Saddha

singthung

New member
Saddha



Saddha adalah keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Berikut adalah penjelasan singkat tentang Saddha:

1) Keyakinan terhadap Buddha: Yakin bahwa Guru Gotama adalah seorang Buddha, patut dihormati, sungguh sempurna, pemilik kebijaksanaan termulia dan pemilik moral terluhur, yang telah tercerahkan, pengenal alam semesta, pelatih makhluk, guru para dewa dan manusia, sempurna peneranganNya, dan termulia.

2) Keyakinan terhadap Dhamma: Yakin bahwa Dhamma yang sempurna yang diajarkan Guru Gotama dapat dilihat langsung, kekal keberadaanNya, mengajak diri kita untuk melihat dan mengujiNya, sifatnya menunjuk ke diri kita sendiri, dan hanya dapat dimengerti oleh orang-orang bijaksana.

3) Keyakinan terhadap Sangha: Yakin bahwa murid-murid Guru Gotama (Sangha) melatih diri mereka secara baik, berkelakuan baik, menelusuri jalan yang benar, mengikuti ajaranNya dengan benar. Tercakup didalam Sangha ini adalah empat kelompok orang-orang suci dan delapan kelompok jenis individual. Merekalah murid Beliau yang patut diasuh dan dirawat kebutuhannya, patut dihormati dan diberikan dana, lahan termakmur dari segala lahan jasa.

Ada 2 jenis keyakinan dalam agama Buddha, yakni keyakinan yang tak dilahirkan dari pencerahan (non-aryan) dan keyakinan yang dilahirkan dari pencerahan (aryan). Pencerahan disini ditujukan kepada kesuciaan tingkat pertama, Sotapanna. Dengan kata lain, seorang yang belum mencapai kesuciaan Sotapanna memiliki keyakinan jenis pertama (non-aryan). Sedangkan seorang yang telah mencapai kesucian memiliki keyakinan jenis kedua (aryan) yang tak terukur nilainya.

Seseorang hanya akan mencapai kesuciaan Sotapanna setelah ia menyadari langsung ajaran ?tanpa jiwa yang kekal.? Yakni, segala sesuatu?baik itu gejolak mental maupun fisik?bersifat sementara: muncul dan lenyap. Pengertiaan ini dengan sendirinya membuat keyakinannya terhadap Buddha (Guru yang mengajarkan ajaran tersebut), Dhamma (ajaran tersebut), dan Sangha (mereka yang mengikuti ajaran tersebut) tak tergoyahkan lagi.

Tanpa melihat langsung ajaran ?tanpa jiwa yang kekal? dengan perhatian benar, seseorang hanya akan mengetahui tetapi belum mampu menyadarinya secara langsung. Hal ini dapat diibaratkan seorang murid sains yang mempelajari teori mitosis (satu sel membelah diri menjadi dua) tetapi belum pernah melihat langsung proses mitosis. Jadi murid tersebut hanyalah mempercayai teori mitosis. Ia mempercayai apa yang ia pelajari. Hanya setelah ia menempuh pengetahuan biologi yang lebih tinggi, barulah ia mempunyai kesempatan melihat langsung proses mitosis (dengan florescent microscope, dll). Begitu pula dengan seseorang yang hanya belajar tentang ajaran ?tanpa jiwa yang kekal.? Ia belum mampu menyadarinya secara langsung, tetapi hanya mempercayainya.

Jadi dalam agama Buddha, keyakinan itu baru boleh dikatakan keyakinan yang tak tergoyahkan setelah seseorang menyadari langsung kenyataan tersebut.

Sang Buddha mengatakan bahwa di seluruh jagad raya ini, hanya ajaranNyalah yang mampu membuat seseorang menyadari kenyataan yang sungguh sulit disadari ini (Dhamma). Di ajaran agama lain tidak terdapat 4 jenis orang suci: Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat (Maha Parinibbana Sutta). Tetapi Beliau tidak menyuruh kita untuk percaya buta apa yang Beliau katakan. Beliau bersabda, ?Marilah dan lihatlah sendiri...? (ehipassiko).

Di Kalama Sutta juga ditegaskan bahwa kita seharusnya tak mempercayai sesuatu hal, biarpun hal itu diuraikan sendiri oleh seseorang yang sangat kita hormati. Kita harus menyimak ajaran tersebut terdahulu dan menyadari, ?Ini adalah ajaran yang mengajarkan kebaikan (melenyapkan ketamakan, kedengkian dan menjernihkan pikiran) walaupun konsep yang diajarkan ajaran ini belum tentu benar (jiwa yang tak kekal, dll). Bagaimana sekiranya bila saya mengikuti ajaran ini untuk kelak kulihat sendiri kebenarannya?? (Untuk dapat melihatnya, seseorang harus menjernihkan pikirannya terlebih dahulu). Begitulah pemikiran seorang yang bijaksana.

Maka selayaknyalah seorang Buddhis rajin mempelajari Dhamma. Dhamma dapat dipelajari dari Sutta dan dari bimbingan Bhikkhu. Dengan bekal pengertiaan Dhamma tersebut, ia akan dengan mudah mengikuti latihan Buddhis. Latihan ini mencakup dana, sila, dan pengembangan batin. Latihan ini akan terus meningkatkan keyakinannya terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Sang Buddha bersabda, ?Bagaikan seorang petani yang tak boleh menunda 3 hal ini, yakni mempersiapkan lahannya, menanam bibit, dan mengaliri lahannya; seorang Buddhis juga tak boleh menunda 3 hal ini, yakni melatih sila, samadhi, dan panna. Dan bagaikan seorang petani yang tak mampu berkata, ?oh biarlah panen besok,? begitu pula seorang Buddhis tak mampu berkata, ?oh biarlah kucapai kesucian besok.? (Accayika Sutta).

Semoga bermanfaat.

 
Back
Top