Review : Densha Otoko / Train Man (TV Series & The movie)

gilag

New member
TV Series
Agak berbeda dengan versi movie, versi TV series memberikan pendekatan yang jauh lebih ceria dan lebih banyak mengandung unsur humor yang kental khas Jepang. Diperankan oleh Atsushi Itou dan Misaki Ito, Densha Otoko versi TV seri lebih mengutamakan versi mereka sendiri, meskipun masih mempergunakan pola plot yang sama dengan versi aslinya.

Kali ini, penggambaran Densha Otoko benar-benar seperti yang diharapkan banyak orang. Laki-laki pendek, berkacamata, selalu bernasib sial, dan memiliki hobi yang dibenci adik sendiri. Si Densha sendiri memiliki nama Tsuyoshi Yamada (akan terlihat aneh apabila dalam TV seri tidak diberikan nama asli, dan itu sebuah langkah jitu). Usaha Yamada untuk berubah benar-benar lebih mengharukan, karena karakter Hermes atau Saori Aoyama benar-benar bagaikan seorang tuan putri yang begitu susah untuk ditaklukkan.

Dari episode 1 - 7, harus diakui Densha Otoko versi TV seri berjalan dengan baik, namun memasuki episode 8 - 10 mulailah terjadi ketimpangan cerita. Meskipun tidak memberi pengaruh besar, kebanyakan penonton TV seri ini sudah menonton versi movie. Sehingga harapan penonton begitu besar untuk melihat ending yang sedikit berbeda (dan itu benar-benar disadari pembuat TV seri ini). Terkesan sekali dari episode 8 keatas seakan-akan mengulur-ulur waktu. Untunglah kesan mengulur-ulur tersebut bisa ditutupi oleh adegan ending yang jauh lebih mengharukan dan lebih berkesan dibandingkan versi lainnya.

Pemilihan aktor dan aktrisnya benar-benar pas. Atsushi Itou persis seperti penggambaran otaku jamak, sementara Misaki Ito yang sangat cantik itu hadir bagaikan putri yang jatuh dari langit. TV Seri ini penuh humor gila-gilaan khas Jepang.

Mungkin yang sedikit mengganggu, 2 episode spesialnya justru terkesan biasa-biasa saja. Adegan ending film ini sudah terlalu luar biasa sehingga episode spesial mengalami kasus serupa dengan episode 8 - 10 tadi. Bahkan khusus episode Deluxe, pendekatannya jadi tidak masuk akal dan sulit untuk diterima banyak penonton.

TV seri ini sangat direkomendasikan untuk ditonton (sama halnya dengan versi movie), karena Densha Otoko lebih dari sekedar kisah "Fairy Tale" tentang lelaki buruk rupa dengan hobi tidak jelas yang ingin mendapatkan putri cantik jelita yang memang hanya bisa dilakukan dalam mimpi. Lagi-lagi karena TV seri ini diangkat dari kisah nyata, hal tersebut masih bisa dimaafkan. Jangan kaget apabila versi TV seri jauh dari kesan serius seperti yang ditawarkan versi movie-nya.

Densha_Otoko.jpg


The Movie
Densha Otoko / Train Man versi movie masih berpatokan pada kisah aslinya. Usaha seorang otaku yang lugu, belum pernah pacaran, tidak tahu bersosialisasi, dan hanya sibuk dengan hobinya, tiba-tiba harus berhadapan dengan takdir yang mempertemukannya dengan seorang wanita diatas kereta api.

Versi movie ini benar-benar berhasil mengeksplorasi karakter otaku seperti apa adanya yang terlihat di kenyataan. Akting Takayuki Yamada benar-benar meyakinkan untuk menjadi seorang otaku tulen. Transformasi sifat dan kekuatan karakterisasinya tampak natural. Sehingga, siapapun yang mengaku sebagai otaku masih bisa menerima kemampuan aktingnya, meskipun harus diakui, wajah seganteng Yamada cukup sulit untuk dianggap sebagai otaku bagi kebanyakan orang.

Miki Nakatani pun mampu berperan sebagai Hermes dengan baik. Hadir dengan tipikal wanita idaman bagi pria apapun. Hanya sayangnya, bagi sebagian orang, kecantikan Miki dianggap kurang pas untuk seorang karakter Hermes. Karakter Hermes hadir kurang begitu layak dianggap "putri" untuk si Densha Otoko, entah kenapa wajah Miki Nakatani tidak begitu pas (apalagi bila dibandingkan dengan wajah Hermes versi TV seri oleh Misaki Ito yang tampil layaknya seorang tuan puteri).

Terlepas dari pemilihan aktor atau aktris, film ini hadir secara luar biasa. Mengeksplorasi dunia otaku yang rumit dan membingungkan bagi setiap orang adalah hal yang tersulit dilakukan dalam film ini. Belum lagi, film ini memiliki kekuatan untuk merubah opini banyak orang terhadap dunia otaku. Film ini berhasil mencapai sasaran penonton yang sebenarnya.

Film ini begitu mengharukan dan terlihat sangat sederhana. Namun film ini hadir sangat serius dan miskin humor. Dari awal sampai akhir cerita, film ini terkesan suram dan gelap, mungkin agar kesan dramanya bisa ditampilkan dengan kuat (sebuah pendekatan yang standar dalam setiap film-film drama). Apabila dikaji lebih jauh, kisah Densha Otoko ini hanya akan terasa hambar apabila film ini gagal mencapai tujuan utamanya (yaitu para otaku sendiri). Memang film ini masih terperangkap pola "From Zero to Hero" atau "Fairy Tale", namun karena diangkat dari kisah nyata (namun sampai saat ini masih tidak ada kejelasan apakah adegan di versi movie, maupun versi TV seri dan manga semuanya adalah otentik), menjadi nilai tambah film ini.

Menonton Densha Otoko harus hati-hati dan cermat, karena fokus cerita film ini terletak pada pesan moralnya yang kuat (sesuai standar orang Jepang pada umumnya) yaitu pantang menyerah. Bahwa mencintai seseorang itu tidak segampang yang dikira, bahwa tidak ada yang bisa hidup sendiri di dunia ini.

Densha Otoko boleh menjadi sebuah "tren", tapi dunia otaku sendiri bukanlah "tren" dan sampai sekarang tetap ada. Pesan moral yang begitu kuat, kemampuan merubah opini penonton, maupun pengembangan karakter orang Jepang, dapat tampil apa adanya.
trainman_poster_cropped-thumb.jpg
 
Back
Top