Cara Terbaik Memahami Anak

spirit

Mod
post-17.jpg

Banyak orangtua yang mengikuti seminar saya berkomentar “Oke, teknik yang anda berikan untuk mengatasi masalah anak sangat bagus. Tetapi, saya tidak yakin bisa menerapkan apa yang telah anda ajarkan” lalu tanya saya “Apa sebabnya?”, “Pertama saya tidak disukai anak, berikutnya bagaimana mengkomunikasikan pada mereka?”.

Jelas ini adalah masalah, tetapi tenang saja karena ada cara untuk memahami perilaku anak. Sebelum membahas hal itu ada bagian yang harus anda pahami terlebih dahulu.
Banyak orangtua yang bertanya dalam pikiran mereka sendiri:
  • Mengapa anak saya tidak peduli dengan masa depannya?
  • Mengapa mereka melakukan hal-hal yang tidak masuk akal?
  • Mengapa mereka tidak mau mendengarkan walupun sudah diingatkan berkali-kali?
  • Mengapa anak saya membiarkan dirinya dipengaruhi oleh teman-temannya dengan hal-hal negatif yang tidak berguna?

Nah pertanyaan utama, “Bagaimana cara memahami perilaku dan pemikiran mereka?”

Jawabanya adalah EMOSI mereka. Emosi sangat menguasai logika berpikir anak-anak dan remaja. Mereka jauh lebih banyak di dorong oleh perasaan daripada pemikiran mereka. Dengan mengetahui hal ini, maka sia-sia upaya kita mengkuliahi mereka seharian.

Mengisi pikiran mereka dengan nasihat positif, dan menjadikan diri kita motivator di depan mereka tidak akan berhasil. Justru akan membuat anak bertambah sebal dengan kelakuan kita. Komentar atau nasihat seperti, “Kamu harus giat belajar”, “Jangan buang waktumu dengan bermain terus”, “Jaga kebersihan kamarmu”, kecuali bila kita sudah terlebih dahulu mengenali perasaan mereka.

Dalam kondisi emosi yang negatif seorang anak tidak dapat menerima input dan nasihat yang dapat mengubah perilaku mereka. Berbeda hasilnya jika kita mampu mengerti dan mengenali perasaan emosi mereka terlebih dahulu, maka mereka akan terbuka dan mendengarkan saran logis dari kita. Anak–anak dan remaja akan melakukan sesuatu jika membuat mereka merasa nyaman di hatinya.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita akan belajar bersama, bagaimana reaksi kita dalam menghadapi masalah anak tersebut. Seringkali jika ada masalah maka yang ada di benak kepala kita umumnya ada 3 hal, yaitu :

1. Memberi nasihat, misalnya “Saya tadi berkelahi dengan Agus di sekolah”, respon kita pada umumnya “Apa-apaan kamu ini, sekolah bukan tempat untuk berkelahi, hanya penjahat yang menyelesaikan masalahnya dengan berkelahi.”

2. Menginterogasi, misalnya “HP saya hilang di sekolah”, respon kita pada umumnya “Kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Coba di ingat kembali.”

3. Menyalahkan dan menuduh, misalnya “Tadi Edo dihukum karena tidak mengerjakan PR”, respon kita pada umumnya “Dasar anak malas, mulai hari ini kamu harus lebih disiplin dan memperhatikan tugas di sekolah.”

Setelah melihat ketiga contoh diatas, tidak ada satu ruang pun untuk mengakui perasaan atau emosi anak, betul? Seringkali kita ini hanya memberikan masukan tanpa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi, atau lebih tepatnya perasaan apa yang terjadi pada diri anak kita.

Ketika emosi seorang anak diabaikan mereka akan lebih marah dan benci. Selama ini mereka berada dalam keadaan emosi negatif, semua nasihat-nasihat maksud baik kita tidak akan digubris.

Cara terbaik untuk memahami anak kita adalah, mengakui emosinya (kenali emosinya) dan beri mereka kekuatan untuk menemukan solusi atas masalah mereka sendiri. Caranya adalah:

1. Berikan perhatian dan pengakuan

Terkadang yang dibutuhkan anak hanya didengar saja, bukan solusinya. Hanya memberikan perhatian 100% kita bisa terkejut, ternyata anak mau terbuka, mau berbagi pikiran dan perasaannya.

Hanya dengan berkata “Hmm.. oke, begitu ya.. lalu..” Walau nampaknya sederhana, jujur ini sulit bagi kita orangtua yang terbiasa mau mengambil jalur cepat, dengan memberikan solusi dan menyelesaikan masalah.

Ketika hal itu kita lakukan, justru anak akan menutup diri, dan menghindar untuk bicara dengan kita. Anak hanya akan meyatakan pikiran dan perasaan yang sejujurnya tanpa takut dihakimi.

Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka.

Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri dengan berpikir untuk dirinya sendiri, dan berani menghadapi tantangan – tantangan hidup. Misalnya “Saya tadi berkelahi dengan Agus, di sekolah”, respon kita “Apa yang terjadi? Lukamu pasti sakit sekali yah..”

2. Mengenali dan menggambarkan emosi

Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak, dan mengerti dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh manusia.

Nama emosi dan artinya :

Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatu yang tidak diinginkan bisa saja terjadi
Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tidak sesuai harapan
Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar karena ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan baik
Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
Depresi – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan

Baiklah kita mulai dengan satu kasus, jika anak anda datang dan berkata “Joni tidak mau bermain bola denganku” Apa jawab anda? “Sini main sama papa/mama, main sama yang lain saja ya, atau ya sudah main sendiri saja.” Ketiga jawaban ini sekilas adalah jawaban klasik, dan memang dibenarkan karena sering dipakai.

Pertanyaan saya ada emosi apa dibalik kata-kata anak tersebut? KECEWA dan KESEPIAN. Nah, kalau begitu responnya bagaimana? “Hmm.. nak kamu ingin sekali ya bermain dengan Joni?” atau “Hmm.. kamu kesepian yah, ingin bermain ya?” lalu tunggu responnya, biasanya anak akan bercerita panjang lebar, kemudian solusi sebaiknya diserahkan kepada anak.

Caranya “Lalu apa yang bisa Papa/Mama bantu? Ingin bermain dengan Papa/Mama? Atau ada ide lain?” Biarkan anak memilih solusi terbaik bagi dirinya. Perhatikan tabel diatas dan gunakan untuk berkomunikasi dengan anak, pahami seiap kasus yang dialami anak.

Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan solusi masalahnya sendiri, maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan tumbuh rasa percaya diri di lingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan mudah bagi anak untuk terbuka terhadap orangtuanya, dan sikap saling percaya antara orangtua dan anak akan terbentuk dengan baik.


 
terimaksih den infonya . ini sangat infonya yg bagus . apalagi untuk papa yg di usia muda . kn emosi nya kadang2 ga trkendali
 
Seringkali jika ada masalah maka yang ada di benak kepala kita umumnya ada 3 hal, yaitu :

1. Memberi nasihat, misalnya “Saya tadi berkelahi dengan Agus di sekolah”, respon kita pada umumnya “Apa-apaan kamu ini, sekolah bukan tempat untuk berkelahi, hanya penjahat yang menyelesaikan masalahnya dengan berkelahi.”

2. Menginterogasi, misalnya “HP saya hilang di sekolah”, respon kita pada umumnya “Kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Coba di ingat kembali.”

3. Menyalahkan dan menuduh, misalnya “Tadi Edo dihukum karena tidak mengerjakan PR”, respon kita pada umumnya “Dasar anak malas, mulai hari ini kamu harus lebih disiplin dan memperhatikan tugas di sekolah.”

ini khas didikan mayoritas orang tua jaman dulu nih :) aku ngalamin sendiri soalnya hehehe
 
Benar banget ceramah dalam kondisi emosi yang negatif akan sia sia saja.....semoga para orang tua lebih mengenal emosi anak . Dan tetap semangat mendidikanak anak kita.
 
Back
Top