Cattari Ariya Saccani

singthung

New member
KEBENARAN MULIA YANG PERTAMA: DUKKHA


?Segala keberadaan adalah Dukkha.? Ini adalah Kebenaran Mulia pertama yang dinyatakan oleh Sang Buddha. Dukkha sering diterjemahkan sebagai ketidakpuasan, penderitaan atau kesedihan. Ia melampaui semua arti ini dan karena kurangnya kata-kata terjemahan yang tepat, kita terus menggunakan ?dukkha?, arti-nya akan menjadi lebih jelas dibawah ini.

Kemunculan tubuh jasmani dan batin berarti kemunculan dukkha.(27) Tidak ada suatu keberadaan-pun tanpa dukkha. Perbedaan antara seorang Ariya dan orang yang biasa adalah bahwa Ariya hanya mengalami penderitaan pada tubuh jasmani sedangkan orang biasa mengalami penderitaan tubuh jasmani dan batin.

ASPEK-ASPEK DARI DUKKHA

? Existensi/keberadaan menandakan munculnya kehidupan, yang berarti hadirnya kekuatan hidup atau energi. Energi merujuk pada pergerakan, perubahan, dan kegelisahan. Demikianlah, karena pergerakan dan perubahan yakni ketidakkekalan,semua makhluk menjadi subjek dari proses kelahiran, usia-tua, kesakitan dan kematian yang terus-menerus.

Kelahiran adalah Dukkha. Bayi mengalami ketidak-nyamanan dan bergerak dalam kandungan dan lahir di dunia adalah suatu hal yang mengejutkan. Usia tua adalah Dukkha. Kesakitan adalah Dukkha. Kematian adalah Dukkha. Tidak ada makhluk yang memiliki kehidupan yang kekal abadi. ?Segala sesuatu yang muncul adalah subjek dari penghentian.? Ini adalah ajaran dasar dari Sang Buddha.

? Karena ketidakkekalan, maka ada perpisahan dengan yang dicintai. Ini adalah Dukkha. Sang Buddha berkata bahwa yang dicintai membawa kesakitan dan kesedihan, sementara bertemu dengan musuh-musuh juga adalah dukkha.

? Makhluk hidup merasakan ketidaknyaman. Kita tidak dapat mempertahankan posisi tubuh kita untuk waktu yang lama, apakah berdiri, berjalan, duduk atau tidur. Kita perlu secara terus-menerus mengubah posisi. Ini juga adalah dukkha.

? Menyesali tentang masa lampau adalah dukkha. Mengkhawatirkan tentang masa depan adalah dukkha.

? Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki apa yang tidak disukai adalah dukkha. Tidak cukup memiliki apa yang diinginkan adalah dukkha. Memiliki apa yang diinginkan tetapi tidak cukup lama adalah dukkha.

? Melekat pada kenikmatan indera yang tidak bisa terpuaskan adalah dukkha.(28)

? Menjadi subjek kepada suasana hati kita yang senantiasa berubah adalah dukkha. Selalu merasa gelisah juga adalah dukkha.

? Tidak merasa puas sebagaimana layaknya adalah dukkha.

? Bahkan kebahagiaan dan kesenangan pada hakikatnya dukkha karena bersifat sementara.

Dukkha dan berakhirnya dukkha. Semua makhluk yang hidup adalah subjek dari dukkha dan satu-satunya jalan untuk pembebasan adalah berjalan di jalan yang menuntun pada akhir dukkha. Jalan ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan.


KEBENARAN MULIA KEDUA: PENYEBAB​


?Sebab dari Dukkha adalah nafsu keinginan.? Ini adalah Kebenaran Mulia kedua yang dinyatakan oleh Sang Buddha.

?Dari nafsu keinginan timbullah kesedihan, dari nafsu keinginan timbullah ketakutan. Kepada dirinya yang telah terbebas sepenuhnya dari nafsu keinginan, tiada lagi kesedihan terlebih ketakutan.?(29)

Nafsu keinginan yang tidak terpuaskan. Kegelisahan yang alami dari makhluk hidup membuat mereka tidak puas dan mereka menginginkan untuk memuaskan nafsu mereka melalui indera-indera. Bagaimanapun nafsu untuk kesenangan duniawi tidak bisa dipuaskan,jadi mereka terus menginginkan lebih lagi. Diantara kesenangan duniawi, nafsu untuk hasrat seksual adalah kemungkinan yang terbesar, yang mungkin diikuti dengan makanan. Mulut kita seperti lubang yang tak beralas. Kita makan dengan rakus hingga kenyang dan hanya setelah beberapa jam, kita merasa lapar lagi.

Bahkan jutawan tidak puas dengan kekayaan mereka dan mereka menginginkan lebih lagi. Makhluk-makhluk surgawi dengan usia kehidupan jutaan tahun, juga mati secara tidak puas dengan berbagai ambisi yang belum dipenuhi, menurut Sang Buddha.

Selain menginginkan kesenangan duniawi, makhluk hidup juga menginginkan keberlangsungan hidup yang abadi (yaitu tidak sudi mati) dan ada yang menginginkan ketiadaan (yaitu mereka yang bunuh diri) yang mengakibatkan kemelekatan atau keterikatan,terutama pada saat-saat meninggal. Ketika makhluk meninggal dengan tidak puas, bara api nafsu tidak terpadamkan dan hasrat untuk hidup masih ada. Demikian kelahiran kembali terjadi dan lingkaran kehidupan terus berlanjut.

KEBENARAN MULIA YANG KETIGA: PENGHENTIAN​

?Ada sebuah kondisi dari berakhirnya dukkha yang disebut nibbana.? Ini adalah Kebenaran Mulia ketiga yang dinyatakan oleh Sang Buddha.

Nibbana(30) secara harfiah diartikan pemadaman, dan hanya satu-satunya kondisi bebas dari dukkha. Nibbana dapat dialami dalam kehidupan sekarang, atau setelah meninggal yang sering disebut parinibbana. Sementara keberadaan, yang terkondisi karena sebab-sebab, adalah tidak kekal dan dukkha, nibbana adalah tidak terkondisi, abadi dan sukha.(31)Segala sesuatu yang berkondisi mempunyai karakteristik untuk muncul, berubah, dan berakhir, tetapi Nibbana adalah tanpa dilahirkan, tanpa berubah dan tanpa kematian. Ini adalah keadaan yang unik.

Sang Buddha menyatakan ?Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi? bahkan walaupun adanya penghentian segala persepsi dan perasaan ketika seseorang mengalami pencapaian nibbana. Sang Buddha menjelaskan: ?Wahai para bhikkhu, Tathagata tidak mengenali kebahagiaan karena sensasi yang menyenangkan sahaja, tetapi para bhikkhu, kemanapun kebahagiaan dicapai, disana dan hanya disana saja Tathagatha mengenali kebahagiaan.? [Tidak seperti orang biasa yang bergantungan pada hal-hal yang bersifat duniawi untuk merasakan kebahagiaan, Tathagatha mengenali Nibbana sebagai kebahagiaan tertinggi]

Parinibbana. Ketika mencapai parinibbana, tidak ada sesuatu yang diabadikan maupun dibinasakan karena bahkan disini dan sekarang dalam kehidupan ini juga tidak ada inti dari sesuatu pribadi yang kekal.(32) tubuh jasmani dan batin adalah keadaan yang terus berubah.(33)Sang Buddha menyamakan pencapaian parinibbana dengan api yang menyala yang tergantung pada rumput dan ranting, yang dipadamkan ketika mereka tidak ada. Untuk bertanya apakah api tersebut telah pergi ke utara, selatan, timur atau barat, tidak cocok dengan kasus ini.(34) Sama halnya ketika bertanya apakah dalam pencapaian parinibbana, sesuatu makhluk dilahirkan kembali, tidak dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dan tidak dilahirkan kembali, bukan dilahirkan kembali maupun tidak dilahirkan kembali juga tidak cocok dengan kasus ini. Hanya seperti api yang terus berlanjut membakar karena rumput dan ranting-ranting, begitu juga makhluk hidup berlanjut berputar di dalam lingkaran existensi karena ketamakan, kebencian dan kebodohan. Nibbana dicapai dengan lenyapnya noda-noda (kilesa) secara keseluruhan, pelenyapan pribadi yang kekal, yang bersifat khayalan, dan pemusnahan ketamakan, kebencian dan kebodohan. Ini adalah pembebasan yang sempurna dari dukkha..

KEBENARAN MULIA YANG KEEMPAT: JALAN​

?Ada jalan yang disebut Jalan Mulia Berunsur Delapan yang menuntun pada penghentian dukkha.? Ini adalah Kebenaran Mulia keempat yang dinyatakan oleh Sang Buddha.

JALAN MULIA BERUNSUR DELAPAN​

(i) Pandangan Benar
Pandangan benar adalah pemahaman tentang Empat Kebenaran Mulia. Ia meliputi dimilikinya pandangan benar atau pemahaman tentang hukum kamma-vipaka.

Pandangan benar adalah faktor yang paling penting dan merupakan kondisi untuk masuk ke dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. Pandangan benar diperoleh dengan mendengarkan Dhamma dan memiliki perhatian/pengamatan yang teliti dan seksama.(36) Seseorang dengan pandangan benar sudah merupakan seorang Ariya.

Demikian kita temukan di dalam Sutta (khotbah) dan Vinaya (peraturan kebhikkhuan) bahwa setiap orang yang memperoleh visi Dhamma atau Jalan yang pertama (magga) adalah dengan mendengarkan Dhamma. Demikianlah pentingnya mendengarkan khotbah Sang Buddha, dan ini alasannya siswa Sang Buddha di sebut pendengar (savaka).

Visi Dhamma berarti bahwa seseorang memiliki pemahaman dasar tentang Empat Kebenaran Mulia dan menyadari bahwa ?Segala subjek dari bentukan/kelahiran adalah subjek daripada penghentian/ kematian.? Orang yang demikian telah memahami Dhamma (secara mendasar), melampaui keraguan dan telah menjadi tidak bergantungan terhadap yang lain dalam ajaran Sang Buddha. Dia melihat ketidakkekalan dalam segala sesuatu di dunia dan keberadaan tersebut adalah dukkha.

Kamma ? vipaka. Aspek lain dari pandangan benar adalah memahami kamma?vipaka. Segala tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan melalui tubuh, ucapan dan pikiran adalah kamma. Dengan demikian semua kemauan/ kehendak bajik dan tak bajik adalah kamma. ?Saya nyatakan, para bhikkhu, bahwa kemauan (atau kehendak) adalah kamma. Dengan kehendak seseorang bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran.?(37) Demikianlah kehendak adalah kondisi yang paling dibutuhkan untuk menghasilkan kamma. Hukum kamma ? vipaka menyatakan bahwa segala tindakan yang disertai kehendak, memiliki akibat yang menyertainya (vipaka).

?Pikiran adalah pelopor dari segala kondisi (yang jahat). Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka oleh karenanya, penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.?(38)

?Pikiran adalah pelopor dari segala kondisi (yang bajik). Pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka oleh karenanya, kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkan bendanya.?(39)

Sang Buddha berkata bahwa hal-hal yang diinginkan didunia tetapi yang sulit untuk diperoleh , tidak dapat dicapai dengan sumpah-sumpah, doa-doa, dengan memikirkannya, jika tidak, mengapa makhluk hidup menderita disini?(40) Apa yang kita cari di dunia ini diperoleh dengan usaha, menciptakan kondisi sebab-akibat (kamma) yang tepat. Semuanya ada ditangan kita. Jika kita menginginkan umur panjang, kita seharusnya tidak membunuh, untuk kesehatan, kita seharusnya tidak menyakiti yang lain; untuk kekayaan, kita seharusnya melatih kemurahan hati; untuk pengaruh dan kekuasaan, kita seharusnya tidak iri hati atas keberhasilan orang lain; untuk kebijaksanaan, kita seharusnya secara rutin mendekati mereka yang banyak belajar dan yang bajik untuk mendapatkan nasehat; menghindari minuman keras dan melatih meditasi; untuk kecantikan, kita seharusnya bersikap ramah tamah, tidak mudah marah dan berniat jahat. Dengan kondisi kamma yang tepat, kita akan memetik buahnya pada waktu yang tepat.

Bagaimanapun, apa yang kita petik sekarang adalah sangat banyak berhubungan dengan kamma masa lampau kita. Tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali memperbaiki pengaruh yang tidak menyenangkan ini dengan melakukan banyak kamma baik sekarang dan bekerja keras. Kita seharusnya tidak berdoa kepada ?sesuatu makhluk adi kuasa? untuk bantuan karena tidak ada seorangpun dapat menolong kita, bahkan Sang Buddha sendiri, seperti yang dinyatakan dengan sederhana ?Kamulah yang harus berusaha; Sang Tathagata hanya sebagai guru...?(41) Jika ada makhluk adi kuasa yang bisa membantu kita, itu berarti dia dapat mengesampingkan jalannya kamma, yang mana merupakan hal tidak mungkin sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Sang Buddha yang Tercerahkan dengan Sempurna, lengkap dengan semua kekuatan supranormal, tidak pergi menyembuhkan penyakit orang-orang, atau menghidupkan kembali seseorang dari kematian dan Beliau juga melarang para siswa-Nya melakukan hal tersebut. Ini karena pemahaman-Nya yang sempurna akan kamma ? vipaka.

Sang Buddha selalu membabarkan pesan kemendesakan, bahwa kehidupan ini pendek dan kita berada di alam keberadaan yang kritis. Alam-alam surga berada diatas kita tetapi dibawah kita pintu ke alam kelahiran kembali yang menyedihkan terbuka lebar. Kehidupan ini tidak memiliki tempat berlindung dan tiadanya perlindungan, kita hanya tergantung pada kamma kita. Dan karena pesan Sang Buddha sangat mendesak, bahkan pangeran-pangeran, orang terhormat dan pedagang kaya, melepaskan hidup mereka yang mewah dan memasuki hidup tanpa rumah dan sebagai peminta sedekah yang miskin. Mereka memahami pesan Sang Buddha dan berkeinginan untuk melatih Jalan Mulia untuk mengakhiri dukkha.

(ii) Pikiran Benar
Pikiran Benar membantu mengembangkan keadaan mental yang baik dan terdapat tiga komponen:

? Pikiran cinta kasih dan bermanfaat terhadap semua makhluk.
? Pikiran yang bebas dari menyakiti dan welas asih kepada semua makhluk.
? Pikiran untuk melepaskan kesenangan duniawi karena mereka membawa pada penderitaan dan kesedihan.

Pikiran benar seharusnya juga dikembangkan untuk mencegah munculnya pikiran salah, yakni pikiran niat jahat, pikiran menyakiti dan tamak, yang sering muncul. Pandangan Benar dan Pikiran Benar mulai meniadakan ketamakan, kebencian dan kebodohan, tiga akar kejahatan. Untuk mengendalikan akar-akar kejahatan ini kita perlu secara rutin mengamati pikiran kita untuk mengetahui tujuan sebenarnya dibalik ucapan dan perbuatan kita.

(iii) Ucapan Benar
Ucapan Benar adalah menghindari empat jenis ucapan yang tidak benar :

? Menghindari kebohongan ? ini membantu mengembangkan kejujuran/keterbukaan yang diperlukan untuk menghapus keinginan yang egois.
? Menghindari ucapan dengki yang menyebabkan ketidak-harmonisan antara sesama.
? Menghindari ucapan kasar ? selalu berbicara yang lembut.
? Menghindari omong kosong ? berbicara yang berguna dan yang bermanfaat.

Sang Buddha berkata bahwa kata-kata yang diucapkan dengan benar adalah kata-kata yang tepat waktu, benar, bermanfaat, lembut dan dengan pikiran penuh cinta kasih.

(iv) Perbuatan Benar
Perbuatan Benar adalah menghindari tiga jenis perbuatan jasmani yang salah.(42)

? Menghindari pembunuhan.
? Menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan.
? Menghindari perbuatan asusila.

(v) Penghidupan Benar
Penghidupan Benar adalah penghidupan yang tidak jahat. Umat Awam dinasehati oleh Sang Buddha untuk menghindari perdagangan lima jenis barang sbb:

? Makhluk Hidup ? walaupun perbudakan tidak umum lagi sekarang, perdagangan manusia masih terjadi di dunia ini.
? Daging ? seseorang seharusnya tidak memelihara binatang untuk dijual kemudian disembelih.
? Alat-alat berbahaya ? senjata dll untuk membunuh.
? Minuman keras ? alkohol, obat bius, dll.
? Racun ? yang di gunakan untuk membunuh, misalnya obat insektisida.

Sang Buddha menasehatkan bahwa kekayaan seharusnya diperoleh dengan cara yang benar, tanpa paksaan dan kekerasan, jujur dan tanpa menyakiti makhluk yang lain.

(vi) Usaha Benar
Mulai dari sini kita mulai pada pengembangan pikiran, untuk ?menyucikan pikiran? yang merupakan bagian ketiga dari pesan Sang Buddha. Hanya seseorang yang menyucikan pikiran yang memiliki kesempatan untuk mengakhiri lingkaran kehidupan. Latihan untuk menyucikan pikiran terdiri dari Usaha Benar, Perenungan Benar dan Konsentrasi Benar.

Usaha benar terdiri dari empat bagian, yaitu usaha untuk :
? Menghilangkan pikiran-pikiran jahat yang telah muncul.
? Mencegah munculnya pikiran-pikiran jahat yang belum muncul.
? Mengembangkan pikiran-pikiran bajik yang belum muncul.
? Mempertahankan pikiran-pikiran bajik yang sudah muncul.

Pikiran jahat adalah pikiran yang disertai keterikatan, dengki, tidak tahu malu, sombong, kebencian, iri hati, kikir, gelisah, dll..

Pikiran baik adalah pikiran yang bebas dari keterikatan, memiliki rasa malu, percaya diri, penuh perhatian, cinta kasih, ketenangan, dll.

(vii) Perenungan Benar(43)
Perenungan Benar adalah perenungan yang terus menerus dari :

? Tubuh ? sifat alami tubuh. Meliputi 4 elemen,32 bagian tubuh, membusuknya tubuh dan berbagai jenis mayat yang berbeda.
? Perasaan ? muncul dan lenyapnya perasaan yang menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral.
? Pikiran ? kondisi pikiran,apakah dalam keadaan konsentrasi, terpencar, mengantuk,terang, dll.
? Dhamma ? ajaran Sang Buddha, yang berhubungan dengan lima kelompok kehidupan, enam ruang lingkup indera, Empat Kebenaran Mulia, dll.

Perenungan yang terus menerus tentang keempat hal ini tanpa mengizinkan pikiran melayang akan menenangkan pikiran, menuntun pada Konsentrasi Benar, dan membuat seseorang memahami sifat alami dari ?diri/pribadi?.

(viii) Konsentrasi benar
Seperti yang dijelaskan di sepanjang Nikaya-Nikaya, Konsentrasi Benar berarti pencapaian empat jhana (penyerapan meditasi)(44). Konsentrasi Benar yang mulia adalah empat jhana yang didukung oleh tujuh faktor lain dari Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Menjinakkan Pikiran. Pikiran yang tidak terlatih adalah liar dan gelisah seperti kuda yang liar. Ini perlu dijinakkan sebelum menjadi pikiran yang bermanfaat. Sang Buddha menyamakan pikiran biasa dengan enam jenis binatang(45) terikat bersamaan dan selalu menarik ke arah yang berbeda. Mereka harus diikat pada sebuah tiang untuk menjinakkan dan mengendalikan mereka.(46) Sama halnya juga, kita mengikat pikiran kita hanya kepada satu objek pikiran yang tetap dalam meditasi, tanpa mengijinkannya ditarik oleh enam objek indera. Perlahan pikiran akan berpusat kepada objek meditasi. Inilah jalan satu-satunya untuk menjinakkan dan mengendalikan pikiran.

Metode utama dari meditasi yang diajarkan Sang Buddha adalah perenungan terhadap pernafasan (anapanasati) yang juga merupakan metode yang digunakan oleh Yang Terberkahi sendiri. Ini adalah metode umum yang cocok untuk banyak orang. Posisi duduk dan berjalan adalah yang paling umum dalam meditasi. Seseorang memusatkan perhatiannya pada pernafasan jadi secara perlahan pikiran menjadi berpusat kepadanya. Dengan latihan yang terus menerus, pernafasan secara berangsur-angsur mencapai ketenangan sampai hampir tidak terasa/halus sekali. Yang kemudian membawa seseorang kedalam jhana pertama,kondisi dimana seseorang sepenuhnya bangun dan siaga. Ketika seseorang melatih meditasi,dia akan menyadari pentingnya pelepasan keduniawian. Pikiran yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat duniawi, selalu membawa pikiran pada hal-hal yang tidak penting dan tidak dapat menjadi konsentrasi.

Buah dari menjalani kehidupan suci. Ketika jhana diperoleh,pikiran menjadi terpusat. Seseorang mengalami kebahagiaan yang jauh melebihi semua kesenangan duniawi. Dengan demikian menjadi mudah untuk meninggalkan kesenangan duniawi.(47) Ini adalah keistimewaan/pencapaian pertama dari kehidupan suci yang lebih tinggi dari keadaan manusia biasa. Ketika seseorang mencapai jhana seseorang juga telah melampaui kekuasaan Mara, menurut Sang Buddha.(48) Sang Buddha berkata kesenangan duniawi tidak seharusnya dituruti tetapi kebahagiaan jhana ?seharusnya dikejar, dikembangkan dan diperluas? karena membawa pada pencapaian tingkat kesucian (Ariya). Sang Buddha memuji pencapaian jhana demikian ?Para bhikkhu, bahkan untuk waktu selama menjentikkan jari saja, seorang bhikkhu seharusnya melatih jhana pertama, seorang seperti dia boleh disebut bhikkhu. Tidak sia-sia pencapaian jhananya; dia berdiam di dalam petunjuk Sang Guru; dia adalah seorang yang menaati nasehat dan dia memakan makanan sedekah untuk tujuan tertentu. Sanjugan lebih apa lagi yang dapat kuberikan untuk seseorang yang telah banyak maju dalam jhana pertama??(49)

Ketika pikiran menjadi lebih tenang lagi, seseorang memasuki jhana kedua, ketiga dan keempat. Jhana keempat adalah kondisi yang dalam dari konsentrasi dimana Sang Buddha berkata berada dalam keadaan tak tergoyahkan dan berhentinya pernafasan. Dalam tahap ini pikiran menjadi ?terang, dapat ditaklukkan, tenang dan terarahkan?, dan ?memiliki perenungan yang seksama dan mendalam (sati)?

Hasil alami dari pikiran yang sangat kokoh ini adalah pengetahuan yang membebaskan. Seseorang mampu menyadari bahwa ini ?Aku? dan dunia pada dasarnya adalah proyeksi pikiran. Sementara kebanyakan orang berpikir bahwa pikiran ada didalam tubuh, seseorang mulai menyadari bahwa tubuh dan bahkan keseluruhan dunia adalah proyeksi pikiran, berhubung ini hanyalah persepsi dari kesadaran kita. Seseorang juga dapat menyadari muncul dan lenyapnya fenomena dan penembusan pengetahuan lainnya. Juga, dengan pikiran yang jernih, terang, ketika seseorang mendengarkan atau mempelajari Sutta, seseorang dapat segera memahaminya dan mencapai pembebasan. Demikianlah kita temukan bahwa 1.060 Arahat yang pertama mencapai kesucian tingkat Arahat hanya dengan mendengarkan khotbah Sang Buddha.

Sang Buddha mengatakan bahwa setelah mendapatkan pandangan benar, lima faktor pendukung lain dalam pencapaian kebebasan adalah: kemoralan, mendengarkan (mempelajari) Dhamma, diskusi Dhamma, ketenangan pikiran (samatha), dan perenungan (vipassana).(50) Demikianlah kita lihat disini pentingnya meneliti/menyelidiki sutta dari tahap pertama untuk masuk ke Jalan Mulia Berunsur Delapan sampai tahap terakhir dalam pencapaian kebebasan.

TIADANYA SUATU PRIBADI YANG BERSIFAT KEKAL

Lima kelompok kehidupan adalah tidak kekal. Sang Buddha melalui pencerahan-Nya menyadari bahwa tiada sesuatu pribadi yang bersifat abadi, kekal yang dapat ditemukan dimanapun di alam semesta. Kenyataan ini sulit untuk dipahami dan sama sulitnya bagi banyak orang untuk menerimanya. Ini karena kita telah melekati pandangan akan pribadi yang kekal dari kehidupan masa lampau yang tidak terbatas, dan hanya keegoisan ini yang menyebabkan kita berada dalam lingkaran eksistensi kehidupan demi kehidupan, mengalami kegelisahan, ketakutan, kesedihan, ratap-tangis, kesakitan, penderitaan dan keputusasaan.

Makhluk pada dasarnya terdiri dari tubuh jasmani dan batin. Didalam terminologi Buddhis kita sering berkata tentang lima khandha atau kelompok kehidupan, yang terdiri dari tubuh jasmani,perasaan, persepsi, kemauan/ kehendak dan kesadaran. Ini juga disebut tubuh jasmani dan batin.(51) ?Diri/pribadi? ini adalah tidak kekal, berubah, subjek dari kondisi, tetapi makhluk hidup menganggap ?diri/pribadi? yang mereka lekati sebagai kekal, tidak berubah,dan yang abadi selamanya. Mereka pada umumnya menganggap lima kelompok kehidupan sebagai diri/pribadi, merupakan miliknya diri/pribadi, diri/pribadi berada/bersemayam di dalam lima kelompok kehidupan, atau lima kelompok kehidupan berada/bersemayam di dalam diri/pribadi.

Tubuh jasmani bukan merupakan diri/pribadi. Tubuh ini lebih mudah dipahami sebagai tiadanya diri/pribadi. Pengetahuan modern menunjukkan kepada kita bahwa tubuh itu tersusun dari milyaran sel yang secara terus menerus berubah. Sel yang tua mati dan sel yang baru tumbuh dan tubuh ini tidak sama dalam dua selang waktu; karenanya tidak ada sesuatu yang kekal yang disebut tubuh, ia merupakan sesuatu yang terus berubah, sebuah perubahan.Sang Budhha menyamakan tubuh ini seperti sebuah gumpalan busa, dimana gelembung yang tua pecah dan gelembung yang baru muncul dengan tidak adanya inti yang kekal.

Kita tidak mempunyai kendali atas semua itu. Ia datang didunia ini tanpa diminta, tumbuh secara alami dan setelah kira-kira dua puluh delapan tahun, ia mulai menua. Dan yang merupakan ketakutan terbesar kita, suatu hari akan mati. Bagaimana tubuh ini dapat menjadi milik kita ketika semua itu diluar kendali kita?

.Ini keadaan yang sangat tidak stabil. Seseorang mungkin berpikir kalau dia adalah orang yang kuat, dalam kesehatan yang prima, tetapi satu atau dua minggu kemudian penyakit serius dapat mengurasnya hingga tinggal kulit dan tulang belaka, kerangka hidup. Masa kehidupan kita adalah tidak pasti dan kita dapat mati kapanpun saja. Oleh sebab itu Sang Buddha mengatakan kalau tubuh ini berpenyakit seperti kanker.

Kita harus merawatnya sepanjang waktu. Setiap beberapa jam kita harus memberinya makan, namun tidak pernah mendapatkan kepuasaan, kita juga harus sering membersihkannya, jika tidak ia berbau busuk, lalu pergi ke kamar mandi setiap waktu untuk pembuangan kotoran,lalu tugas yang tak habis lainnya seperti berpakaian, memotong kuku kita, menggosok gigi,dan membalut luka kita.. Tubuh ini diluar duga, memiliki kecenderungan alami akan tindakan jahat yang menyakiti kita nantinya. Tetapi untuk mengendalikannya sangatlah sulit. Demikian Sang Buddha mengatakan tubuh ini adalah penderitaan, bukan diri/pribadi.

Batin bukanlah diri/pribadi. Adalah lebih sulit untuk memahami jika batin bukanlah diri/pribadi. Batin secara dasarnya adalah kesadaran karena kesadaran hadir dalam setiap kegiatan mental. Ada enam jenis kesadaran yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, sentuhan dan berpikir. Menurut Sang Buddha, semua hal-hal yang terkondisi muncul dari sebab-sebab. Enam jenis kesadaran muncul dari kondisi-kondisi;(52) kesadaran penglihatan muncul karena benda yang terlihat dan organ mata; kesadaran pendengaran muncul karena adanya suara dan organ telinga; kesadaran penciuman muncul karena adanya bau dan organ hidung; kesadaran pengecap muncul karena adanya cita-rasa dan organ lidah;kesadaran peraba muncul karena adanya objek sentuhan dan tubuh jasmani; kesadaran pikiran muncul karena adanya objek pikiran dan pikiran.

Keenam kesadaran ini muncul dan lenyap dengan sangat cepat, muncul seperti kesadaran yang tidak terpecahkan, kekal, yang abadi. Hanya seorang Sang Buddha yang sepenuhnya tercerahkan melihatnya dengan jelas sebagai satu rangkaian berbagai macam jenis kesadaran yang berbeda, muncul bergantungan kepada kondisi-kondisi. Demikian batin adalah sebuah kondisi yang berubah terus-menerus, tidak adanya inti yang disebut batin. Dimanakah gerangan diri/pribadi itu secara alamiah? Lebih lanjut lagi, didalam meditasi yang dalam, pikiran bahkan dapat dibuat berhenti dan muncul kembali. Jika batin adalah diri/pribadi,ketika dia berhenti, dimanakah diri/pribadi itu?

Ilmu Pengetahuan memulai pembuktian. Ilmu Pengetahuan memberitahukan kita bahwa semua sel didalam tubuh kita terdiri dari atom-atom. Sekarang kita mengetahui atom-atom pada dasarnya kosong seperti ruang angkasa, 99.99% adalah kosong, dengan partikel-partikel energi yang berpindah ke sini dan ke sana. Jadi tubuh kita tidak berbeda dengan udara disekitar kita, yang pada dasarnya kosong. Bagaimana mungkin kita melihat diri kita sebagai tubuh manusia yang padat.

Ilmu Pengetahuan hanya memulai untuk memahami bahwa kekosongan ini sebenarnya adalah kesadaran. Tanpa kesadaran tidak ada dunia. Pikiran yang suci menciptakan dunia yang bahagia, pikiran yang jahat menciptakan dunia yang menyedihkan. Itulah sebabnya pentingnya mengembangkan pikiran yang baik.

NB:

27 Samyutta Nikaya 22.30.
28 Silahkan merujuk pada bagian ke 4: Bahaya, Kebodohan dan Keburukan dari Kesenangan Duniawi.
29 Dhammapada ayat 216.
30 Atau Nirvana, dalam Sansekerta.
31 Kebahagiaan yang merupakan lawan dari dukkha.
32 Samyutta Nikaya 22.85.
33 Itulah sebabnya mengapa ajaran Buddha menghindari pandangan eternalisme dan nihilisme.
34 Majjhima Nikaya 72.
36 Majjhima Nikaya 43.
37 Anguttara Nikaya 6.63.
38 Dhammapada ayat 1.
39 Dhammapada ayat 2.
40 Anguttara Nikaya 5.43.
41 Dhammapada ayat 276
42 Silahkan merujuk pada bagian 1 : ?Hindari kejahatan? untuk penjelasan istilah-istilah dibawah.
43 Untuk penjelasan lebih mendetail dari Perenungan dan Konsentrasi, lihat ?Perhatian, Perenungan dan Konsentrasi? oleh pengarang. (Telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, hubungi DPD Patria Sumut untuk buku tersebut.)
44 Keadaan mental yang cemerlang. Di sini merujuk pada empat tingkat jhana berbentuk (rupa jhana).
45 Ular, buaya, burung, anjing, jakal, dan monyet.
46 Samyutta Nikaya 35.206
47 Majjhima Nikaya 14.
48 Majjhima Nikaya 26.
49 Anggutara nikaya 1.20.2
50 Majjhima Nikaya 43. Samatha dan Vipassana juga di jelaskan dalam ?Perhatian, Perenungan dan Konsentrasi? oleh penulis. (Telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, hubungi DPD Patria Sumut untuk buku tersebut.)
51 Batin terdiri dari perasaan, persepsi, kemauan/kehendak dan kesadaran.
52 Seperti yang disebutkan dalam Chachakka Sutta (Majjhima Nikaya 148) dan Mahatanha Sankhaya Sutta(Majjhima Nikaya 38).
 
Back
Top