nasehat bagi yang terlambat nikah

nurcahyo

New member
Nasehat saya untuk yang terlambat menikah hendaknya selalu berdo'a kepada Allah dengan penuh harapan dan keikhlasan, dan mempersiapkan diri untuk siap menerima lelaki yang shalih. Apabila seseorang jujur dan sungguh-sungguh dalam do'anya, disertai dengan adab do'a dan meninggalkan semua penghalang do'a, maka do'a tersebut akan terkabulkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu". Dalam ayat tersebut Allah menggantugkan terkabulnya do'a hambaNya setelah dia memenuhi panggilan dan perintahNya.

sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
 
Last edited:
thanks bwt nasehatnya kaya'na berguna bgt bwt tanteQ, smoga dengan nasehat ini dia bisa segera dapat jodoh.....
ammiiiin............
 
Pernikahan, Sunnah Rosul yang di abaikan ....
Judul asli:Ingin Cepat Kaya? Buruan Menikah!

Pernikahan itu pasti indah, nyaman, dan menyenangkan. Itu garansi dari Allah ?Azza wa Jalla, sebagaimana tertuang dalam firmanNya yang suci (Q.S 30:21).
http://ccc.1asphost.com/assalamtafsir/Alquran_tafsir.asp?SuratKe=30&No=21#21
Apabila ada ungkapan ?Pernikahan tidak selamanya indah?, pasti ada eror yang dilakukan oleh para pelaku pernikahan. Entah itu berupa pelanggaran atas rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proses pencapaiannya. Ataupun sikap manusia yang makin tidak apresiatif terhadap kewajiban universal dari Pencipta alam semesta ini.

Islam memandang, pernikahan bukan saja sebagai satu-satunya institusi yang sah, tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Tapi yang tak kalah penting adalah, pernikahan sanggup memberikan jaminan proteksi pada sebuah masyarakat dari ancaman kehancuran moral dan sosial.

Itulah sebabnya, Islam selalu mendorong dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu. ?Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki serta hamba-hamba sahayamu yang wanita. Jika mereka miskin, Allah akan membuat mereka kaya dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui,? (Q.S 13:38)
http://ccc.1asphost.com/assalamtafsir/Alquran_tafsir.asp?SuratKe=13&No=38#38

Dalam haditsnya, Rasulullah SAW juga menekankan para pemuda untuk bersegera menikah. ?Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka segeralah menikah. Karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi)? (HR Bukhari).

Dari sini makin jelas, kemana orientasi perintah menikah itu sesungguhnya. Tujuan pembentukan institusi-institusi pernikahan (keluarga) tak lain adalah, agar terpancang sendi-sendi masyarakat yang kokoh. Sebab keluarga merupakan elemen dasar penopang bangunan sebuah masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat akan kuat dan kokoh apabila ditopang sendi-sendi yang juga kokoh. Dan kekokohan itu tidak mungkin tercapai kecuali lewat penumbuhan institusi-institusi keluarga yang bersih.

Pasal kewajiban menikah adalah merupakan sunah Nabi SAW yang harus ditaati setiap Muslim, tidak akan kita bahas lebih jauh di sini. Begitupun soal pernikahan merupakan aktualisasi keimanan atau aqidah seseorang terhadap Tuhannya, juga tidak akan kita perpanjang dalam tulisan ini. Sehingga dia menjadi alasan mendasar Islam, kenapa pernikahan hanya sah jika dilakukan oleh pasangan manusia yang memiliki aqidah, manhaj (konsep) hidup, serta tujuan hidup yang sama. Yakni mencari keridhoan Allah ?Azza wa Jalla. O0

Ada sisi krusial lain dari pernikahan yang akan kita bahas lebih jauh. Yakni pernikahan dan kaitannya dengan peradaban manusia. Pasal ini yang mungkin jarang dicermati oleh kebanyakan masyarakat, termasuk masyarakat Islam.

Bahwa ada korelasi kuat antara keberadaan institusi pernikahan dengan potret masyarakat yang akan muncul (seperti telah disinggung sebelumnya), adalah tidak bisa kita pungkiri. Sebab indikasinya gampang sekali dilihat dan dirasakan. Masyarakat yang menghargai pernikahan, pasti mereka merupakan masyarakat yang beradab. Demikian sebaliknya.

Maka tatkala kita telusuri, apa penyebab masyarakat Barat menjadi masyarakat yang tumbuh liar tanpa nilai-nilai etika, moral, dan agama. Itu sangat mudah kita pahami. Lantaran mereka adalah masyarakat yang tidak memahami makna sakral pernikahan. Hasrat seksual menurut mereka, bisa mereka lampiaskan kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Sehingga tak ada kaitan antara kehormatan dan kesucian seseorang dengan pernikahan.

Dari sinilah awal munculnya masyarakat Barat yang tidak beradab. Mereka menjadi masyarakat pemuja syahwat, menawarkan budaya buka-bukaan aurat alias telanjang, memamerkan secara vulgar budaya hidup seatap tanpa menikah antara laki-laki dan wanita. Maka kasus-kasus perceraian kian tidak terhitung jumlahnya. Ribuan anak-anak lahir tanpa jelas nasabnya (garis keturunannya). Setelah besar, generasi tanpa bapak itu pun membentuk komunitas anak-anak jalanan yang selalu menimbulkan problem bagi masyarakat mereka sendiri. Dari situlah siklus budaya nista bermula.

Ironisnya, dalam masyarakat Islam pun mulai muncul sikap yang kurang apresiatif terhadap perintah menikah. Jika tidak sampai dikatakan enggan menikah, setidaknya ada gejala masyarakat Islam mulai bersikap mengulur-ulur waktu pernikahan. Padahal ini sangat berbahaya. Boleh jadi gaya hidup hedonis Barat yang sangat intens disuguhkan lewat bacaan dan filem-filem, telah menyebabkan perubahan pola pemikiran masyarakat Islam. Khususnya dalam menyikapi perintah menikah.

Inilah barangkali yang menyebabkan pasangan muda-mudi dalam masyarakat kita, lebih senang berlama-lama pacaran ketimbang memikirkan untuk serius membangun rumah tangga. Kalaupun di sana-sini marak acara-acara pesta pernikahan, itu mungkin tak lebih hanya sebuah basa-basi kultural. Semuanya terlepas dari ikatan nilai-nilai religius yang sakral. Sehingga kita sering menyaksikan pesta-pesta pernikahan, tak lebih hanya sebagai ajang pamer kemewahan dan bahkan pamer kemaksiatan. Sebab boleh jadi, sebelum pesta itu berlangsung mereka sudah menjalani praktek-praktek layaknya kehidupan suami-isteri. Astaghfirullah?! :eek:

Kenapa Islam menggesa para pemuda untuk menikah, semakin jelas kita pahami. Bahwa di tengah maraknya budaya hedonisme yang menjangkiti dunia, sudah barang tentu institusi-institusi pernikahan kian dibutuhkan keberadaannya. Namun tentu saja bukan hanya memperbanyak lembaga-lembaga Robbani itu saja yang kita perhatikan. Tapi yang lebih penting adalah, bagaimana rambu-rambu suci untuk mencapainya, bisa tetap kita jaga. Sehingga banyaknya lembaga-lembaga pernikahan berbanding lurus dengan tumbuh suburnya budaya kesadaran masyarakat untuk memelihara kesucian diri. Dari keluarga-keluarga yang bersih inilah, kelak akan lahir generasi yang kokoh. O0

Jika ini yang terjadi, dapat dipastikan janji Allah, bahwa masyarakat bisa makmur (kaya) dan kuat lewat jalur pernikahan, akan terbukti. Karena itu makin tertutup alasan bagi para pemuda-pemudi untuk tidak segera menikah, jika mereka nyata-nyata telah sanggup melaksanakannya. Dengan kata lain, sikap menunda-nunda untuk segera menikah di kalangan muda-mudi, memang sangat aneh.

?Aku heran dengan orang yang tidak mau mencari kekayaan dengan cara menikah. Padahal Allah berfirman; ?Jika mereka miskin, maka Allah akan membuat mereka kaya dengan KeutamaanNya,? kata Umar bin Khattab r.a.
Ayo, tunggu apa lagi? Jangan tunda-tunda pernikahan!

sumber : eramuslim.com
 
Jangan Telat Menikah !!!....

Telat menikah, apalagi bila terjadi pada wanita, menimbulkan banyak pertanyaan dan penafsiran. Namun, fenomena ini, belakangan justru cenderung meningkat. Lebih disayangkan lagi, sering alasan penundaan nikah itu tidak prinsipil. Sehingga, banyak orang secara sadar atau tidak telah menjerumuskan diri atau putra-putrinya dalam kesulitan yang dibuatnya sendiri. Tulisan ini memberikan motivasi dan saran bagi kita, agar tidak telat memasuki ibadah yang merupakan separo agama, tetapi dari satu sisi juga menyenangkan.

Dalam tulisan ringkas ini, kami membahas tentang semakin tersebarnya fenomena perawan tua di masyarakat kita; apa faktor-faktor penyebabnya, penjelasannya, dan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Seraya memohon pertolongan dan taufik kepada Allah.
Pernikahan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Ta'ala dan karunia-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah di dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21, yang artinya:

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Pernikahan merupakan jalan yang benar untuk memperbanyak jenis manusia dan agar jenis manusia ini tetap ada sampai datangnya tiupan sangka*kala pertama kali kelak, pada Hari Kiamat. Sebab, dari pernikahan tersebut akan terjadi kelahiran dan keturunan, beberapa keluarga menjadi akrab, dan beberapa suku menjalin hubungan yang dekat.

Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'am surah Al-Hujurat ayat 13, yang artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-Iaki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara karnu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al*-Hujurat [49]: 13)

Jika melihat kondisi masyarakat kita maupun beberapa masyarakat lain, kita akan melihat adanya banyak perawan tua atau wanita yang hidup menjanda. Penyebabnya, pertama memang telah ditakdirkan oleh Allah untuk kita, dan kedua karena faktor kita sendiri.

Namun, persoalan ini, tampaknya jauh lebih besar dan lebih luas daripada itu. Orang yang memperhatikan kondisi masyarakat dan perubahan-perubahannya di masa sekarang, akan merasakan banyak hal yang luar biasa dan akan mengetahui berbagai persoalan yang mengkhawatirkan. Masalah-masalah dan kendala-kendala yang kita temui ini berpangkal dari kesalahan persepsi dan guncangan pemikiran di dalam masyarakat.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kondisi ini muncul lantaran kelemahan akidah dan kesalahan penerapan syariat, yaitu kekhawatiran-kekhawatiran terhadap masa depan dan rasa takut yang tidak beralasan.

Faktor lain yang masih terkait dengan rasa takut di sini adalah mental masyarakat yang mengandalkan ijazah dan ketergantungan kepada pekerjaan*-pekerjaan tetap, serta kesibukan dalam jenjang akademik, sehingga banyak or*ang yang ketinggalan kereta pernikahan;

kemudian para orang tua pun ikut-ikutan merasakan kekhawatiran ini.:wataw: Kerelaan masyarakat menerima sikap yang seperti ini juga menegaskan terjadinya kesalahan dalam persepsi, terbaliknya timbangan pemikiran, dan goyahnya keyakinan kepada Allah, serta lemahnya pandangan yang rasional.

Perhatikanlah Al-Qur'an surah An-Nur ayat 32, yang artinya:
Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka kaya dengan karunia-Nya." (An-Nur[24] : 32)

Perhatikan pula Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 286, yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ... " (Al-*Baqarah[2]: 286)

Selanjutnya Al-Qur'an surah At-Thalaq ayat 7, yang artinya:
" ... Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Al*lah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesem*pitan." (At-Thalaq [65]: 7)

Standard berpikir telah berubah. Masa depan adalah materi, perencanaan adalah materi, syariat hidup dan pernikahan masa depan dibangun di atas landasan materi. Seperti halnya materi, pekerjaan, ijazah, gaji, dan kedudukan pun merupakan komoditas yang laris, sama saja apakah itu bagi pemuda atau keluarganya serta bagi gadis atau keluarganya, kecuali yang dirahmati oleh Rabbi. Informasi-informasi dan perilaku-*perilaku yang diserap oleh masyarakat dan pemuda melalui berbagai tulisan, novel, surat kabar, dan radio, secara langsung atau tidak langsung telah memberikan pengaruh nyata terhadap rusaknya pandangan masyarakat mengenai kehidupan.

Informasi-*informasi dan pandangan-pandangan yang beragam ini telah membalikkan pemahaman, merusak karakter, serta menjadikan hubungan-hubungan dan ikatan-ikatan antar manusia semata-mata berdasarkan keuntungan-keuntungan pribadi dan materi semata, ketika manusia telah mengalami kemunduran dan menggunakan standard-standard ini sebagai penentu hubungan*-hubungan di antara mereka.

Zaman telah rusak, bukti penalaran telah hilang, hukum agama telah diabaikan, dan masyarakat rnerendah*kan orang lain lantaran kemiskinannya. Perhatikanlah Al-Qur'an At-Thalaq ayat 7, yang artinya:

" Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya ... " (At-Thalaq [65]: 7)

Hendaknya, seseorang menikah dengan orang-orang yang utama dan shalih, agar ia tidak diuji dengan hubungan perbesanan dan keturunan yang memiliki tuntutan-tuntutan yang melampaui batas yang ma'ruf, sehingga mereka akan membebaninya dengan berbagai kesulitan dalam hidup dan menambah berat urusannya. Kenapa demikian, wahai manusia?

Sesungguhnya, ketampanan akhlak itu lebih kekal daripada ketampanan fisik. Kekayaan hati lebih didahulukan daripada kekayaan harta. Pertimbangan paling utama untuk menilai kebaikan seseorang adalah dengan sifat-sifatnya yang berbudi, bukan dengan perhiasan badan dan banyaknya harta benda.

Sa'id bin Musayab Rohimahullah pernah ditanya mengenai hadits (Sebaik-baik wanita adalah yang paling ringan maharnya): "Bagaimana seorang wanita yang baik, justru maharnya murah??"
Maka, Sa'id berkata: "Hai, kamu! Pikirkanlah apa yang baru kau katakan! Apakah mereka itu sedang menawar binatang yang tidak berpikir? Apakah kamu menganggapnya sebagai barang dagangan yang dibeli oleh suaminya dengan harga lebih mahal daripada yang dibayarkan oleh orang lain?"

Allah Ta'ala berfirman dalam An-Nisa' ayat 1, yang artinya:
" Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya ... " (An-Nisa? [4] : 1)

Pernikahan adalah dilakukan antara seorang manusia dengan manusia, seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan bukanlah barang dagangan yang harus diganti dengan barang dagangan lagi.

Adapun orang-orang bodoh, maka mereka itu menjadikan kecantikan atau ketampanan, kedudukan, harta, dan sta*tus sebagai harga mati, agar "harga pasaran" mereka naik. Menurut Anda, mereka itukah manusia-manusia pilihan, ataukah manusia-manusia yang buruk?

Hubungan wanita dengan seorang pria, adalah hubungan antara satu jiwa dengan satu jiwa yang setara, bukan hubungan antara barang dagangan dengan pedagangnya. Standard kaum pria tidak bisa diukur dengan harta, tetapi mahar itu dinilai dengan perilaku. Seorang pria atau wanita yang cantik dan berkedudukan, tetapi sedikit agama dan akhlaknya, maka banyaknya harta tidak berguna baginya.

Tidakkah Anda tahu bahwa bagi seorang pengecut,
adanya seratus pedang
tidak akan berguna sama sekali
untuk menutupi kelemahan dan kepengecutannya?
Banyaknya harta dan standard-stan*dard materi, tidak bisa menutupi kegagalan, sifat buruk, dan perilaku jahat suami dan isteri, sekalipun harta benda tersebut berupa emas dan perak dalam dalam jumlah besar.
Sesungguhnya, prosentase talak dan perceraian di masa sekarang sangatlah besar.

Dalam wasiat Ibnu Jinni kepada putera-puteranya, disebutkan :
"Anak-anakku, jangan menjadikan kecantikan wanita dan mulianya keturunan searang wanita sebagai alasan untuk meminangnya, sesungguhnya pria yang menikahi wanita terhormat itu akan menjadi pijakan kemuliaannya; kecantikan di waktu muda, akan hilang oleh usia; sedangkan sifat harta benda adalah gampang datang dan gampang pergi; maka tinggal agama saja yang tersisa; oleh sebab itu, carilah wanita-*wanita yang beragama, niscaya kamu diberkati" .

Para bijak mengatakan: "Tergesa-gesa itu terpuji dalam lima hal,
sudah mendapat pasangan yang setara, menguburkan mayit, mengunjungi or*ang sakit, melaksanakan shalat apabila telah datang waktunya, dan menyuguh*kan makanan bagi tamu apabila ia mampir".

Tertundanya pernikahan seorang gadis akan menimbulkan banyak pertanyaan dan penafsiran, bahkan dianggap sebagai suatu aib. Meskipun demikian, pada tahun-tahun terakhir ini telah muncul fenomena bertambahnya rata-rata usia pernikahan seorang pria maupun wanita dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penundaan usia pernikahan ini disebabkan oleh semakin diminatinya pendidikan tinggi di universitas-universitas di dunia Islam.

Orang yang memperhatikan kondisi masyarakat secara umum akan menjumpai bahwa seorang pria bisa menikahi seorang wanita dalam usia berapapun. Kesempatannya untuk memilih pasangan yang sesuai akan bertambah, apabila tingkat pendidikan, ekonominya, dan status sosialnya semakin tinggi, apalagi jika ia seorang yang memiliki popularitas dan lingkungan sosial yang populer pula.

Allah Ta?ala berfirman dalam Ar-Rum ayat 21, yang artinya:
" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang ... " (Ar- Rum [30] : 21)

Adapun wanita, justru sebaliknya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin sedikitlah kesempatan*nya untuk menikah, kecuali bila ia telah menikah sejak sebelum menyelesaikan studinya dan sebelum menerima ijazah.

Tetapi, jika ia tidak juga menikah sampai memperoleh gelar sarjana dari perguruan tinggi atau yang setara dengannya atau lebih tinggi lagi, maka kesempatannya untuk menikah lebih kecil dibandingkan gadis yang tidak mengenyam pendidikan tinggi seperti ini.

Rasulullah Sholallahu ?alaihi wasallam bersabda:
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah mampu menikah, hendaklah menikah; karena sesungguhnya pernikahan itu lebih menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan; dan barangsiapa yang tidak mampu menikah, hendaklah berpuasa, karena puasa itu menjadi peredam nafsu baginya".

Seruan hadits ini bagi para pemuda bisa dipahami sebagai anjuran untuk menikah secara dini, baik bagi para pemuda maupun bagi para gadis.

Agama Islam menghargai pernikah*an dengan penghargaan yang tinggi, dan menganjurkan dilaksanakannya per*nikahan, selama ada kemungkinannya untuk itu. Pernikahan merupakan keharusan, karena ia memberikan perlindungan dan penjagaan bagi pemuda muslim, khususnya dalam situasi banyaknya godaan. Selain itu, pernikahan bisa mewujudkan ketenang*an dan ketentraman, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta?ala dalam Kitab-Nya yang mulia (Ar-Rum: 21), yang artinya:


"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenisrnu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu -rasa kasih dan sayang ... " (Ar-Rum [30]: 21)

Keluarga adalah sel pertama untuk membangun masyarakat yang shalih dan beriman, apabila keluarga ini dibangun di atas pondasi-pondasi yang benar, pendidikan yang baik, dan sikap saling memahami antara suami dan isteri.

Bukhari, Muslim dan lain-lain meriwayatkan, dari Abu Hurairah Rodhiallahu ?anhu, dari Nabi Sholallahu ?alaihi wasallam yang bersabda:
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunan-nya karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka carilah wanita-wanita yang beragama, niscaya kamu beruntung?.

Pada asalnya, kata taribat yadaka berarti: "Niscaya tanganmu tertempel debu, karena kemiskinan". Tapi yang dimaksudkan di sini adalah, "jika kamu tidak memilih wanita yang beragama, kamu pasti merugi". Wanita beragama adalah wanita shalihah yang berbudi mulia. Maka, seyogyanya, yang dijadikan tujuan pria yang rneminang adalah mencari wanita yang beragama. Tidak ada kebaikan yang terkandung dalam diri seorang wanita yang berharta atau cantik jelita, tetapi ia tidak beragama.

Wanita cantik jelita yang tidak beragama, adalah wanita yang tertipu. Wanita yang kaya raya tanpa memiliki agama akan menjadi wanita yang melampaui batas. Wanita yang terhormat tanpa memiliki agama, akan menjadi wanita yang sombong.

Adapun wanita yang beragama, maka ia seorang wanita yang patuh kepada suaminya, sekalipun ia seorang wanita yang cantik jelita, kaya raya, berkedudukan dan dari keturunan or*ang yang terhormat. Sifat-sifat seperti ini tidak hanya berlaku bagi wanita saja, tetapi juga berlaku bagi pria.

Wanita yang dipinang hendaknya tidak tertipu oleh ketampanan wajah seorang pria, kekayaannya, atau keturunan dan kedudukannya yang terhormat, tetapi hendaklah ia mencari pria yang beragama terlebih dahulu. Jika seorang pria memiliki agama dan keshalihan, maka ia telah memiliki persyaratan pal*ing penting untuk menjadi pasangan hidupnya, kemudian sifat-sifat lain setelah terpenuhinya persyaratan agama ini menjadi pertimbangan yang lebih kecil.

Seorang pria beragama akan melindungi dan menjaga isterinya, mempergaulinya secara baik dan patut, dan bersabar terhadap segala kekurangannya -dan ini yang paling penting-. Jika pria shalih ini mencintai isterinya, maka ia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya, ia tidak akan mezhaliminya. Jika si isteri tidak menyukai suaminya ini, maka sang suami tidak akan menahannya karena hendak menyusahkan isterinya, tetapi ia melepaskan isterinya dengan cara baik-baik.

Sesungguhnya, kehidupan berumah tangga itu penuh dengan kesulitan dan tanggung jawab, kondisi-kondisi yang dialaminya mudah sekali untuk berubah. Jika rumah tangga ini dibangun dengan landasan ambisi harta, kemudian harta kekayaan menjadi ludes, apakah yang akan terjadi?

Jika rumah tangga itu dibangun di atas landasan kecantikan atau kedudukan, kemudian terjadi perubahan keadaan, maka apakah pula yang akan terjadi?! Tidak diragukan lagi, pasti terjadi perubahan radikal dalam kehidupan rumah tangga dan menyalalah api konflik; karena rumah tangga tersebut tidak dibangun di atas pondasi yang kokoh, melainkan berdasarkan hawa nafsu individu yang tidak berakar dan berpondasi kuat.

Adapun apabila rumah tangga itu dibangun di atas landasan perhatian terhadap aspek agama, maka sesungguhnya agama adalah keyakinan kokoh yang tertancap kuat di hati seorang muslim (atau seorang yang beragama), di atasnya ia membangun perilaku-perilaku dan ucapan-ucapannya, darinya ia beragama), di atasnya ia membangun perilaku-perilaku dan ucapan-*ucapannya, darinya ia bertolak dalam memperlakukan orang lain, Tentu bisa dimengerti, bahwa seorang muslim yang taat dalam beragama -baik ia seorang pria maupun wanita- pasti akan bersyukur kepada Allah dalam keadaan lapang, bersabar ketika menghadapi kesulitan, menyikapi keadaan dengan iman dan kesabaran, serta akan bekerja sama dengan pasangan hidupnya dengan kesetiaan dan pengorbanan,

Berdasarkan keterangan di muka, bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan menyebarnya fenomena perawan tua di masyarakat kita adalah hal-hal berikut:

1. Tingginya mahar dan ketidak*mampuan pemuda untuk memikul beban pernikahan

2. Menunda nikah, dikarenakan ingin menuntaskan studi.

3. Penolakan wanita untuk menikah dengan pria yang telah beristeri.

4. Penetapan syarat-syarat yang memberatkan, oleh pihak isteri atau oleh pihak suami.

Adapun cara-cara untuk memecah*kan persoalan ini adalah sebagai berikut:

1. Seyogyanya, keluarga wanita mencarikan pria yang cocok, yang bisa membahagiakan puteri mereka dan jangan melihat kepada tingginya mahar, akan tetapi hendaklah mencarikan pria yang beragama dan berakhlak baik; yang bisa memelihara agama puteri mereka serta melindungi dan membahagiakannya.

2. Hendaklah seorang wanita tidak menolak untuk menikah dengan alasan ingin melanjutkan studi, sampai menggerogoti usianya dan sampai pada usia tua, sehingga ia menjadi perawan tua dan tidak mendapatkan pria yang mau meni*kahinya. Namun, ia bisa membuat kesepakatan dengan suami untuk melanjutkan studinya setelah menikah. InsyaAllah, ini mudah diatur, dan segala puji hanya milik Allah.

3. Janganlah seorang wanita melihat bahwa laki-laki yang datang meminangnya bila sudah beristeri tidak akan cocok untuk dirinya dan tidak akan mampu Untuk membaha*giakannya. Banyak sekali wanita yang menolak lamaran seorang pria beristeri, kemudian ia menghabiskan usianya tanpa ada seorang pun yang datang untuk menikahinya. Agama Is*lam yang hanif (lurus) ini dan sunah Nabi telah membolehkan seorang pria muslim untuk memiliki isteri hingga empat orang, dengan syarat, hendak*lah laki-laki tersebut berbuat adil terhadap isteri-isterinya.

Sumber: Jangan Telat Menikah (Terjemahan dari Al-'Unuusah wa 'z-Zawaaj, Penulis Riyadh Al-Muhaisin)
www.mediamuslim.org
 
Back
Top