singthung
New member
BRAHMAVIHARA
Oleh: Venerable Nyanaponika Thera
Bab 1 : Empat Keadaan-Batin Luhur
Oleh: Venerable Nyanaponika Thera
Bab 1 : Empat Keadaan-Batin Luhur
Empat keadaan batin yang luhur telah diajarkan oleh Sang Buddha:
1. Cinta atau cinta kasih (metta)
2. Welas Asih (karuna)
3. Turut berbahagia (mudita)
4. Keseimbangan batin (upekkha)
Dalam bahasa Pali, bahasa yang digunakan dalam naskah-naskah Buddhis, empat keadaan batin ini dikenal juga dengan nama Brahma-vihara. Istilah ini dapat juga diungkapkan sebagai keadaan batin yang sempurna, luhur atau mulia; atau seperti keadaan batin para brahma atau dewa.
Empat keadaan batin ini dikatakan sempurna atau luhur karena merupakan cara bertindak dan bersikap yang benar dan ideal terhadap semua makhluk hidup (sattesu samma patipatti). Keempatnya menyediakan jawaban terhadap semua situasi yang muncul dalam kontak sosial. Empat keadaan batin luhur ini merupakan pereda tekanan yang hebat, pencipta kedamaian dalam konflik sosial, serta penyembuh terhadap luka-luka yang diderita dalam perjuangan hidup. Empat kedaan batin luhur ini dapat menghancurkan rintangan-rintangan sosial, membangun komunitas yang harmonis, membangunkan kemurahan hati yang telah lama tertidur dan terlupakan, menghidupkan kembali kebahagiaan dan harapan yang telah lama ditinggalkan, serta mendorong persaudaraan dan kemanusiaan untuk melawan kekuatan egoisme.
Brahma-vihara bertentangan dengan keadaan batin yang penuh kebencian, dan oleh sebab itulah ia dikatakan bersifat Brahma, pemimpin tertinggi (yang tidak abadi) dari alam-alam surga tingkat atas dalam gambaran Buddhis tradisional mengenai alam semesta. Akan tetapi, berbeda dengan banyak gambaran mengenai dewa-dewi, baik di Timur maupun Barat, yang oleh para pemujanya sendiri dikatakan dapat menunjukkan kemarahan, kemurkaan, iri hati; Brahma dalam Buddhisme dinyatakan telah terbebas dari kebencian. Oleh sebab itu, seseorang yang dengan giat mengembangkan empat keadaan batin luhur ini, melalui tindakan dan meditasi, dapat dikatakan telah menjadi setara dengan Brahma (brahma-samo). Jika empat keadaan batin luhur menjadi pengaruh yang dominan dalam batin orang tersebut, maka ia akan terlahir kembali dalam dunia yang sesuai, yaitu alam-alam Brahma. Oleh sebab itu, empat keadaan batin ini disebut seperti dewa atau Brahma.
Empat keadaan batin ini disebut kediaman (vihara) sebab keempatnya semestinya menjadi tempat tinggal yang tetap bagi batin, seperti yang kita rasakan "dirumah"; empat keadaan batin ini janganlah hanya menjadi tempat yang jarang ataupun hanya sebentar dikunjungi, yang segera dilupakan. Dengan kata lain, batin kita harus melebur sepenuhnya dalam keadaan luhur ini. Empat keadaan luhur ini seharusnya menjadi sahabat kita yang tak terpisahkan, dan kita harus sadar terhadapnya dalam semua aktivitas sehari-hari. Sebagaimana ungkapan dari Metta Sutta, Syair Cinta Kasih:
Ketika berdiri, berjalan, duduk, berbaring.
Selagi tiada lelap
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini -
Yang dikatakan: Berdiam dalam Brahma.
Keempat keadaan ini - cinta kasih, welas asih, turut berbahagia, dan keseimbangan batin - dikenal juga sebagai keadaan tanpa batas (appamanna), karena, dalam kesempurnaan dan sifat sejatinya, keempat tidak dapat disempitkan oleh batasan-batasan dalam hal jangkauannya terhadap semua makhluk. Keempat keadaan batin ini haruslah tidak ekslusif dan tidak hanya mencakup sebagian dari makhluk; tidak dibatasi oleh keberpihakan maupun prasangka-prasangka. Batin yang telah mencapai Brahma-vihara yang tak terbatas ini tidak akan menyimpan kebencian terhadap bangsa, suku, agama, maupun kelas / golongan manapun.
Akan tetapi, jika sikap mental luhur ini tidak berakar kuat, tentu tidak akan mudah bagi kita untuk berupaya mewujudkan ketanpa-sekatan maupun menghindarkan diri dari keberpihakan. Dalam banyak kasus, untuk mencapainya kita harus menggunakan empat kualitas ini tidak hanya sebagai prinsip berperilaku dan objek refleksi saja, namun juga sebagia subjek dari meditasi. Meditasi ini disebut Brahma-vihara-bhavana, pengembangan meditatif dari keadaan batin yang luhur. Tujuan praktisnya adalah untuk mencapai dengan bantuan dari keadaan-keadaan luhur ini, tahap-tahap konsentrasi mental yang tinggi yagn disebut jhana, "pencerapan meditatif". Meditasi terhadap cinta, welas asih, dan turut berbahagia masing-masing dapat menghasilkan pencapaian dari tiga pencerapan yang pertama. Sedangkan meditasi terhadap keseimbangan batin akan menuntun pada pencapaian jhana keempat yagn mana ketenangan batin merupakan faktor yang paling signifikan.
Secara umum, latihan meditasi yang tekun akan menghasilkan dua efek tertinggi: pertama, empat kualitas ini akan tenggelam masuk ke dalam hati sehingga keempat kualitas tersebut menjadi sikap yang spontan dan tidak mudah luntur; kedua, meditasi tersebut akan memunculkan dan mempertahankan perluasan yang tanpa batas dari empat kualitas ini dan menyebarkan jangkauan penerimaannya terhadap semua makhluk. Sebenarnya, insntruksi rinci yang diberikan dalam naskah-naskah Buddhis mengenai latihan empat meditasi ini dengan jelas dimaksudkan untuk membuka secara bertahap ketanpabatasan dari keadaan luhur tersebut. Empat keadaan batin yang luhur ini secara sistematis menghancurkan semua rintangan yang membatasi perwujudan suatu tempat atau individu tertentu.
Dalam latihan meditasi tersebut, pemilihan orang yang akan dipancarkan cinta, welas asih atau turut berbahagia, dimulai dari yang mudah ke yang makin sulit. Sebagai contoh, ketika bermeditasi cinta kasih, seseorang mulai dengan kehendak untuk hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri, kemudian menggunakannya sebagai titik acuan untuk perluasan bertahap: "Sama seperti saya yang ingin bahagia, dan bebas dari derita, demikian juga makhluk lain, semoga semua makhluk berbahagia dan bebas dari penderitaan!" Kemudian ia memperluas pikiran cinta kasihnya kepada orang atau siapapun yang ia hormati dan cintai, misalnya seorang guru; kemudian kepada orang-orang yang ia sangat sayangi, kepada orang-orang yang netral, dan terakhir kepada musuh-musuhnya ataupun orang-orang yang tidak disukai. Karena meditasi ini berkaitan dengan kesejahteraan makhluk hidup, seseorang seharusnya tidak memilih objek orang yang telah meninggal maupun orang yang dapat menimbulkan perasaan / ketertarikan seksual.
Setelah mampu mengatasi tugas yang tersulit yaitu mengarahkan pikiran cinta kasih kepada orang-orang yang tidak disukai, ia sekarang seharusnya telah "menghancurkan rintangan" (sima-sambheda). Tanpa membeda-bedakan keempat tipe orang yang telah disebutkan diatas, ia memancarkan cinta kasihnya kepada semua secara sama dan merata. Dalam tahap latihan ini, ia akan mencapai tingkat konsentrasi yang lebih tinggi: dengan munculnya gambaran refleksi mental (patibhaganimitta), "konsentrasi mendekati" (upacara samadhi) akan telah tercapai, dan kemajuan lebih jauh akan menuntun menuju "konsentrasi pencapaian" (appana) dari jhana pertama, kemudian ke jhana-jhana berikutnya yang lebih tinggi.
Dalam hal perluasan ruang, latihan meditasi ini dimulai dari lingkungan diri sendiri dulu seperti keluarga, kemudian diperluas ke rumah-rumah tetangga, ke seluruh jalan, kota, negara, negara lain, dan seluruh dunia. Dalam "perluasan arah", pikiran cinta kasih seseorang diarahlan dulu ke arah timur, kemudian ke barat, utara, selatan, tengah, atas (zenith) dan bawah (nadir).
Prinsip yang asma digunakan juga dalam pengembangan meditatif terhadap welas asih, turut berbahagia, dan keseimbangan batin, dengan variasi yang tepat dalam pemilihan orang-orang yang dituju. Perincian latihan ini lebih lanjut dapat ditemukan dalam naskah-naskah.(lihat Visuddhimagga, Bab IX)
Tujuan akhir dari pencapaian Brahma-vihara-jhana ini adalah untuk menghasilkan suatu keadaan batin yang dapat menjadi landasan kokoh untuk penembusan pemahaman atau pencapaian pencerahan mengenai sifat sejati dari semua fenomena, yaitu ketidak-kekalan, dapat mengalami penderitaan, dan tanpa inti. Batin yang telah mencapai pencerapan meditatif yang dipengaruhi oleh empat keadaan luhur ini akan menjadi murni, damai, teguh, terpusat dan bebas dari egoisme yang kasar. Dengan demikian, batin akan siap untuk pembebasan akhir yang hanya dapat dilengkapi melalui pencerahan.
Pembahasan sebelumnya menunjukkan ada dua cara mengembangkan keadaan batin yang luhur: pertama, melalui tingkah laku dan pengarahan pikiran yang tepat; dan kedua, melalui metode meditasi yang menuju pada pencerapan-pencerapan. Kedua cara ini akan membantu satu sama lain. Latihan meditasi secara bertahap akan membantu menimbulkan cinta, welas asih, kebahagiaan dan keseimbangan batin menjadi spontan. Latihan ini juga akan membuat batin lebih teguh dan tenang dalam menghadapi berbagai masalah hidup yang menyakitkan yang menantang kita untuk mempertahankan empat kualitas luhur ini dalam pikiran, ucapan, maupun perbuatan.
Di sisi lain, jika tingkah laku seseorang semakin banyak diarahkan oleh empat keadaan luhur ini, batin akan merendam semakin sedikit sakit hati, tekanan dan ketersinggungan, gema-gema yang seringkali secara halus menyusup masuk pada saat meditasi, membentuk yang disebut "belenggu-kegelisahan". Kehidupan dan pikiran kita sehari-hari memiliki pengaruh yang kuat terhadap batin saat meditasi; hanya apabla celah diantara keduanya disempitkan secara terus menerus barulah ada kesempatan untuk kemajuan meditasi yang mantap dan pencapaian tujuan tertinggi dari latihan kita.
Pengembangan meditatif dari keadaan batin yang luhur ini dapat dibantu dengan refleksi yang berulang-ulang terhadap kualitas-kualitas keadan luhur tersebut, manfaat yang ditawarkan oleh keadaan luhur dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh sifat-sifat yang bertentangan dengan keadan luhur tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Buddha, "Apa yang seseorang pikirkan dan refleksikan selama jangka waktu yang panjang, ke sanalah batinnya akan condong dan mengarah."
Bab 2 : Kutipan Mengenai Empat Keadaan Luhur dari Wejangan Sang Buddha
Dengan ini, para bhikkhu, seorang siswa berdiam memancarkan ke satu arah dengan hati yang terisi cinta kasih, demikian pula ke arah yang kedua, ketiga, dan keempat; juga ke atas, bawah, dan sekeliling; ia berdiam memancarkan dan menyebarluaskan dimana-mana di seluruh dunia secara merata, hatinya yang terisi cinta kasih, yang melimpah, tumbuh berkembang, tak terukur, bebas dari permusuhan dan bebas dari kesedihan.
Dengan ini, para bhikkhu, seorang siswa berdiam memancarkan ke satu arah dengan hati yang terisi welas asih, demikian pula ke arah yang kedua, ketiga, dan keempat; juga ke atas, bawah, dan sekeliling; ia berdiam memancarkan dan menyebarluaskan dimana-mana di seluruh dunia secara merata, hatinya yang terisi welas asih, yang melimpah, tumbuh berkembang, tak terukur, bebas dari permusuhan dan bebas dari kesedihan.
Dengan ini, para bhikkhu, seorang siswa berdiam memancarkan ke satu arah dengan hati yang terisi turut berbahagia, demikian pula ke arah yang kedua, ketiga, dan keempat; juga ke atas, bawah, dan sekeliling; ia berdiam memancarkan dan menyebarluaskan dimana-mana di seluruh dunia secara merata, hatinya yang terisi turut berbahagia, yang melimpah, tumbuh berkembang, tak terukur, bebas dari permusuhan dan bebas dari kesedihan.
Dengan ini, para bhikkhu, seorang siswa berdiam memancarkan ke satu arah dengan hati yang terisi keseimbangan batin, demikian pula ke arah yang kedua, ketiga, dan keempat; juga ke atas, bawah, dan sekeliling; ia berdiam memancarkan dan menyebarluaskan dimana-mana di seluruh dunia secara merata, hatinya yang terisi keseimbangan batin, yang melimpah, tumbuh berkembang, tak terukur, bebas dari permusuhan dan bebas dari kesedihan.
Bab 3 : Perenungan Terhadap Empat Keadaan Luhur
1. Cinta (Metta)
Cinta, tanpa nafsu untuk memiliki, memahami dengan baik bahwa dalam hakikat tertinggi, tidaklah ada kepemilikan maupun pemilik; inilah cinta yang tertinggi.
Cinta, tanpa berbicara dan berpikir mengenai "Aku", memahami dengan baik bahwa apa yang dinamakan "Aku" sebenarnya hanyalah delusi.
Cinta, tanpa memiliki maupun mengecualikan, memahami dengan baik bahwa melakukan hal tersebut (diskriminasi) berarti menciptakan kualitas sifat-sifat yang bertentangan dengan cinta itu sendiri; perasaan tidak suka, kejengkelan maupun kebencian.
Cinta, merangkul semua makhluk; kecil maupun besar, jauh maupun dekat, baik di darat, air maupun udara.
Cinta merangkul semua makhluk tanpa memihak, bukan hanya terhadap orang-orang yang berguna, menyenangkan atau kita sukai.
Cinta, merangkul semua makhluk, baik yang memiliki batin luhur maupun rendah, batin yang baik ataupun jahat. Mereka yang berhati mulai dan baik dirangkul karena cinta mengalir ke mereka secara spontan. Mereka yang berhati rendah dan jahat juga dirangkul karena merekalah yang sangat membutuhkan cinta. Banyak dalam diri mereka, benih-benih kebajikan mungkin telah mati karena kurangnya kehangatan untuk dapat tumbuh dan tertunas, karena benih itu telah musnah akibat kedinginan dalam dunia yang tanpa cinta.
Cinta, merangkul semua makhluk, memahami dengan baik bahwa kita semua sama-sama merupakan pengembara dalam siklus eksistensi - bahwa kita semua mengalami hukum yang sama mengenai penderitaan.
Cinta, bukan api sensasi yang membakar, menghanguskan dan menyiksa, yang menyebabkan lebih banyak luka daripada yang dapat ia obati - yang seketika menyala terang, dan tiba-tiba padam, menyisakan banyak perasaan dingin dan kesepian dibandingkan sebelumnya.
Melainkan, cinta yang terulur bagaikan tangan yang lembut namun kokoh kepada makhluk-makhluk yang sakit dan bermasalah, tidak berubah dalam hal perasaan simpatiknya, tanpa kebimbangan, tidak menyurut ketika mendapatkan respon apapun. Cinta yang memberikan kesejukan yang nyaman kepada mereka yang terkabar oleh api penderitaan dan nafsu; yang merupakan kehangatan pemberi kehidupan bagi mereka yang ditinggalkan dalam padang pasir kesepian yang dingin, bagi mereka yang gemetaran kedinginan dalam kebekuan dunia tanpa cinta; bagi mereka yang hatinya seolah telah menjadi kosong dan kering akibat panggilan berulang-ulang meminta pertolongan yang tak kunjung tiba, akibat perasaan putus asa yang paling dalam.
Cinta, yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami dan siap untuk membantu.
Cinta, yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah cinta tertinggi.
Cinta, yang oleh "Ia yang Telah Tercerahkan" disebut sebagai "pembebasan dari hati", "keindahan yang paling luhur": inilah cinta tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari cinta?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.
2. Welas Asih (Karuna)
Dunia menderita. Namun kebanyakan manusia menutup mata dan telinganya. Mereka tidak melihat aliran air mata yang terus mengalir dalam kehidupan: mereka tidak mendengar jeritan dan ratap tangis kesedihan yang secara terus menerus menyelubungi dunia ini. Kesedihan dan kesenangan kecil mereka sendiri telah menghalangi pandangan mereka, menulikan telinga mereka. Terikat oleh sikap mementingkan diri sendiri, hati mereka berubah menjadi kaku dan sempit. Dengan hati yang kaku dan sempit, bagaimana mereka dapat berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, untuk menyadari bahwa dengan terlepas dari kemelekatan egois barulah dapat mencapai keterbebasan dari penderitaan?
Welas asihlah yang menyingkirkan penghalang berat tersebut, membuka pintu menuju pembebasan, membuat hati yang sempit menjadi seluas dunia. Welas asih menyingkirkan beban berat yang ada di hati, beban yang melumpuhkan: welas asih memberi sayap bagi mereka yang berada dalam keadaan diri yang rendah.
Melalui welas asih, fakta adanya penderitaan akan dengan jelas selalu hadir dalam batin kita, bahkan pada masa-masa ketika kita secara pribadi sedang terbebas dari penderitaan. Welas asih akan memberi kita pengalaman yang kaya mengenai penderitaan, sehingga menguatkan kita untuk menghadapinya, ketika penderitaan tersebut menimpa diri kita.
Welas asih membuat kita bersyukur dan menghargai nasib kita dengan menunjukkan pada kita bagaimana kehidupan pihak lain, yang seringkali jauh lebih sukar dan menyedoihkan dibanding hidup kita.
Lihatlah perjalanan tanpa akhir makhluk-makhluk, manusia dan hewan terbebani oleh kesedihan dan rasa sakit! Beban yang ada pada setiap dari mereka, juga telah kita bawa melalui rentetan kehidupan berulang yang tak terukur dalamnya dari suatu masa yang sangat lampau. Lihatlah ini, dan bukalah hatimu terhadap welas asih!
Dan kesengsaraan ini mungkin saja menjadi nasib kita lagi! Ia yang tanpa welas asih sekarang, suatu saat akan menangis menyesalinya. Jika perasaan simpatik terhadap pihak lain sangat sedikit, perasaan simpatik ini juga akan kita capai melalui pengalaman diri sendiri yang panjang dan menyakitkan. Inilah hukum yang luar biasa dari kehidupan. Pahamilah ini, jagalah dirimu!
Makhluk-makhluk tenggelam dalam ketidakpedulian (ignorance), tersesat dalam delusi, tergesa-gesa dari satu penderitaan ke yang lain, tidak mengetahui penyebab sesungguhnya, tidak tahu bagaimana melarikan diri darinya. Penembusan pemahaman terhadap hukum universal mengenai penderitaan ini merupakan landasan nyata dari welas asih yang kita miliki, bukanlah karena adanya fakta penderitaan tertentu saja.
Dengan demikian, welas asih kita juga akan mencakup mereka yang saat ini mungkin sedang bahagia, namun bertindak dengan batin yang jahat dan terdelusi. Dalam perbuatan yang mereka lakukan saat ini, kita akan dapat melihat masa depan mereka yang penuh kesedihan, dan karenanya welah asih akan muncul.
Welas asih dari seseorang yang bijaksana tidak akan menyebabkannya menjadi korban dari penderitaan. Pikiran, kata-kata dan perbuatannya penuh belas kasih. Akan tetapi, hatinya tidaklah bimbang; sebagaimana adanya, jernih dan tenang. Dengan bagiamana lagi ia dapat membantu?
Semoga welas asih demikian dapat tumbuh dalam hati kita! Welas asih yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.
Welas asih yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah welas asih tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari welas asih?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau. Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.
3. Turut Berbahagia (Mudita)
Tidak hanya terhadap welas asih, namun juga terhadap turut berbahagia, bukalah hatimu!
Kecil memang, porsi kebahagiaan dan kegembiraan yang terbagi ke makhluk-makhluk! Ketika secercah kecil kebahagiaan datang kepada mereka, maka kamu dapat ikut berbahagia bahwasannya satu berkas kegembiraan telah membelah kegelapan dalam hidup mereka, dan mengusur kabut kelabu dan muram yang membungkus hati mereka.
Hidupmu akan meraih kegembiraan dengan berbagi kebahagiaan, orang lain seakan-akan sebagai kebahagiaanmu sendiri. Tidak pernahkah kamu mengamati bagiamana dalam momen-momen kebahagiaan, karakterisitk seseorang dapat berubah dan menjadi cerah dengan kegembiraan? Tidak pernahkah kamu memperhatikan bagaimana kegembiraan membangkitkan manusia ke dalam aspirasi dan perbuatan yang mulia, melampaui kepasitas normal mereka? Bukanlah pengalaman demikian akan mengisi hatimu sendiri dengan berkah kegembiraan? Apa pada dirimu sendiri kemampuan untuk meningkatkan pengalaman kebahagiaan simpatik sedemikian, dengan menghasilkan kebahagiaan dalam diri orang lain, dengan membawakan mereka kegembiraan dan kenyamanan.
Mari kita mengajarkan suka cita yang sesungguhnya kepada manusia! Banyak yang telah melupakannya. Kehidupan, meski penuh dengan lara nestapa, juga membawakan sumber-sumber kebahagiana dan suka cita, tidak disadari oleh banyak orang. Mari kita mengajarkan mereka untuk menyingkapkan suka cita mereka pada derajat yang semakin mulia.
Suka cita yang luhur dan mulia adalah penolong dalam jalan menuju lenyapnya penderitaan. Bukankah ia yang depresi dan tertekan dalam kesedihan, melainkan ia yang memiliki kebahagiana, yang dapat menemukan keheningan yang jernih yang menuntun pada keadaan batin yang komtemplatif. Dan hanya batin yang hening damai dan terpusat yang dapat mencapai kebijaksanaan yang membebaskan.
Semakin luhur dan mulia suka cita orang lain, semakin kukuh kebahagiaan simpatik dalam diri kita sendiri. Penyebab turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah karena kehidupan mereka yang mulia akan menjaga mereka dalam kebahagiaan saat ini maupun di kehidupan sesudahnya. Penyebab yang lebih mulia turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah keyakinan mereka dalam Dhamma, pemahaman mereka mengenai Dhamma, kehidupan mereka yang mengikuti Dhamma. Marilah kita memberikan bantian Dhamma kepada mereka! Marilah kita berjuang untuk menjadi diri kita semakin mampu menawarkan bantuan tersebut!
Turut berbahagia berarti keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami dan siap untuk membantu.
Turut berbahagia yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: adalah kebahagiaan tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari turut berbahagia?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.