Butuh Serat? Makan 10 Apel Sehari!

graphe

New member
Serat makanan dulu dipandang sebelah mata karena tidak memberikan energi. Akan tetapi, kini ia makin didamba. Selain memperlancar "hajat ke belakang", serat juga melindungi dari kanker kolon dan berbagai penyakit lainnya.

Penderitaan Ratna (26) bertambah setiap kali datang jam makan siang. Setiap kali menyuap nasi rendang favoritnya di kantin kantor, terbayang perjuangannya kelak di kamar kecil. Sudah tiga hari ini ia sembelit, dan memang jadwal BAB-nya "cuma" dua kali seminggu.

Dara asal Bandung yang bekerja di suatu biro jasa ini, sejak remaja sulit berpaling dari masakan padang, yang dianggapnya, "Paling enak di seluruh Nusantara. Bumbunya nendang banget."

Anehnya, kendati berdarah Priangan, penggemar acara infotainment ini tak suka sayur dan buah. Paling banter ia makan sup dan sesekali anggur. Ketika Tini sahabatnya menasihati, "Kamu kurang makan serat, Na," gadis bertinggi berat 165-78 itu agak terhenyak.


Membantu pencernaan
Kendati, mungkin baru tersadar, Ratna tidak sendirian. Menurut penelitian Departemen Kesehatan (Depkes) RI pada tahun 2001, masyarakat kita mengonsumsi serat hanya sepertiga dari yang disarankan WHO, yakni cuma 10,5 g per hari. Yang menyedihkan, buah dan sayur hanya dikonsumsi sebanyak 2,7 g per hari. Tak heran, jika pada survei tahun 1997 Depkes menemukan kasus kegemukan pada wanita (seperti Ratna) mencapai 20%, yang berarti 5,9% dari populasi penduduk.

"Setahuku, serat makanan tak ada gunanya bagi tubuh," sergah Ratna.

"Benar, itu pendapat para pakar sebelum tahun 1970-an," tangkis Tini, yang kebetulan peminat masalah kesehatan. Dr. Denis Burkit, asal Inggris, lewat penelitiannya bertahun-tahun di Afrika, menengarai besarnya peran serat dalam makanan tradisional masyarakat setempat, yang membuat mereka kebal dari penyakit masyarakat modern, antara lain penyakit jantung koroner, diabetes, usus buntu, wasir, sembelit, dan kanker usus besar.

Ratna meneguk es teh manis, tanda berminat. Ia heran, bukankah serat tak bisa dicerna dalam perut? Itu pun benar, karena struktur serat berupa karbohidrat kompleks, terutama yang berasal dari makanan nabati, seperti sayur dan buah. Enzim pencernaan tak mampu memecahnya menjadi molekul-m

Nah, lalu apa gunanya serat? "Sabar," Tini menelan suapan pecel madiun-nya dulu. Seperti spons, serat mampu menyedot air dan garam empedu, berikut sisa bakteri pencerna di dalam perut. Hal ini menyebabkan volume feses terbentuk dalam ukuran normal. Maka, dengan gerakan peristaltik yang wajar, otot usus pun jadi tak terlalu bekerja keras mendorong feses mendekati anus.

"Karenanya, kalau kamu makan cukup serat, akan terhindar dari sembelit," sambung Tini sambil menyiapkan suap berikutnya. Tanpa sadar, mata Ratna mengikuti gerak sendoknya mengais sayuran pecel.

Mempersingkat masa parkir
"Tanpa serat, dari apa yang kamu makan, yang akan menjadi feses sangat sedikit," kata Tini tanpa risih walau tengah berada di kantin. Kuantitas feses yang tak seberapa itu tak bisa menimbulkan refleks regang pada usus, yang biasanya disusul rasa ingin BAB. Karenanya, butuh beberapa hari di dalam usus (transit time), menunggu limpahan residu makanan yang baru hingga volume feses mencukupi untuk didorong gerak peristaltik otot usus mendekati dubur.

"Nah, itulah yang terjadi di dalam perutmu, Na," ujar Tini, membikin Ratna agak bergidik. Semakin lama feses ngetem di usus, volumenya makin kecil dan keras. Sehingga, usus harus berkontraksi alias kerja keras untuk menggusurnya keluar dari usus besar. Kontraksi ini bisa dirangsang dengan mengejan. Akibatnya, otot perut kian melemah, lalu akan timbul gangguan pencernaan. Selain itu, penyakit wasir siap mengancam karena gesekan keras feses menyebabkan dinding anus terluka.

Yang juga terjadi pada Ratna adalah bebas leluasanya garam empedu membantu pelarutan asam lemak, kolesterol, dan bahan lain yang sulit larut dalam air, sehingga mudah diserap usus. Seluruh lemak dan gula yang dimakannya dihisap usus halus tanpa kesulitan, sehingga tak lama kemudian perut akan lapar kembali, yang merangsangnya untuk ngemil atau makan lagi. Akibatnya, terjadi obesitas dan peningkatan kolesterol dalam darah, seperti yang dialami gadis pengidola Tora Sudiro itu.

Selain itu, kadar kolesterol dalam darahnya akan lepas kendali, dan sewaktu-waktu bisa terjadi penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis). Ia rentan terhadap serangan jantung koroner dan stroke. Belum lagi semakin lama feses parkir di dalam usus, memungkinkan merajalelanya segala macam bakteri. Residu makanan akan terserap kembali ke dalam tubuh, termasuk toksin dan kuman patogen yang terkandung di dalamnya. Risiko terkena tumor dan kanker usus besar sangatlah besar.

"Hiiih!" Ratna bergidik. Beda jika saja ia mau mengonsumsi serat, sebab sebelum garam empedu beraksi membantu terjadinya absorbsi oleh usus, serat langsung meringkusnya bersama lemak dan kolesterol sekaligus, lalu menelikung dan menggiring mereka ke usus besar, sebelum "diekspor" ke jamban. Makin tinggi konsumsi serat, maka semakin banyak lemak dan asam empedu yang merupakan produk akhir kolesterol yang dikeluarkan dari tubuh.

Selain itu, serat makanan juga dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Karena itu, dr. Handrawan Nadesul menganjurkan para pengidap diabetes untuk banyak makan serat. Soalnya, serat makanan mengubah sifat insulin yang beredar dalam darah agar bekerja lebih optimal, sehingga gula dalam darah larut dalam sel dan terpakai. Karena itu, kebutuhan akan insulin berkurang. Dengan begitu, tercapailah efek pengaturan tingkat gula darah kaum diabetesi, oleh serat makanan.

Ratna mengangguk-angguk. Dengan melirik, matanya beredar ke piring tetangga.

Lebih baik direbus
Standar WHO untuk hidup sehat adalah "makan cepat, cernakan cepat, keluarkan cepat". Hanya serat yang bisa membantu. Serat makanan ada dua jenis, yang bisa larut dalam air (soluble fiber) dan yang tak bisa larut (insoluble fiber). Yang bisa larut dapat menurunkan kolesterol darah, terdapat pada wortel, agar-agar, jeruk, pir, anggur, apel, biji wijen, buncis, kacang polong, stroberi, dan oat.

Sedangkan serat yang tak bisa larut dalam air, yang tadinya disangka tak berguna, ternyata mampu mencegah bahkan mengobati susah BAB (konstipasi/sembelit), bahkan meminimalisasi risiko kanker usus halus dan usus besar. Serat ini terdapat pada apel, kentang, wortel, jagung, kol, bit, kacang-kacangan, beras merah, gandum dalam roti warna cokelat, serta buah dan sayur yang dimakan dengan kulitnya.

Memang disarankan agar serat dikonsumsi langsung dari bahan alami buah dan sayuran, karena serat kasarnya menjadi magnet bagi residu makanan. Hanya, harus diimbangi dengan asupan delapan gelas air per hari. Sebab, serat menyerap air saat berada di pencernaan. Bila asupan airnya kurang, justru bahaya yang akan timbul. Sembelit bisa makin parah, dan usus besar akan mengalami gangguan fungsi.

Seperti spons, penyerapan air oleh serat berbeda-beda kuantitasnya. Serat wortel dan apel, misalnya, mampu menyerap hingga 30 kali berat makanan yang dikonsumsi. Sedangkan yang lebih kuat penyerapannya dibandingkan dengan serat buah dan sayuran yaitu serat biji-bijian. Karenanya, disarankan agar orang dewasa mengonsumsi serat 20 - 35 g per hari, setara dengan 9 - 13 buah apel atau 12 - 16 potong roti gandum setiap harinya.

Namun, ada perbedaan antara serat apel segar, apel digiling halus, dan sari buah apel. Apel segar tentunya jauh lebih baik ketimbang bubur apel yang struktur seratnya sudah rusak.

Harian Kompas (Mei 2001) pernah menyitir hasil penelitian mahasiswa IPB, Titi Rahayu (1998), bahwa serat makanan dalam sayuran yang dimasak meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah. Sayuran rebus memiliki kadar serat paling tinggi (6,40%), disusul sayuran kukus (6,24%), sayuran dimasak santan (5,98%), dan sayuran mentah (5,97%).

Tini tersenyum dalam hati. Tanpa sadar, Ratna keasyikan ikut menyuap buah pepaya dan mangga harum manis pesanan Tini.

Tak diketahui, apakah Ratna kemudian telah terbebas dari sembelit. Yang jelas, hari-hari berikutnya, pasangan sahabat itu datang dan keluar kantin kantor di kawasan perkantoran Bendungan Hilir, dengan ceria. Tukang buah di sudut kantin selalu menyediakan dua porsi buah untuk mereka, setiap kali mereka makan di kantin. ****


Sumber: Intisari
Penulis: Dharnoto
 
Makan 10 buah apel perhari...? Berat di kantong
Mendingan diganti buah lain, mangga asam, dijamin lancar BAB. Hehehehe
 
Back
Top