Sby Dianggap Kuatir Purnawirawan

pratama_adi2001

New member
SBY Dianggap Khawatir Purnawirawan

Terkait Pandangan Istana Tolak Hak Pilih Anggota TNI
JAKARTA - Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melarang anggota TNI mencoblos pada Pemilu 2009 dinilai anggota Komisi I DPR Yudi Chrisnandy sebagai bentuk kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan dari presiden. Kekhawatiran itu terkait dengan semakin maraknya gerakan politik para purnawirawan TNI yang belakangan ini bersikap kritis terhadap pemerintahan SBY.

Gerakan politik para sesepuh militer itu dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap institusi TNI jika memiliki hak pilih politiknya. "Penyikapan itu memang mengesankan ada kekhawatiran yang berlebihan dari presiden, itu tidak proporsional," katanya kemarin.

Yudi tidak menyebut langsung para pensiunan jenderal yang akan berpengaruh bila militer aktif ikut memilih. Dalam catatan Jawa Pos, sejumlah purnawirawan kini memang bergabung di berbagai partai politik. Seperti, Wiranto bersama mantan KSAD Soebagyo HS, mantan KSAL Bernhard Sondakh dan mantan Wapangab Fahrur Rozi yang bergabung di Partai Hanura. Di PPP ada mantan Kassospol Letjen Yunus Tosfiah dan mantan Jaksa agung Letjen Andi Ghalib, di PDIP ada beberapa mantan pangdam seperti Theo Safe?i dan Sambiring Maliala. Di Partai Demokrat SBY yang juga jenderal menjadi ketua Dewan Pembina.

Walaupun menduga ada kehkawatiran SBY dengan keumungkinan pecahnya militer bila ikut pemilu, Yudi melihat sikap presiden itu sudah benar. Menurut dia, saat ini memang ada gelagat dari sejumlah pihak yang memiliki tendensi kepentingan politik tertentu yang akan manfaatkan pengaruh TNI. "Hal itu hanya akan menimbulkan polemik dan polarisasi TNI untuk membangun demokrasi," tutur anggota Fraksi Partai Golkar di DPR itu.

Lagi pula, ujar Yudi, saat ini TNI belum mampu mencapai titik standar profesional minimal. Bahkan, lanjut dia, pemahaman politik dan demokrasi di kalangan personel TNI, terutama di kalangan non perwira belum memadai. "Hal itu sangat mengkhawatirkan bagi timbulnya konflik kepentingan di elemen politik di internal kesatuan militer, barak militer, asrama militer, bahkan di komunitas intelejen," katanya.

Karena itu, Yudi meminta semua pihak untuk tidak terburu-buru mendesak TNI untuk segera menggunakan hak pilih politiknya. "Saya menemui para prajurit di barak-barak, mereka tidak begitu menghiraukan tentang hak pilihnya, yang mereka butuhkan adalah peningkatan kesejateraan dan sarana pengembangan profesionalitas," ujarnya.

Yudi berpendapat, hak pilih TNI baru layak dipertimbangkan pada Pemilu 2014. "Itu masih mempertimbangkan, karena semua tergantung kesiapan internal TNI dan kesadaran para pemilik kekuatan politik untuk tidak menjadikan TNI sebagai target politisasi," ujarnya.

Sementara itu, mantan Ketua MPR RI Amien Rais, yang termasuk berada di baris depan menentang militer ikut pemilu, menghargai sikap SBY itu. Menurut dia, jika TNI benar-benar diberi hak politik, maka kesatuan militer itu akan berubah menjadi partai politik yang bersenjata. "Itu bahaya bagi kehidupan demokrasi," ujar guru besar UGM itu di kantor PP Muhammadiyah Jl Menteng Raya, Jakarta Jumat lalu.

Selain itu, masuknya kekuatan TNI dalam area perpolitikan nasional akan rentan ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan eksklusif. Karenanya, lanjut mantan ketua umum DPP PAN itu, menjadi penting untuk merumuskan kebijakan politik yang tegas untuk menempatkan kekuatan militer dalam fungsinya yang proporsional di pertahanan dan keamanan negara.

Alumnus Chicago University, AS itu berpandangan bahwa TNI merupakan oase terakhir pertahanan bangsa. Karenanya, Amien berharap supaya institusi TNI tidak dilumpuhkan dari dalam melalui pengaruh-pengaruh kepentingan partai politik. "Jadi sikap SBY itu sudah jernih," katanya.(aku)
 
Back
Top