ga kya seperti itu deh
 
Re: Yang 10 Belum di Bebaskan Kini Abu Sayaf Sandra Lagi 4 WNI

yang di sandera juga rata2 beragama islam tuh
iya juga yah,.. mereka memang kelompok orang jahat tuh,..
kalo demi agama ya mana mungkin bisa jd kaya jeruk makan jeruk
 
Menlu Retno: WNI Disandera Abu Sayyaf Kondisi Baik

attachment.php

Menlu Retno Marsudi memberikan pernyataan pers di Kantor Kemenlu, Jakarta, Selasa (5/4). (Liputan6.com/Faizal Fanani)


attachment.php
, Jakarta - Total 14 warga negara Indonesia (WNI) masih tersandera kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina. Pejabat Indonesia pun terus memantau kondisi warga negaranya tersebut melalui komunikasi dengan otoritas di Filipina

"Dari waktu ke waktu, saya terus memantau, terus komunikasi, khususnya konstan terus saya lakukan dengan Filipina," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (23/4/2016).


Retno menambahkan pihaknya terus mendapatkan perkembangan informasi tersebut. Selain itu, saran yang disampaikan oleh Indonesia didengar oleh pihak Filipina.

"Sehingga semua perkembangan, komunikasi dan saran kita terus dilakukan," ucap Retno.

Dia mengungkapkan komunikasi terakhir dengan Filipina menyebutkan bahwa kondisi WNI yang disandera Abu Sayyaf dalam keadaan baik. Komunikasi itu ia lakukan saat berada di Belanda, menemani kunjungan kerja Presiden Jokowi.

"Info yang kami peroleh adalah alhamdulilah, warga negara Indonesia masih dalam kondisi baik," ujar Retno.



Klik Disini
 

Attachments

  • 031219800_1459847367-Menlu-retno.jpg
    031219800_1459847367-Menlu-retno.jpg
    22.6 KB · Views: 87
  • logoliputan6_110.gif
    logoliputan6_110.gif
    1.3 KB · Views: 47
kelamaan ya pembebasannya. Harusnya pemerintah pilipina mengizinkan tentara indonesia masuk menyelamatkan sandera
 
Filipina: Kami Tak Peduli 'Deadline' Tebusan

sandera-abu-sayyaf_20160416_152153.jpg

Dua sandera Abu Sayyaf asal Kanada, Robert Hall (kiri) dan John Ridsdel (kanan).

TRIBUNNEWS.COM, ZAMBOANGA - Kemiliteran Filipina mengaku tak peduli soal deadline tebusan baru yang ditetapkan oleh kelompok Abu Sayyaf.

Kemiliteran Filipina akan langsung menyerang kelompok tersebut seketika informasi soal keberadaan mereka dan sanderanya telah ditemukan.

"Kami tak peduli soal deadline tebusan, mau itu semakin dekat atau tidak," kata Juru Bicara Kemiliteran Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan.

"Jika informasi soal mereka telah didapat, pasukan kami akan langsung menyerang mereka," tambahnya, dikutip Philippine Star.

Ia mengatakan pasukannya telah berupaya sebaik mungkin untuk menyelamatkan sandera.

"Kami tidak akan beristirahat dan menyia-nyiakan waktu, sebab kami tahu situasi apa yang sedang terjadi," ucap Tan lagi.

Diberitakan sebelumnya, kelompok Abu Sayyaf telah menetapkan deadline baru terkait tebusan untuk tiga sanderanya yang berasal dari Kanada dan Filipina.

Kelompok tersebut mengancam akan memenggal ketiga sandera jika uang tebusan tak dipenuhi lagi, selambatnya 25 April mendatang. (hari ini)

sumber:
 
Lambas Masih Kritis, Kapal Perang TNI AL Terus Siaga di Perbatasan Indonesia-Filipina

kasdam-vimulawarman-brigjen-tni-george-e-supit_20160425_103325.jpg

Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI George E Supit.

TRIBUNNEWS.COM, BANJARBARU - Kondisi terakhir Lambas Simanungkalit, salah satu Anak Buah Kapal (ABK) Tugboat Henry yang tertembak kelompok bajak laut Abu Sayyaf dikabarkan masih kritis.

Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI George E Supit mengatakan Lambas yang merupakan warga Banjarmasin itu saat ini masih terus dirawat intensif di rumah sakit Tawau.

"Dia masih kritis akibat luka tembak dari kelompok Abu Sayyaf. Masih dirawat," ujarnya usai memimpin apel Dansat (Komandan Satuan) Tersebar Wilayah 2016 di Rindam VI/Mulawarman, Senin (25/4/2016) pagi.

Sementara empat ABK lainnya, kata Brigjen George sudah dipulangkan ke Tarakan usai diserahterimakan dari polisi maritim Malaysia kepada TNI AL, Sabtu (23/4/2016) lalu.

Empat ABK itu adalah Sembara Oktafian yang posisinya sebagai Second Engineer, Leondard Bastian yang menjabat Third Engineer, dan Rohadi sebagai juru kemudi. Semuanya sudah kembali ke Jakarta tempat asal mereka.

Sedangkan seorang lainnya, bernama Royke Fransy Montolalu, yang menjabat sebagai juru kemudi akan pulang pada sore harinya, menggunakan pesawat Garuda Indonesia, menuju Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara.

Brigjen TNI George mengatakan kapal-kapal perang TNI AL sampai saat ini masih terus siaga di perbatasan Indonesia-Filiphina.

Namun TNI tidak bisa bertindak mengingat kejadian terakhir lebih dekat perbatasan Malaysia-Filiphina, tepatnya di wilayah selatan Tawi-tawi.

"Kejadian terakhir lebih dekat perbatasan Malaysia-Filipina. Kita tentu tidak bisa masuk sembarangan ke negara orang. Yang jelas TNI selalu siaga saat ini," ujarnya.


Sumber:
 
Pembebasan 10 Sandera WNI di Filipina: Diplomasi Tanpa Bedil

69aca605-1ca8-45f1-af25-12d992382c94_169.jpg


Jakarta - 10 WNI yang disandera kelompok bersenjata di FIlipina akhirnya dibebaskan dan telah kembali ke Tanah Air. Pembebasan para sandera adalah buah diplomasi kepada kelompok Abu Sayyaf tanpa harus menggunakan senjata.

10 Sandera WNI adalah awak dari awak kapal tug boat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara. Kapal mereka dibajak lalu disandera pada 26 Maret 2016. Pembajak lalu meninggalkan kapal Brahma 12 dan membawa kapal Anand 12 beserta muatannya.

Sejak 26 Maret, pemerintah Indonesia langsung berkoordinasi dengan pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan sandera. Ada dua opsi yang digunakan yaitu diplomasi atau penggunaan kekuatan militer sebagai pilihan terakhir. Pihak Abu Sayyaf telah mengeluarkan ultimatum untuk segera membayarkan tebusan 50 juta peso, atau sekitar Rp 15 miliar. Apabila tidak dipenuhi maka sandera akan dibunuh.

Menyambut ultimatum kelompok Abu Sayyaf, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan pihak terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Filipina. "Secara pararel, kolega saya juga lakukan komunikasi dengan para counterpartnya," kata Retno di akhir Maret lalu.

Retno kemudian terbang menuju Filipina pada 1-2 April 2016 dan berkoordinasi dengan pihak Filipina. Dari pertemuan dengan pihak-pihak penting di Manila, ada 4 poin yang dibawa pulang yaitu: Pertama, mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan sandera WNI. Kedua, menekankan kembali mengenai pentingnya keselamatan ke-10 WNI kita tersebut. Ketiga, menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang sejauh ini telah diberikan oleh otoritas Filipina dalam rangka koordinasi pelepasan sandera. Dan keempat, melakukan komunikasi dengan pihak-pihak terkait lainnya.

"Dapat saya sampaikan baik dalam pertemuan dengan presiden Filipina maupun pertemuan terpisah dengan Menteri Luar Negeri Filipina dan panglima angkatan bersenjata Filipina tampak jelas komitmen kuat pemerintah Filipina untuk melakukan upaya terbaik dalam usaha pelepasan sandera WNI," tutur Retno.

Selama proses negosiasi dilakukan, desakan menggunakan kekuatan militer juga terus menggema. Pasukan TNI juga telah disiapkan di sekitar wilayah Kalimantan menunggu perintah melaksanakan kekuatan militer. Hal ini juga terlihat pada dibentuknya latihan bersama di wilayah Kalimantan.

Indonesia juga sempat menawarkan pihak Filipina untuk meminta izin menggunakan kekuatan milter dalam upaya pembebasan 10 WNI. Tawaran itu dilontarkan oleh Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu. "Itu terjadi di luar negeri. Apabila kami tidak diizinkan untuk masuk maka kami tidak akan memaksa. Apabila Manila siap untuk mengatasinya sendiri, kami akan menunggu, tapi jika mereka butuh bantuan, maka kami akan bantu," kata Ryamizard kala itu.

Namun permintaan itu ditolak oleh pihak Filipina. "Dalam konstitusi, kami tidak diizinkan kekuatan militer (negara lain) di sini tanpa perjanjian," ucap juru bicara AFP Kolonel Restituto Padilla di Manila.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah Indonesia tidak berkompromi dengan uang tebusan yang diminta penyandera. "Kalau kita kita mau masuk ke sana harus ada izin, kalau kita mau gunakan TNI kita juga harus izin. Pemerintah Filipina pun harus mendapat persetujuan dari parlemen. Ini yang memang sangat menyulitkan kita," ujar Jokowi.

"Sehingga ada dua (upaya) yang kita lakukan, (komunikasi) dengan pemerintah Filipina juga dengan jaringan yang kita punyai," tambahnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyebut Indonesia melakukan negosiasi kemanusiaan. "Pemerintah tentu berpegang pada prinsip untuk tidak ditekan dan diam seperti itu. Pemerintah mendahulukan negosiasi secara kemanusiaan," ujar JK pada awal April lalu.

JK yakin orang-orang yang terlibat dalam upaya pembebasan 10 WNI telah bekerja dengan sebaik-baiknya. Dirinya juga menegaskan pemerintah Indonesia lebih menekankan pada upaya dialog dengan kelompok Abu Sayyaf. "Ini kan mendahulukan dialog dulu. Di mana-mana penyelesaian standar mendahulukan faktor kemanusiaan," terangnya.

Usaha Indonesia yang menggunakan diplomasi tanpa senjata itu akhirnya berbuah manis. Pada 31 April 2016 waktu dini hari di Filipina, pihak kelompok Abu Sayyaf akhirnya membebaskan para sandera. Tim negoiator berhsil masuk melakukan kontak dengan kelompok Abu Sayyaf dan mengeluarkan 10 sandera yang disandera. Mereka lepas tanpa ada satu selongsong peluru yang muntah dari senjata api.

"Tidak ada pembayaran tebusan. Ini murni negosiasi," ujar salah satu negosiator pembebasan 10 WNI, Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Koordinator Fungsi Politik KBRI Manila Eddy Mulya yang juga salah seorang negosiator pembebasan 10 WNI mengatakan proses pembebasan dilakukan dengan proses negosiasi. "Ya ini full negosiasi. Kebetulan saya masuknya cuma di tengah," kata Eddy.

~detik.com
 
Kivlan Buka Rahasia, Alasan Moro Terlibat Negosiasi Sandera Abu Sayyaf

301784_620.jpg

Kivlan Zen, saat berkunjung di kantor redaksi Majalah TEMPO, Jln Proklamasi No 72, Jakarta Pusat, 4 Oktober 2006. TEMPO/Cheppy A. Muchlis

Sekitar sepuluh warga negara Indonesia dari 14 orang yang disandera oleh kelompok separatis Filipina atau yang dikenal dengan Abu Sayyaf akhirnya dibebaskan. Kesepuluh WNI itu adalah awak kapal tugboat Brahma 12 dan kapal tongkang Anand yang sebelumnya bermuatan batu bara.

Mayor Jenderal Purnawiraan Kivlan Zein, negosiator yang ikut dalam upaya pembebasan sandera, menuturkan, negosiasi pembebasan sandera menjadi mulus lantaran melibatkan Gubernur Zulu Abdsakur Toto Tan II. Toto ini keponakan pemimpin Moro National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari.

Mengapa menyeret nama Nur Misuari, karena sang penculik, Al Habsyi Misa, adalah mantan supir dan pengawal saat Nur Misuari menjadi Gubernur Otonomi Muslim di Mindanao atau ARMM pada 1996-2001. "Saya sebagai wakil perusahaan meminta bantuannya membujuk sang penculik, dan berhasil membujuknya," kata Kivlan yang saat dihubungi masih di Filipina, Minggu, 1 Mei 2016.

Menurut Kivlan, kelompok Abu Sayyaf merupakan sempalan dari kelompok MNLF yang memilih berdamai dengan pemerintah Filipina. "Jadi ini murni negosiasi yang melibatkan perwakilan dari kedua negara, dan satu tokoh yang cukup disegani oleh kelompok Abu Sayyaf," ucap Kivlan Zein.

Para sandera itu sudah diserahterimakan di sebuah pantai di selatan Mindanao. Serah terima dilakukan pada pukul 12.00 waktu setempat. Kivlan sendiri mengaku sebagai pihak yang mewakili perusahaan PT Patria Maritime Lines, dan turun untuk bernegosiasi sejak 27 Maret 2016.

Kivlan mengaku terlibat karena pernah bertugas sebagai pasukan perdamaian Filipina Selatan pada 1995-1996. Saat tugas itu Kivlan mengenal Nur Misuari dengan sangat baik. Keakraban itulah yang kemudian digunakan Kivlan melobi kelompok Abu Sayyaf agar membebaskan WNI yang disandera.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah Nur Misuari segera menghubungi Toto agar bernegosiasi dengan kelompok militan Abu Sayyaf. Negosiasi pertama dilakukan pada akhir Maret tak lama setelah sepuluh sandera itu disekap. Negosiasi itu juga melibatkan petinggi Patria Maritime dan intelijen Filipina. "Kemudian direspons badan intelijen strategis TNI dan terjadi komunikasi," kata Kivlan.

Seringnya negosiasi yang dibantu pemerintah Filipina, bekas militan MNLF dan beberapa organisasi lainnya, akhirnya pada 1 Mei, 10 sandera itu dibebaskan. "Sekarang kami mencoba negosiasi membebaskan empat sandera yang masih ditahan," kata Kivlan. Empat sandera yang masih ditahan itu awak kapal lain.

~tempo.co
 
Dibebaskan, empat sandera WNI di Filipina

160416012504_indonesia_tug_boat_640x360_afplgetty.jpg

Empat WNI itu adalah anak buah kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi yang dibajak pada 15 April lalu.

Sebanyak empat warga negara Indonesia yang disandera di Filipina sejak 15 April lalu telah dibebaskan, kata Presiden Joko Widodo.

“Alhamdulillah akhirnya empat WNI yang disandera kelompok panyandera sejak 15 Maret sudah dibebaskan," ujar Presiden Jokowi.

Keempat WNI tersebut, lanjut presiden, telah aman bersama otoritas Filipina.

Di tempat terpisah, Menkopolhukam, Luhut Panjaitan, mengatakan pembebasan itu tak lepas dari kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Filipina.

"Memang dukungan penuh Filipina yang membuat sukses, bahwa ada kelompok ini dan itu (yang membantu), iya itu betul. Tapi telepon Presiden Jokowi pada presiden Filipina sangat berpengaruh dalam penyelesaian kasus ini," ujar Luhut.

Empat WNI yang dibebaskan adalah anak buah kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi. Kedua kapal itu dibajak pada Jumat (15/04) pukul 18.31 waktu setempat, saat dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara.
Mereka adalah Mochammad Ariyanto Misnan (nakhoda), Lorens MPS, Dede Irfan Hilmi, dan Samsir.

Pembebasan keempat WNI terjadi setelah 10 WNI lainnya dibebaskan pada akhir April lalu.
Ke-10 WNI tesebut diculik dalam insiden terpisah Maret lalu. Mereka adalah awak kapal Anand 12 yang berlayar di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina.

sumber:
 
Abu Sayyaf: Kalau Rakyat Indonesia tak Perjuangkan Kalian, "Potong Leher!"

militan-abu-saffaf_20160408_082502.jpg




TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Trauma psikis masih dialami empat ABK kapal TB Henry kendati telah selamat dari penyanderaan kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf dan kembali ke Tanah Air.

Sebab, mereka hidup dalam bayang-bayang ancaman kematian dengan kepala dipenggal selama penyanderaan 25 hari di hutan sebuah pulau di Filipina.

"Mereka selalu bilang, kalau misalkan rakyat Indonesia nggak memperjuangkan kalian, kalian akan begini. Mereka menunjukkan video," ujar ABK TB Henry, Dede Irfan Hilmi, usai acara serah terima korban kelompok Abu Sayyaf dari pemerintah ke keluarga di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Jumat (13/5/2016).

"Jadi, hampir setiap hari mereka menunjukkan video itu ke kami dan buat kami takut. Bukan takut ditembak. Tapi, kami takut dipotong lehernya seperti orang-orang di video itu," sambungnya.

Pemuda asal Ciamis Jawa Barat itu menceritakan, selama penyanderaan dirinya dan tiga rekannya hidup berpindah-pindah melewati hutan dan pegunungan.

Dan selama itu Samsir tak melihat atau bertemu dengan warga sipil lokal. Hanya pepohonan lebat dan pegunungan yang ditemui.

Minimal 20 orang anggota kelompok tersebut mengawasi seorang sandera. Dengan senjata laras panjang dan pendek di genggaman, mereka mengawasi para sandera secara bergantian.

Di kala malam hari atau istirahat perjalanan, keempat ABK selalu diikat di satu batang pohon.

"Masalah makan, kami makan seadanya. Kami kan tawanan, bukan tamu. Jadi, seadanya aja. Nggak mungkin kami dijamu baik-baik sama mereka. Ya nasi seadanya, seadanya mereka lah," kenangnya.

Ancaman kepala dipenggal juga dialami ABK TB Henry lainnya, Samsir.

"Katanya, kalau tebusan tidak dituruti, maka nasib kami akan seperti ini, kami dikasih lihat video isinya leher orang digorok," tutur Samsir.

Menurut Samsir, kekerasan fisik jarang diterimanya. Justru, kekerasan psikis lewat video bergambar leher dipenggal lebih sering dilakukan oleh kelompok penyandera.

"Ada satu teman kami, Loren mendapat kekerasan. Misal pernah waktu itu dia terlambat jalannya waktu pindah-pindah, langsung ditendang," kenangnya.


~tribun.com
 
keuntuk mencegah kembalinya terjadi pembajakan kapal dalam setiap prairan negara
adabaiknya melakukan penjegahan seperti :
penambahan unit polisi lautan yang ikut dalam setiap kapal, memperbanyak untit senjata
jadi setidaknya ada pelawanan
jangan memikirkan biaya
toh jika sudah dibajak juga pasti mengeluarkan laginbiaya yang tak sedikit kan
bagaimana ?
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top