OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

Salam mualaikum.......

abang...ncing.. enya...am babeh...ane....mo tau...nh..sejarah betawi...sebenernye???.....sama si abang pitung am abang Ji`i....dulu kelahiran mna sh.......ama atu lg nh ane mo tanya klo mo download pelem² nye...almarhum H abang benyamin....ke mane ye....abiz nye pilem² nye kg ngebosenin aye cinte mati dh ama pilem² nye abang H benyamin................................wsalam....ANti segala berbgai macam bentuk.....korupsi dan damai selalu untuk indonesia.....
sejarah singkat betawi
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Cina, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.

Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.

Seorang budak belian perempuan dari Bali. Diawali oleh orang Sunda, sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.

Waktu Fatahillah dengan tentara Demak menyerang Sunda Kelapa (1526/27), orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah Bogor. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, Jayakarta dihuni orang Banten yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon. Sampai JP Coen menghancurkan Jayakarta (1619), orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa tinggal di muara Ciliwung. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta (1619).

Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (1628/29) yang tidak mau pulang. Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas. Sementara itu, orang Belanda jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, benyak perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu, sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari berbagai pulau di sebelah timurnya.

Orang Tiong Hoa senang main kartu. Lukisan A van Pers dari tahun 40-an abad yang lalu, yang diterbitkan pada tahun 1856 di Den Haag. Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok, semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (mis. Penduduk dalam kota dan ‘Cina Benteng’ di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, mis: di sekitar Parung). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah Glodok, Pinangsia dan Jatinegara.

Keturunan orang India -orang koja dan orang Bombay- tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak diantara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada ke-Arab-an mereka.

Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.

Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa (demikian Lekkerkerker). Gereja Immanuel di Gambir pada pertengahan abad ke 18

Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang Gereja Immanuel. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota.

Oleh sebab itu, apa yang disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, dan Melayu. Antropolog Univeristas Indonesia, Dr Yasmine Zaki Shahab MA menaksir, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893.

Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Casle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, di mana dikategorisasikan berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.

Rumah Bugis di bagian utara Jl Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang imulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota
Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moors, orang Jawa dan Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu. foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tiong Hoa di Maester. Jalan ke kiri menuju pasar Jatinegara lama. Sedangkanjalan utama adalah Jatinegara Barat menuju arah selatan. Namun, pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.

Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong.

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Moh Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.

Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi - dalam arti apapun juga - tinggal sebagai minoritas. Pada tahun 1961, ’suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur datau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.**Bapeda Jakarta

sejarah pitung n ji'i
SI PITUNG banyak nyang tau si pitung tapi kage tau asal usulnye dari mane dan keturunan siape.
Sedikitnye gue cerite tentang silsilah SI PITUNG:

Name asli dari SI PITUNG adalah:RADEN MUHAMMAD ALI BIN RADEN SAMIRIN BIN RADEN ABDUL KHADIR BIN PANGERAN RADEN JIDAR (NITIKUSUMA KE-5)


Beliau lahir di petunduan palmerah pada tahun 1874 dan wafat pada tahun 1903 di bandenagan utara kecamatan penjaringan-JAKARTA,Beliau termasuk pahlawan BETAWI dalam melakukan perlawanan terhadap tuan-tuan tanah Cina dan Belanda.

Dalam perjuangannye si Pitung selalu menggunakan silatnye untuk Amarmakruf nahi munkar nyang berarti mengajak orang ke jalan kebaikan dan mencegah kesesatan.Jagoan BETAWI nyang sebenarnye JAGO punye sifat: jujur,tidak takabur,berbudi pekerti baik,peka terhadap penderitaan orang lain.
Memang jagoan-jagoan betawi ade juge nyang jahat yaitu jagoan-jagoan bayaran yang di sewa untuk membela tuan-tuan tanah dan penjajah belande,jagoan-jagoan ini doyan kekerasan biasanye di panggil Si tukang kepruk.
Jagoan-jagoan ini tidak lagi mempergunakan ilmu kesaktian dan bela dirinya untuk mencapai kesempurnaan spiritual sebagai manusia, tetapi sebaliknya disalahgunakan untuk mendapatkan kepuasan materi.

Misalnye dulu, pada zaman cultuur stelsel (tanam paksa), sebagian besar jago lebih suka berpihak kepada mesin sistem ekonomi kolonial atau tuan tanah ketimbang membela kaum lemah. Mereka menjadi tukang pukul untuk memaksakan kepentingan tuan tanah di wilayah particuliere landerijen (tanah-tanah partikulir) seperti di Tangerang, Ciomas, Bekasi, dan Cililitan.

di riwayatkan di tanah-tanah partikulir itu penindasan kaum tani lebih kasar dan keji dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa. Particuliere landerijen adalah tanah-tanah milik pribadi nyang sangat luas yang pemilik-pemiliknya dapat disebut tuan-tuan tanah yang mempunyai hak feodal para penyewa tanah mereka, termasuk hak istimewa untuk memungut pajak-pajak pribadi dan tugas-tugas kerja paksa yang berat. Pemerintah jajahan jarang campur tangan dalam urusan intern tanah-tanah milik itu, jadi memperbolehkan penyalahgunaan nyang melampaui batas untuk terus berlangsung tanpa ada usaha perbaikan.(kompormledoek.blogspot.com)

thanks.......
 
hadir....


aye betawi asal jampang :) ahaha

mau nampang aje dimari pan udah jarang tuh orang betawi di pamulang rate rate banyak orang betawi pade ngeranto, ya emang sih udah pada lupa sama budaya betawi tapi mo gimane lagi emang ude jalan idup nye begitu

kate engkong aye si pemude betawi paling kage bise yang namenye ninggalin tanah leluhurnya hmmm so kite bise bise aje asal di jalani ame yang namenye tekad



APA GAK NGERI??
 
monggo..ikut aj mas.....sekalipun beda ras....yng penting make bhsa indonesia ye.....wah......kacau balau dh jkrta..tanah kuburan aje...noh....di pantek...kta nye sih wat bangun jln...or pelebaran jln...ktanye ....au...dh...yng bnr...nyang mane..wat lebarin jln ape..wat lebarin perut
 
hahaha nyang pare lagi tuh di daerah cinere, tempat ane tinggal, ude tau ane ngungsi dari jakarte ke cinere masing aje di udag udag nyampe dimari, katenye si mau lebar jalan atawe mau buat jalan tol, dimane otaknye ye, jangan ampe anak cucu ane gak kebagian tanah buat mereka tinggal, kan kasian

dimane nuranimu gubernur dan pemerintahan, perasaan jalanan gak usah di lebarin dulu dah, mending di bagusin dulu tuh jalanan, trekelan aja si mentang mentang punye kuase ape?
 
monggo..ikut aj mas.....sekalipun beda ras....yng penting make bhsa indonesia ye.....wah......kacau balau dh jkrta..tanah kuburan aje...noh....di pantek...kta nye sih wat bangun jln...or pelebaran jln...ktanye ....au...dh...yng bnr...nyang mane..wat lebarin jln ape..wat lebarin perut

sama" bang..
itu juga ane masih ng'Raba-raba
 
Emang pada begitu smue ,kaga di sono aje.di condet aje tanah pada dibeli orang ga dikenal trus dijual lagi ame orang...sekarang tinggal gimana kita aja.maksudnya klo Baba kita mo jual tanah kita jangan kasi.inget ank cucu entar mo tinggal dimane..?
 
Bls: OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

assalamu'alaikuuum...
[<:)slm knl dulu nih sm yg punya tempat... panggil aye "Ady" yg baru joint disini..., aye Betawi dari Kemayoran > Jiung... tp skrg lg netep 2taon di Bali pasnye di daerah Ubud (kangen juga sih ama kampung), sbb aye punya kerja ditugasin disini.
ngomong2 ade nyang tau kaga' ...ape ade komunitas orang Betawi nyang di Bali....gitu dulu ye...
"ade buaye kulitnye belang, ude dulu ye aye mo pulang" <3D wassalamu'alaikuuum... :terimakasih:
 
Last edited:
Bls: OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

lam kenal bang.
aye demen dah abang bise keliling2 kota
bagi2 oleh2nye bang hehe...
 
Bls: OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

waduh..betul tuh..w dicondet sekarang juga dah jarang nemuin pohon salak..
dah abis dibuat rumah tuh
 
Bls: OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

jamannye kali orang pade petantang petenteng kaya yang kaga bakal mati aje,emang die mati nguburin tanenye lebih dari 2 meter ape,
orang dah pade lupe diri
 
Bls: OraNg bEtaWi Kesini Donk!!

assalamu'alaikuuum...
[<:)slm knl dulu nih sm yg punya tempat... panggil aye "Ady" yg baru joint disini..., aye Betawi dari Kemayoran > Jiung... tp skrg lg netep 2taon di Bali pasnye di daerah Ubud (kangen juga sih ama kampung), sbb aye punya kerja ditugasin disini.
ngomong2 ade nyang tau kaga' ...ape ade komunitas orang Betawi nyang di Bali....gitu dulu ye...
"ade buaye kulitnye belang, ude dulu ye aye mo pulang" <3D wassalamu'alaikuuum... :terimakasih:



wah kalau Komunitas betawi di Bali saya belum tau pasti den, barusan bis nanya sama anak FBR kemungkinan ada anggotanya di sana tapi nggak banyalk. Kalau saya sarankan sih datengin aje bang warung soto betawi nyang ade disono, sembari kongkow dengan makanan halal sapa tau aje abang bisa ngobrol kenalan & menjalin komunitas baru disana. nah ini dia info dari teman saya adicahya lewat blognya semoga membantu




warung+tanti-786272.jpg



Warung makan ini lokasinya di Jalan Tuban deket ame restoran sea food
Furama dengan udang besarnya dan persis di seberang Circle K. Lokasi ini
sejalan dengan Joger yang terkenal ke arah bandara Ngurah Rai. Gampang
kan, Hoho ya gampanglah, kalo dari bandara menuju kuta hampir pasti kita akan melewatinya.

Menunya sih sederhana bang, selain soto betawi dan sop buntut yang jadi
andalannya, warung kecil ini juga menyediakan ayam dan ikan bakar, plus
nasi campur dan soto mie yang lagi-lagi ala Jakartaan. <3D

Harganya juga cukup murah, terjangkau lah sama kita-kita orang
(apalagi mahasiswa atawa anak sekolahan)
harga mulai 12 ribuan dengan porsi yang generous kalo kata pak Bondan yang fenomenal itu.

Kalau soal rasa, jelas enak. Sesuailah dengan selera orang Jakarta
(maklum, aye rada-rada kurang cocok sama masakah Halal yang dijual pendatang dari Banyuwangi yang banyak ada di Bali).
Dan yang paling penting, halal 100%.

Jadi kalau lagi di Bali, sehabis belanja di Joger dan pengen makan
yang pasti halal, abang none mampir aje ke sini.

Bilang saja tahu dari Adi atau megha moderator indonesiaindonesia.com
itu lho si kecil irit nyang paling ganjen & ngangenin (jiaaahh!!)
Hehe siapa tahu aje bang, dapet potongan hehehe

Ohh iya hampir lupa, kabar terakhir nih bang,
Insya Allah mereka juga akan buka di dekat Erlangga, kita tunggu aje kabarnya ya..


Pagi-pagi pergi ke kota kincir, aye permisi, mau ngacirrrr....




Psst, tulisan saya edit dikit make bahasa betawi
 
Last edited:
Back
Top