Alur Kematian

singthung

New member
Alur Kematian


Kematian sesungguhnya bukanlah satu kejadian (event), melainkan suatu alur(4) atau proses. Dalam Kitab Abhidhamma, alur kematian yang dalam Bahasa Pâli disebut ‘maranâsannavithî’ ini dikupas secara terinci. Istilah ini secara harfiah berarti alur kesadaran yang muncul pada saat menjelang mati. Alur kematian yang jumlahnya puluhan atau bahkan ratusan ini pada dasarnya terbagi menjadi dua, yakni Maranasannavithî biasa dan Paccâsannamaranavithî.

Maranasannavithî biasa terjadi pada orang-orang yang akan mati dalam waktu satu dua menit, satu dua jam atau lebih lama lagi. Paccâsannamaranavithî terjadi pada orang-orang yang akan mati dalam jarak yang sangat dekat [menjelang ajal]. Dalam alur kematian ini, kesadaran yang lazimnya muncul dengan tugas memelihara kehidupan(bhavangacittuppâda) kini beralih tugas menjadi kesadaran ajal (cuticitta). Begitu kesadaran ajal padam, keberadaan suatu makhluk dalam kehidupan sekarang dapat dikatakan telah berakhir.

Berdasarkan pintu inderanya, alur kematian terpilah menjadi dua, yakni:

1. Alur kesadaran yang muncul pada saat menjelang ajal melalui pintu lima indera jasmaniah (pañcadvâramaranâsannavithî),
2. Alur kesadaran yang muncul pada saat menjelang ajal melalui pintu batiniah(manodvâramaranâsannavithî).

Untuk orang awam (puthujjana 4) serta orang suci yang masih harus belajar lagi (phalasekkhapuggala 3), alur kematian melalui pintu batiniah ini(5), yang menjadi sebab ketergantungan bagi kelahiran kembali dalam kehidupan yang baru, disebut kâmajavanamanodvâra-maranâsannavithî. Ada empat jenis yang menimbulkan kelahiran kembali batiniah (nâmapatisandhi), dan satu jenis kelahiran kembali jasmaniah (rûpapatisandhi). Untuk orang suci tingkat Arahatta, alur kematian yang tidak menjadi sebab ketergantungan bagi kelahiran kembali disebut alur kemangkatan mutlak (parinibbânavithî).

Ada empat jenis alur kemangkatan mutlak yang muncul setelah kesadaran pengolah objek duniawi (kâmajavana), dan empat jenis yang muncul setelah pengolahan objek pencapaian (appanâjavana), yakni: 1. pencapaian pencerapan (jhânasamanantara), 2. perenungan terhadap faktor pencerapan (paccavekkhanasamanantara), 3. kesadaran adibiasa yang berkenaan dengan kesaktian (abhiññâsamanantara), 4. perenungan terhadap Jalan, Pahala, Pembebasan Sejati, dan noda batin yang telah dimusnahkan (jîvitasamasîsî).

Karena lemahnya arus kesadaran menjelang ajal, kesadaran pengolah objek (javanacitta)(6) yang lazimnya muncul sebanyak tujuh saat kini hanya muncul sebanyak lima saat. Ada sedikit kesalahpahaman di kalangan umat Buddha bahwa kehidupan suatu makhluk setelah kematian –apakah akan terlahirkan di alam mendatang yang membahagiakan atau menyengsarakan– ditentukan oleh corak “kesadaran terakhir” yang muncul dalam kehidupan sekarang ini.

Kesadaran terakhir yang muncul ialah kesadaran ajal. Kesadaran yang terbentuk dari corak-corak batiniah serta objek yang sama dengan kesadaran bertumimbal lahir serta pemelihara kehidupan ini sesungguhnya tidak mempunyai peranan khusus dalam menentukan keadaan suatu makhluk di alam mendatang. Tugas utamanya hanyalah mengakhiri kehidupan (cutikicca). Yang menentukan kehidupan mendatang sesungguhnya ialah kesadaran pengolah objek pada saat-saat menjelang mati.(7)

Ada tiga markah yang menjadi objek dalam alur kematian bagi makhluk hidup yang belum terbebas dari noda-noda batin, yang masih harus terlahirkan kembali, yakni: 1. Objek berupa perbuatan (kammaârammana),2. Objek berupa markah perbuatan (kammanimittaârammana),3. Objek berupa markah tujuan (gatinimitta-ârammana).(8)

Yang dimaksud dengan objek berupa perbuatan ialah pelbagai kebajikan seperti menyumbangkan dâna, menjalankan kesilaan, mengembangkan batin atau pelbagai kejahatan seperti membunuh, mencuri, berzinah, berdusta, bermabuk-mabukan dan sebagainya; yang pernah diperbuat sepanjang hidup.

Pada saat menjelang kematian, perbuatan-perbuatan ini mungkin berkesempatan untuk muncul sebagai objek dalam alur kematian melalui pintu batiniah. Apabila perbuatan yang direnungkan itu termasuk kebajikan, makhluk yang mati akan terlahirkan kembali di alam yang membahagiakan; sedangkan kalau termasuk kejahatan, akan terlahirkan kembali di alam yang menyengsarakan.

Yang dimaksud dengan objek berupa markah perbuatan ialah pelbagai peralatan atau sarana dalam berbuat sesuatu, yakni enam macam objek: bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan dan objek batiniah yang berkenaan dengan perbuatan yang pernah dilakukan sepanjang hidup. Ini bisa merupakan penglihatan berupa vihâra, rumah sakit atau sekolahan yang didirikan, gambar atau arca Buddha, bhikkhu-sangha yang dipuja dan sebagainya; atau penglihatan berupa pisau penjagal atau pistol, barang-barang curian, wanita yang diperkosa, orang yang diperdayai, minuman keras, alat perjudian dan sebagainya.

Apabila yang dilihat dan sebagainya itu termasuk sesuatu yang baik, yang menimbulkan keyakinan yang benar, yang menimbulkan ketenangan serta ketentraman dan sejenisnya, makhluk yang mati akan terlahirkan kembali di alam yang membahagiakan; sedangkan kalau termasuk sesuatu yang buruk, yang menimbulkan ketakutan, kegelisahan, kecemasan, ketakpuasan, kemelekatan, kekikiran dan sejenisnya, makhluk yang mati akan terlahirkan kembali di alam yang menyengsarakan. Jika markah perbuatan ini muncul karena pengenangan [berupa objek lampau], alur kematian yang terjadi berarti melalui pintu batiniah. Namun, kalau markah perbuatan ini benar-benar tertampak dan sebagainya pada saat itu pula [berupa objek sekarang], alur kematian yang terjadi berarti melalui pintu lima indera jasmaniah.

Yang dimaksud dengan objek berupa markah tujuan ialah pelbagai pertanda atas alam kehidupan di mana suatu makhluk akan terlahirkan kembali. Apabila markah tujuan ini tertampak sebagai istana yang megah, kendaraan surgawi, dewa-dewi, cahaya terang, dan sejenisnya, makhluk yang mati akan terlahirkan di alam yang membahagiakan; sedangkan kalau tertampak sebagai api neraka yang menakutkan, tempat yang tandus atau kotor, jurang yang curam, binatang buas, kegelapan dan sejenisnya, makhluk yang mati akan terlahirkan kembali di alam yang menyengsarakan. Objek berupa tujuan ini sesungguhnya dapat muncul melalui seluruh pintu, namun kebanyakannya muncul melalui pintu penglihatan serta pintu batiniah.(9)

Uraian di atas adalah alur kematian ditinjau dari segi batiniah. Sesungguhnya, segi jasmaniah makhluk hidup juga merupakan suatu alur atau proses (rûpavithî). Kecepatan yang ditempuh oleh suatu materi/bentuk sejak muncul hingga padam kembali itu lebih lambat daripada unsur batiniah.

Perbandingannya ialah satu saat materi berbanding dengan tujuh belas saat kesadaran. Materi yang padam pada saat kematian tidaklah bersamaan. Materi yang timbul dari perbuatan (kammajarûpa) muncul terakhir kalinya pada saat awal kemunculan kesadaran pemelihara hidup yang lalu (atîtabhavanga). Karena waktu kepadamannya lebih lambat, materi ini benar-benar padam secara keseluruhan pada saat akhir kemunculan kesadaran ajal.

Inilah jenis materi yang padam berbarengan dengan kesadaran terakhir dalam kehidupan ini. Materi yang timbul dari kesadaran (cittajarûpa) muncul terakhir kalinya pada saat awal kemunculan kesadaran ajal. Karena waktu kepadamannya lebih lambat, materi ini masih sempat bertahan dan baru benar-benar padam secara keseluruhan beberapa saat setelah kesadaran terakhir dalam kehidupan ini muncul.

Namun, ini bukanlah berarti bahwa materi ini akan mengikuti kesadaran bertumimbal lahir di kehidupan yang baru. Materi yang timbul dalam kehidupan ini pada dasarnya akan padam dalam kehidupan sekarang ini pula. Materi yang timbul dari makanan (âhârajarûpa) muncul terakhir kalinya pada saat akhir kemunculan kesadaran ajal. Oleh sebab itu, materi ini masih bertahan dan baru benar-benar padam secara keseluruhan beberapa saat setelah kesadaran terakhir dalam kehidupan ini muncul. Materi yang timbul dari hawa (utujarûpa) masih tetap dapat muncul meskipun suatu makhluk telah mati dan menjadi mayat. Ada beberapa yang muncul sejenak karena unsur panas (tejo) yang terdapat dalam makanan. Namun, ada pula yang terus muncul karena pengaruh hawa di luar (bâhira-utupaccaya) meskipun mayatnya telah membusuk dan menjadi abu; dan ini tetap berlangsung hingga dunia ini terhancurkan.

Alur kematian jasmaniah dari sudut pandang Agama Buddha sangatlah bersesuaian dengan ilmu pengetahuan modern. Sel-sel dalam suatu mayat terbukti masih dapat bertahan dan berkembang meskipun suatu makhluk secara umum telah dinyatakan mati. Tidak mengherankan kalau dijumpai bahwa rambut, kuku atau bagian lain dari suatu mayat yang berada dalam lingkungan tertentu menjadi lebih panjang daripada sewaktu baru mati

NB:

4 KBBI memerikan kata ‘alur’ sebagai suatu rangkaian peristiwa.

5 Para Arahanta mencapai kemangkatan mutlak hanya melalui pintu batiniah, tidak pernah melalui pintu indera jasmaniah. Demikian pula para Anâgâmî, meski tidak meraih pencerapan jhâna, karena mereka niscaya akan terlahirkan kembali di alam brahma. Alur kematian melalui pintu batiniah diperlukan untuk dapat mencerap objek ketetapan atau hakikat luhur sebagai markah perbuatan.

6 Secara harfiah, istilah ini berarti melaju dengan cergas (run swiftly). Javanacitta yang muncul secara beruntun dengan objek yang sama ini mempunyai peranan yang sangat penting karena pada saat-saat itulah suatu kebajikan atau kejahatan diperbuat. Karena pengertian inilah, istilah ini sering diterjemahkan sebagai ‘dorongan hati’ (impulse). Dari tujuh saat yang muncul, saat yang pertama ialah yang terlemah karena tak adanya kekuatan pendukung sebelumnya. Ini hanya menimbulkan akibat kamma pada kehidupan sekarang ini saja; menjadi kadaluwarsa apabila tidak berkesempatan untuk menimbulkan akibat pada kehidupan sekarang. Saat yang terakhir juga kurang begitu kuat karena habisnya kekuatan pendukung. Ini hanya menimbulkan akibat kamma pada satu kehidupan mendatang, dan bisa kadaluwarsa. Saat-saat di pertengahan itulah yang paling kuat. Ini mampu menimbulkan akibat kamma kapan saja dan dalam kehidupan mana pun hingga suatu makhluk mencapai kemangkatan mutlak (parinibbâna).

7 Namun, yang dimaksud bukanlah kebajikan atau kejahatan pada lima kesadaran pengolah objek yang ‘paling akhir’ dalam alur kematian karena ini sangat lemah, tak gairah dan taklengkap unsur-unsurnya sehingga tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menghasilkan akibat pada waktu tumimbal lahir –dalam arti tidak dapat menjadi perbuatan penghasil kelahiran (janakakamma), dan bahkan tidak termasuk perbuatan menjelang mati (âsannakamma).

8 Hanya salah satu dari tiga jenis objek ini yang muncul dalam alur kematian, dan ini akan menjadi objek bagi kesadaran bertumimbal lahir dalam kehidupan mendatang.

9 Secara sepintas, markah-markah ini kedengaran seperti suatu teori filsafat yang takterbuktikan. Dalam kenyataan, banyak telaah ilmiah (scientific research) yang memperlihatkan kebenarannya, yang didasarkan pada data pengalaman menjelang ajal (NDE: Near Death Experience) sejumlah pasien.



 
Last edited:
Back
Top