Catatan Seorang Gadis Asri

Status
Not open for further replies.

fajarsany

New member
Sebuah karet gelang merah mendarat di kepala belakang Hira. Refleks dia memegang kepala belakangnya, lalu meliuk ke belakang mencari-cari sumber datangnya benda tersebut. Anak-anak lelaki dan perempuan di belakangnya tampak duduk dengan tenang menulis apa yang ada di papan tulis, begitu pula dengan yang ada di sebelah kanan dan kiri.

Beberapa menit kemudian, sebuah karet gelang merah kembali mendarat di kepala belakang Hira. Kali ini, dia meliuk dengan cepat sehingga berhasil memergoki pelakunya yang ternyata adalah Resti dan gengnya.

“Uuu... dasar sok cantik!”

“Dasar kalian dengki!” Balas Hira sambil membidikkan karet gelang tadi ke arah Resti.

Tanpa disadari, bu guru masuk kembali ke kelas, “Hira, jangan main-main!”

“Mereka yang duluan...”

“Sudah kamu jangan malah ikut-ikutan!” Kata bu guru.

Resti dan gengnya cekikikan puas melihat Hira.

***​

Esok pagi, kalender hari ini menunjukkan tanggal merah, sekolah libur. Hira mengambil sepedanya, kemudian mengunjungi warung-warung yang berada di sekitar sambil membawa banyak kue buatan ibunya untuk dijual.

“Semoga semua kue itu laris hari ini.” Kata ibunya saat Hira kembali ke rumah.

“Ayah masih sakit?” Tanya Hira.

“Masih.”

Hira melihat ayahnya terbaring di tempat tidur. Dia adalah seorang guru SD. Sudah 6 bulan terakhir ini tidak mengajar karena terkena stroke.

“Kita masih belum punya biaya.” Kata ibunya.

***​

Sepulang sekolah, Hira bermain badminton bersama Nina, sahabatnya, dan teman-teman yang lainnya. Resti dan gengnya yang kebetulan melewat, memaksakan diri bergabung.

“Main badminton saja kok pake make-up?” Kata Resti.

“Siapa yang pake make-up?” Jawab Hira.

“Jangan dengarkan dia Ra!” Kata Nina.

“Orang miskin begitu gayanya sok seperti orang kaya!”

Nina langsung menghentikan permainannya, kemudian menghampiri Resti yang sedang bermain.

“Kamu bisa diam tidak? Mengganggu teman aku saja, kenapa?”

“Eh... Na!” Kata yang lainnya melihat tindakan Nina.

Resti menyingkirkan ujung raket Nina dari lehernya, “aku tidak suka dia.”

“Kamu tidak suka karena dengki dia memiliki paras cantik, dan kamu menganggap itu melebihi kamu. Akui saja!”

“Dia bergaya seperti orang kaya, padahal mis...”

Nina menempelkan kembali ujung raketnya di leher Resti, “kamu juga dengki karena dia selalu tampil rapi!”

“Na... sudahlah.” Kata Hira memegang pundak Nina.

***​

Setelah bermain, Hira, Nina, dan yang lainnya beristirahat sejenak. Langit mulai terlihat gelap.

“Semua ini gara-gara aku, aku melibatkan kalian dalam masalah dengan si Resti.”

Nina memegang pundak Hira, “itulah gunanya sahabat, sahabat yang baik akan membela temannya ketika mendapat ancaman.”

Hira tersenyum.

“Ummm... Na.”

“Ya Ra?”

“Aku butuh bantuan....”

“Jangan sungkan Ra.”

“Aku ingin bisa mendapatkan uang sendiri, bagaimana caranya ya?”

Nina mengarahkan mukanya pada Hira, “apa, memangnya kenapa kamu ingin mendapatkan uang sendiri?”

“Untuk biaya pengobatan ayahku, sudah 6 bulan terakhir ini dia menderita stroke, jadinya tidak bisa bekerja.”

***​

Tiga hari kemudian. Sepulang sekolah, Hira, Nina, dan teman-teman dekatnya berkumpul di warung depan sekolah.

“Ra, kita punya ide untuk membantumu.” Kata Nina.

“Membantu apa?” Tanya Hira.

“Katanya ingin mendapatkan uang sendiri?”

Hari Sabtu sore, mereka mendirikan sebuah stan di alun-alun kota. Mereka menjual berbagai makanan tradisional, termasuk aneka kue buatan ibu Hira. Makanan tersebut berasal dari masing-masing keluarga atau kerabat mereka, seperti Nina yang menjual dodol coklat milik pamannya.

“Na, terimakasih atas semua ini, aku telah merepotkan kalian.”

“Santai saja, lagipula kita semua juga mendapatkan untungnya, dan juga ada kegiatan supaya tidak jenuh, hehehe.”

***​

Selama tiga bulan ini, mereka semua mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari mendirikan stan tersebut. Uang jajan pun tidak lagi meminta kepada orangtua.

Sementara itu, keajaiban menghampiri ayah Hira, dia sembuh dari penyakit stroke-nya setelah menjalani terapi yang diberikan oleh rekan sesama gurunya. Meski tidak benar-benar sembuh seperti sebelum terkena penyakit tersebut, dia sudah dapat kembali bekerja.

Hira dan teman-temannya senang sekali mengetahui kabar tersebut. Meskipun demikian, kegiatan mereka tidak berhenti.

“Ternyata selalu ada hikmah disetiap musibah.” Kata Hira.

“Selalu ada, selalu, seperti yang sekarang kita rasakan, hasil jerih payah kita.” Balas Nina.

***

Suatu sore di bulan puasa, Hira berangkat dari rumahnya, menuju sebuah selter bus. Dari sana, bersama Nina, mereka akan naik bus menuju sebuah restoran di pinggiran kota untuk mengadakan buka bersama teman-teman sekelasnya.

Di tengah perjalanan, angkot yang dinaikinya tiba-tiba mogok. Semua penumpangnya terpaksa diturunkan. Hira hendak memberitahu Nina, tapi pulsa ponselnya habis. Dia tahu tempat penjual pulsa di daerah tersebut, namun jalan yang biasa dilewatinya tergenang banjir, sehingga dia harus menggunakan jalan lain yang sepi karena tertutupi pepohonan di kanan-kirinya.

Selesai membeli pulsa, dia segera kembali menuju jalan utama.

Dari arah belakang, sebuah mobil sedan melaju dengan kencang, kemudian tiba-tiba berbelok ke kiri memasuki trotoar dimana Hira sedang berjalan. Refleks Hira segera melompat ke kiri, tapi sayang terlambat, Hira terpental hingga kepalanya membentur sebuah pohon.

***​

Tuuut... tuuut... tuuut...

“Kemana dia, apa sudah disana? Wah keterlaluan kalau begitu.” Kata Nina sambil menutup ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, dua puluh menit lagi adzan maghrib berkumandang. Merasa terlalu lama menunggu, akhirnya dia pergi tanpa menunggu Hira.

“Aku tidak tahu, tidak ada kabar, ditelepon pun tidak diangkat, padahal kami sudah janjian berangkat bersama dari selter itu.” Kata Nina pada teman-teman sesampainya disana.

Selesai shalat maghrib, mereka semua duduk-duduk di taman depan masjid.

Derrrt... derrrt... ponsel Nina bergetar. Di layarnya terpampang nama pemanggil: Hira.

“Halo?” Kata pemanggil tersebut.

“Suaranya bukan Hira,” kata Nina pada teman-teman, “i iya halo?”

“Ini dengan Nina?”

“Iya benar....”

Wajah Nina berubah menjadi serius, “ayo kita ke rumah sakit!”

***​

Nina seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hira sudah terbujur kaku di hadapannya. Seorang polisi yang ada disana mengatakan bahwa pelaku penabrakannya masih dalam proses pencarian.

Salah seorang perawat mendekati Nina, “dia meninggal karena cedera otak serius akibat benturan keras, tapi anehnya... tidak ada darah yang keluar, wajah dan seluruh tubuhnya rapi, bersih, dan wangi. Semula saya kira dia artis.”

Semua teman-temannya merasa sedih kehilangan Hira. Resti dan gengnya meminta maaf karena selama ini mereka selalu mengganggu Hira, dan Resti mengakui kalau perbuatannya selama ini dilandasi oleh rasa dengkinya pada Hira.

***​

Seminggu setelah jasad Hira dikuburkan, ibu Hira membersihkan kamar bekas anaknya. Saat sedang merapikan lemari buku, dia menemukan sebuah buku catatan berwarna coklat tua dengan kover keras. Ternyata sebuah buku catatan harian. Ibu Hira membaca dengan seksama setiap halaman, hingga di pertengahan, terdapat sebuah catatan yang tertulis:

“Aku akan selalu berusaha rapi dan bersih dalam hidup ini supaya kalau suatu saat nanti aku mati, orang-orang tidak dimuakkan oleh penampilanku yang lusuh, dan kotoran-kotoran yang ada di tubuhku.”
 
wah cerita den fajarsany ini selalu dipenuhi misteri, megegangkan dan asik hehe
thank den, lumayan menghilangkan jenuh hehe :D
Ngomong" sedikit terharu juga saya membacanya den
 
wah cerita den fajarsany ini selalu dipenuhi misteri, megegangkan dan asik hehe
thank den, lumayan menghilangkan jenuh hehe :D
Ngomong" sedikit terharu juga saya membacanya den

Hehe sebenarnya ini cerita temen saya yang buat, cuman dibagusin lagi sama saya.
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top