Aturan Listrik Lancarkan Proyek Pembangkit

akbar54

New member
JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan tiga peraturan menteri terbaru di sektor ketenaga listrikan. Peraturan yang dimaksud yakni Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Listrik, dan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dirjen Ketenaga listrikan Kementerian ESDM, Jarman menerangkan, aturan ini memberi jaminan untuk kelancaran proyek pembangkit. Dalam Permen 10, jika target operasi komersial (commercial operation date/COD) molor, kontraktor swasta



yang bertanggung jawab atas proyek tersebut terkena penalti.
“Malah bisa habis uang mereka, otomatis perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA/Power Purchase Agreement) antara perusahaan produsen listrik swasta (IPP) dan PLN batal,” kata Jarman dalam diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Ahad (5/2).
Dengan adanya aturan ini, menurut Jarman, PPA yang selama ini terkatung-katung tidak akan terjadi lagi. Pengembang yang ikut pun, lanjut dia, diharapkan memiliki pengalaman dan kemampuan finansial yang baik.
Jarman menuturkan, untuk pengembang, selama proyek ini belum sampai COD, maka tidak diperkenankan keluar. Apabila kondisi keuangan kontraktor tersebut melemah, harus ditangani sendiri.
Ia melanjutkan, Permen 11 mengatur sisi teknis dan harga gas untuk pembangkit listrik yang bertujuan untuk menjamin kesediaan pasokan gas dengan harga yang wajar dan kompetitif, baik untuk gas pipa maupun LNG. “Kalau dia harga gas mahal pake LNG ajalah, tapi kita dorong pake LNG lokal,” ujarnya.


Dalain Permen 12, pembelian tenaga listrik dan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan berbasis teknologi tinggi dan efisiensi sangat variatif, dan sangat tergantung pada tingkat radiasi atau cuaca setempat, seperti energi sinar matahari dan angin yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan sistem pelelangan berdasarkan kuota kapasitas.
Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, pada Permen 10 dan Permen 11 tidak banyak perdebatan. “Yang agak rawan adalah Permen 12 Tahun 2017,” ujarn$a.
Menurut Fabby, merupakan kebijakan yang kurang tepat jika pemerintah ingin mempromosikan energi Baru Terbarukan (EBT). Apalagi berhubungan dengan target pemakaian EBT untuk pembangkit listrik sebanyak 23 persen pada 2045.
Ia menilai perlu ada pembahasan mengenai dukungan atau insentif dari pemerintah. Misalnya, soal pajak, dan pinjaman bunga. “ini bukan di ESDM, tapi ini di Kemenkeu. ini bagaimana ada upaya insentif oleh pengembang agar bisa memenuhi
ketentuan ini,” ujar Fabby.



Wakil Ketua Komisi VII DPR RI,
Satya Yudha menilai, Permen 10 perlu dilakukan dengan tepat guna
putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK menghendaki pengelolaan Sumber Daya Alam dikuasai oleh negara. Dalam Permen Nomor 10, ada sanksi bagi pengembang yang tidak bisa menyeksaikan proyek pembangkit sesuai target.
“Ini bagus. Kalau dia lebih cepat, maka dia bisa dapat harga lebih.
profesional bisa terpacu juga,” ujar Satya.
Ia menilai pemerintah berhati-hati dalam penerapan Permen
“Rita minta kajian LNG impor ini,jangan gegabah LNG impor, ini menyangkut tata kelola gas secara keseluruhan, jangan semata-mata euforia dunia surplus, tapi mereka lupa Indonesia harus mengembangkan migas kita,” ujarnya.
Dalam Permen 12, menurut Satya,
perlu ada kehati-hatian karena berdampak pada potensi investasi.
meminta pemerintah mengajak swasta berembuk dalam kaitan dengan penetapan harga. “Bagaimana pun juga, selagi infrastruktur belum memadai, maka uggak bisa nekan harga,” ujar Satya. • ed satys festiani


Sumber Republika
 
Back
Top