Pengusaha Diajak Bikin Ibu Kota Baru, Ini Sektor Usaha yang Diminati

spirit

Mod
29d40de4-857f-41a8-a8a8-ba0491fa6e69_169.jpg

Pemerintah berencana mengundang pihak swasta untuk ikut berinvestasi jika rencana pemindahan ibu kota sekaligus pusat pemerintahan jadi terlaksana. Sebab biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan kota baru sangatlah besar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memandang tawaran berinvestasi di ibu kota yang baru cukup menarik bagi dunia usaha. Namun tergantung dari sektor apa yang akan ditawarkan.

Menurut Hariyadi sektor yang bakal paling banyak diminati adalah perumahan. Sebab para pegawai negeri sipil (PNS) kementerian dan lembaga yang berpindah kantor pasti membutuhkan tempat tinggal.

"Jadi tergantung sektornya apa dulu, kalau terkait perumahan tentunya bisa lebih cepat balik modalnya. Karena setelah pemerintahan pindah, orang pasti butuh rumah. Sektor itu return-nya bisa lebih cepat," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Rabu (12/4/2017).

Sektor lain yang menarik adalah perhotelan dan komersial. Sebab, kata Hariyadi, meski perhotelan balik modalnya akan memakan waktu yang lebih lama namun ada kepastian terbentuknya ceruk pasar.

"Secara jangka panjang tamunya akan bertambah banyak. Karena kotanya akan berkembang, apalagi pemerintahan," imbuhnya.

Sementara untuk sektor infrastruktur, menurut Hariyadi kurang menarik. Seperti halnya proyek pembangunan jalan tol yang membutuhkan waktu yang lama agar bisa aset jalan tersebut membuahkan keuntungan.

"Infrastruktur picking-nya butuh waktu. Ini seharusnya pemerintah saja yang bangun. Jika sudah masuk skala ekonominya kan bisa di jual ke swasta," pungkasnya.

sumber
 
Mau Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jawa, RI Bisa Belajar dari 5 Negara Ini

484b5f31-1fc0-48bd-b43e-16ed880b65d3_169.jpg

Rencana pemindahan ibu kota sudah bergulir sejak era Presiden Soekarno, Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tak satupun dari rencana itu terwujud. Kini, di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) rencana pemindahan ibu kota kembali mengemuka.

Jokowi berencana memindahkan ibu kota ke luar Jawa. Rencana ini sedang dikaji oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sambil mengkaji, pemerintah bisa belajar dari pengalaman beberapa negara yang telah sukses memindahkan ibu kota dan berjalan hingga sekarang. Negara apa sajakah itu? Berikut rinciannya dirangkum detikFinance dari beberapa sumber:

1. Inggris

Inggris memindahkan ibu kotanya dari Winchester ke London pada 1066. Kala itu proses pemindahannya berjalan mulus dan tidak menimbulkan gejolak sosial. Sebab London sendiri sudah memiliki populasi yang cukup besar. Kini London menjadi salah satu ibu kota yang memiliki tingkat kemajuan yang cukup pesat.

2. Pakistan

Pada 1960 ibu kota Pakistan resmi berpindah dari Karachi ke Islamabad. Proses pemindahan ibu kota Pakistan bukan sesuatu yang instan, pemerintah Pakistan telah membangun terlebih dahulu Islamabad sebelum disematkan predikat ibu kota.

3. Australia

Melbourne merupakan ibu kota pertama sejak berdirinya negara Australia. Namun pada 1911 pemerintahnya melakukan sayembara internasional karena ingin memilih ibu kota yang baru. Syaratnya, kota tersebut harus memiliki taman kota dengan dana besar di pusat kotanya.

Hanya Canberra yang memenuhi syarat tersebut. Alhasil pada 1927 ibu kota Australia berpindah dari Melbourne ke Canberra. Nama Canberra diberikan oleh Lady Denman, istri mantan Gubernur Melbourne pada 1913. Kata ini berasal dari bahasa aborigin, suku asli negara itu berarti tempat bertemu

4. India

India resmi memindahkan ibu kotanya dari Delhi ke New Delhi pada 1911. Proses pemindahan terbilang sangat mudah, sebab kedua kota tersebut masih satu wilayah. Masyarakat New Delhi juga langsung terbiasa dengan perpindahan itu.

5. Brasil

Mantan Presiden Brasil Juscelino Kubitschek mengusulkan pemindahan ibu kota dari Rio de Janeiro karena kota tersebut dianggap sudah sangat padat dan tidak tertib. Akhirnya pada 1960 diputuskan untuk memindahkan ibu kota ke Brasilia.

Proses pemindahannya terbilang cukup berat, sebab mereka harus memindahkan pusat pemerintahannya yang membutuhkan waktu hingga 2 dekade setelahnya. Bahkan pemerintahnya mengiming-imingi warganya dengan uang agar mau pindah ke Brasilia.

sumber
 
Dibangun di Luar Jawa, Ibu Kota Baru Harus Punya Infrastruktur Ini

631d4f4e-ebbc-443e-81eb-97205b5a377d_169.jpg

Pemindahan ibu kota bersama dengan pusat pemerintahan bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan pertimbangan dan kajian yang mendalam sebelum memutuskan kota mana yang dipilih.

Kendati begitu menurut Mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Achmad Hermanto Dardak, kota manapun yang dipilih harus memiliki kriteria tata ruang kota yang baik. Selain itu kota tersebut juga harus memiliki akses infrastruktur yang mampu memadukan dengan kota lainnya.

"Harus ada kriteria penataan ruang, kriteria fungsi. Infrastruktur juga harus terpadu dengan kawasan-kawasan yang akan dibangun. Ada peraturan zonasi, ketinggian berapa, koefisien bangunan berapa," terangnya saat dihubungi detikFinance, Selasa (11/4/2017).

Menurut Hermanto, kriteria tata ruang yang tepat bagi ibu kota terbagi menjadi 30% untuk ruang terbuka hijau, 20% untuk jalan dan sisanya untuk ruang biru atau ketersediaan air, komersil, perkantoran dan permukiman.

"Jalan yang terpenting, sebenarnya idealnya 30% untuk jalan seperti di Barcelona tapi 20% lebih saya kira sudah cukup baik," imbuhnya.

Ketersediaan jalan menjadi sangat penting, sebab sebagai ibu kota sangat rentan terjangkit kemacetan. Seperti Jakarta yang sudah memiliki penyakit kemacetan yang sudah sangat kronis.

"Di Jakarta itu untuk jalan hanya 7% saja, jelas kurang," tukasnya.

Pusat pemerintahan dan ekonomi

Hermanto menambahkan, pusat pemerintahan memang sebaiknya dipisahkan dari pusat perekonomian. Sebab karakteristik infrastruktur khususnya jalan sangat berbeda.

"Ibu kota itu pusat administrasi, jadi tentunya dari sisi tata guna lahan berbeda. Untuk pusat pemerintahan karakternya berbeda dengan wilayah komersil," terang Hermanto.

Menurut Hermanto untuk sebuah kota pusat perekonomian dibutuhkan jalan yang memiliki tingkat efisiensi waktu yang tinggi. Selain itu jalan yang dibangun juga harus mampu menahan beban yang berat.

"Karena karakteristik kendaraannya juga berbeda. Kalau untuk perdagangan pasti dilalui kendaraan yang membawa peti kemas. Sementara kota pemerintahan hanya untuk administrasi," terangnya.

Jika pusat perekonomian digabung dengan pemerintahan hasilnya seperti di Jakarta. Pertumbuhan jalan yang minim membuat jalan di Jakarta semakin padat. Tentu hal itu menjadi beban bagi dunia usaha.

sumber
 
Back
Top