Mustika Yang Tak Ternilai

singthung

New member
MUSTIKA YANG TAK TERNILAI


Upemi Buddham Saranam Dhammam Sangham
Ca T?dinam Sam?diy?mi S?lani Tam Me Atth?ya Hehiti

"Aku berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Aku menjalani aturan-aturan berprilaku (s?la)
yang akan menjadi penyelamat sejatiku"

(Ther?g?th? 250)

Oleh:
Bhikkhu Abhayanando

Fenomena

Ketika saya masih kecil dan belum mengerti mengenai kebenaran, pernah ada pertanyaan yang ditujukan kepada saya. Kamu beragama Buddha, ya? Kok tidak malu sih, kan agama Buddha penyembah patung. Saat itu, saya menganggapnya sebagi suatu celaan dan timbul rasa minder. Pertanyaan semacam ini juga banyak dialami oleh sesama umat Buddha sehingga mereka merasa malu untuk mengakui dirinya sebagai umat Buddha. Bagi mereka yang keyakinannya kuat, tentunya akan dapat bertahan, tetapi bagi mereka yang keyakinannya lemah akan mudah terombang-ambing.

Salah pandang terhadap agama Buddha memang banyak terjadi, karena belum adanya pengertian dan pemahaman tentang agama Buddha yang sebenarnya. Kewajiban kita sebagai umat Buddha adalah menjelaskan kebenaran kepada mereka sehingga mereka mengerti dan memahami kebenaran agama Buddha, sehingga dapat memperbaiki pandangan salah yang sudah tertanam kuat di masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa di vihara, cetiya, dan rumah umat Buddha banyak ditemui patung. Dengan hanya sepintas lalu melihat keberadaan patung yang dimiliki umat Buddha, mereka akan menyimpulkan bahwa umat Buddha adalah penyembah berhala, sedangkan untuk memberikan penjelasan kepada mereka yang sudah tertanam kuat pandangan salah ini, tidaklah mudah, karena hal ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Kerja keras, ketekunan, dan kesabaran harus dikembangkan dan diperkuat untuk mensosialisasikan agama Buddha yang sebenarnya.

Mengapa Kita Berlindung dalam Tiratana?


Berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha bukanlah penyerahan diri dan kemudian kita mendapat berkahnya. Perlindungan dalam agama Buddha dapat diumpamakan seperti orang yang kepanasan karena terik matahari melihat pohon yang rindang. Berjalan menuju ke pohon tersebut supaya tidak kepanasan. Kalau orang tersebut tidak berjalan ke pohon dan hanya berharap pohon tersebut datang dan memberi keteduhan, sampai kapanpun pohon tersebut tidak akan datang.

Kesimpulannya, perlindungan dalam agama Buddha lebih menekankan pada praktik. Umat Buddha berlindung kepada Tiratana untuk memperoleh inspirasi dan pemahaman benar, memperkuat keyakinan dan mengingat Sang Buddha dalam pikiran mereka. Umat Buddha tidak berlindung kepada Sang Buddha dengan kepercayaan bahwa ia adalah Tuhan atau Anak Tuhan. Sang Buddha tidak pernah mengatakan keilahian apapun. la adalah Yang Tercerahkan, Welas Asih, Bijaksana, dan Yang Suci yang pernah hidup di dunia ini.

Ada tiga aspek yang harus dikembangkan umat Buddha untuk memperoleh perlindungan yang sebenarnya. Ketiga aspek itu adalah aspek kemauan, aspek pengertian, dan aspek perasaan.

1. Aspek Kemauan: umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan penuh kesadaran, bukan sekadar sebagai kepercayaan teoritis, adat kebiasaan, atau tradisi belaka.

2. Aspek pengertian: Adanya Tiratana sebagai perlindungan telah diungkapkan sendiri oleh Sang Buddha, tetapi hakekat Tiratana sebagai perlindungan, hanya dapat dibuktikan oleh setiap orang dengan mencapainya dalam batin masing-masing. Dalam diri seseorang, perlindungan itu akan muncul dan tumbuh bersama dengan proses untuk mencapainya. "Dengan daya upaya, kesungguhan hati, dan pengendalian diri, hendaklah orang yang bijaksana membuat untuk dirinya pulau yang tidak akan tenggelam oleh banjir" (Dhammapada V: 25)

3. Aspek Perasaan (emosional): Mengandung unsur-unsur keyakinan, pengabdian, dan cinta kasih. Pengertian akan adanya perlindungan memberikan keyakinan yang kokoh dalam diri serta menghasilkan kekuatan dan ketenangan. Pengertian akan adanya perlindungan mendorong pengabdian yang mendalam kepadaNya, memenuhi batin dengan cinta kasih kepada yang maha tinggi sehingga memberikan semangat, kehangatan, dan kegembiraan.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa "berlindung" dalam agama Buddha berarti: "suatu tindakan sadar yang bertujuan untuk mencapai pembebasan dengan pengertian yang benar dan didorong oleh keyakinan." Oleh sebab itu, untuk mendapatkan perkembangan batin yang harmonis, ke tiga aspek ini harus dipupuk bersama-sama.

"Gunung-gunung, hutan-hutan, pohon-pohon keramat dan tempat-tempat pemujaan. Perlindungan semacam itu tidaklah aman, perlindungan seperti itu bukanlah yang tertinggi, dengan perlindungan semacam itu, seseorang tidak akan bebas dari penderitaan"

(Dhammapada 188 dan 189)


Umat Bukan Pemuja Berhala

Banyak orang yang salah mengerti tentang keberadaan patung Buddha dalam agama Buddha karena mereka belum mengerti tentang makna keberadaan patung itu sendiri. Patung Buddha merupakan simbol atau lambang kesempurnaan Sang Buddha. Dengan penghormatan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha akan menumbuhkan keyakinan sehingga kita dapat mengembangkan potensi spiritual dan akhirnya akan meraih kesuksesan spiritual.

Merupakan fakta sejarah bahwa orang besar ini benar-benar pernah hidup di dunia ini dan telah melakukan pelayanan besar bagi umat manusia. Pemujaan kepada sang Buddha berarti menghormati, memuliakan Beliau, bukan wujud batu atau logamnya. Patung adalah alat bantu visual yang membantu seseorang untuk mengingat Sang Buddha dan sifat-sifat luhurnya sehingga memberikan inspirasi jutaan orang dari generasi ke generasi sepanjang peradaban dunia. Umat Buddha menggunakan patung itu sebagai suatu simbol dan objek konsentrasi untuk memperoleh kedamaian pikiran. Jika umat Buddha memandang patung Sang Buddha, mereka mengesampingkan pikiran perselisihan dan hanya terpikir tentang kedamaian, ketenangan, dan ketentraman.

Sang Buddha tidak pernah mengajarkan umatnya untuk meminta dan memohon keselamatan kepada-Nya. Sang Buddha selalu menganjurkan kepada kita untuk selalu berbuat baik, menjaga moral, dan membersihkan batin. Dengan melaksanakan praktik luhur ini kedamaian, ketentraman, kebahagiaan, dan kesejahteraan akan kita raih.Umat Buddha yang memahami ajaran sang Buddha tidak pernah meminta pertolongan dari patung atau memohon pengampunan terhadap perbuatan jahat yang dilakukannya. Mereka akan mengikuti petunjuk Sang Buddha dan berusaha untuk mengendalikan pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani agar lepas dari roda samsara.

Pembuatan patung Buddha adalah wujud ekspresi umat Buddha untuk menghormat Sang Buddha. Ekspresi itu digambarkan dengan seni patung dan masing-masing negara mempunyai kreasi seni yang berbeda. Walaupun beranekaragam bentuk patung, namun semua itu adalah tumpuan rasa bakti umat Buddha kepada Sang Buddha yang telah menunjukkan jalan kebenaran. Namun, umat Buddha juga harus memahami dengan benar dan jangan terperosok kepada penghormatan yang berlebihan sehingga tidak membawa kemajuan batin tetapi justru kemerosotan batin.

Pada saat Sang Buddha menjelang parinibbana, Beliau mengingatkan untuk tidak terjerumus pada penghormatan yang berlebihan. Beliau mengajak kita semua untuk praktik Dhamma dan Vinaya. Sang Buddha mengatakan bahwa praktik Dhamma dan Vinaya adalah penghormatan yang luhur dan tinggi. Hal ini terbukti dari kasus bhikkhu Vakali yang menjadi bhikkhu bukan karena ingin praktik tetapi karena keagungan sang Buddha. Sang Buddha kemudian mengingatkan bhikkhu Vakali bahwa apa yang dilakukan tidak akan membawa kemajuan.

Sang Buddha mengatakan. "Yo Dhamma passati, so ma passati", kalimat ini mengandung pengertian bahwa sesungguhnya di dalam Buddha itu terdapat Dhamma dan di dalam Dhamma juga terdapat Buddha. Bentuk-bentuk penghormatan yang kita lakukan dengan upacara/ritual harus dimengerti dan jangan sampai salah tafsir yang pada akhirnya akan menjerumuskan diri sendiri. Bagaimanapun, umat Buddha tidak berkewajiban untuk mempunyai patung guna menjalankan ajaran Sang Buddha. Mereka yang dapat mendisiplinkan pikiran dan inderanya tentu dapat melakukannya tanpa patung sebagai objek. Jika umat Buddha ingin benar-benar melihat Sang Buddha, mereka harus menjalankan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

Jalan telah ditunjukkan oleh Sang Buddha, tinggal kita yang harus berusaha selalu di jalan tersebut. Dari semua obat di dunia, yang banyak dan beraneka jenis, tidak ada satupun yang menyamai obat Dhamma. Karena itu, Oh para bhikkhu, minumlah obat ini. (Milindapanha 335).

Perlindungan Sejati

Perlindungan sejati adalah terbebasnya manusia (makhluk) dari dukkha. Dengan berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, seseorang akan menjumpai kebijaksanaan sempurna yaitu Empat Kebenaran Mulia. Empat Kebenaran Mulia tersebut ialah: hidup adalah dukkha, penyebab dari dukkha, terhentinya dukkha dan jalan tengah untuk menghentikan dukkha.

Bagian pertama dari Khuddakapatha Pali adalah Saranattayam yang berisi tentang perlindungan. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah perlindungan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha dengan mengucapkan Tisarana sebagai berikut:

Buddham saranam gacch?mi

Dhammam saranam gacch?mi

Sangham saranam gacch?mi (.........dan seterusnya).

Rumusan Tisarana gamana ini sangat penting bagi setiap umat Buddha. Boleh dikatakan bahwa untuk menjadi umat Buddha, ia harus menyatakan diri dengan mengucapkan tekad berlindung kepada Tiratana. Oleh karena itu, Tisarana atau tiga perlindungan ini dikatakan sebagai Tisarana gamanadi yang berarti menyatakan berlindung kepada Yang Tertinggi.

Tetapi, perlu dicatat di sini bahwa pengertian dari Tisarana gamanadi adalah, "Uttamam ratanattayam vanditva, khuddakanam karissami," yang artinya perlindungan kepada Tiratana merupakan perlindungan yang tertinggi, dan ia yang telah menghormat kepadaNya kemudian melakukan tindakan sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Buddha (Khuddakanam).

Sesuai dengan yang terdapat dalam kitab Paramatha Jotika, perlindungan kepada Tiratana merupakan perlindungan utama. Dalam hal ini kita harus ingat kepada Sang Buddha sebagai Bhodetena Sasanam yang berarti seseorang yang telah menemukan dan membabarkan Dhamma. Selanjutnya perlindungan kepada Dhamma dan Sangha juga harus ditumbuhkan dalam batin kita, karena sesungguhnya Buddha, Dhamma, dan Sangha merupakan satu kesatuan.

Perlindungan (sarana) adalah tempat seseorang melindungi dirinya dari bahaya. Apabila umat Buddha melihat samsara (lingkaran lahir, dan mati) sebagai bahaya dan penderitaan maka Buddha, Dhamma, dan Sangha dilihat sebagai suatu tawaran keamanan dan kebahagiaan bagi dirinya.

Tiratana adalah perlindungan sejati, namun untuk mendapatkan perlindungan sejati bukan hanya bertekad dan melakukan ritual penghormatan tetapi dengan mempraktikkan ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh Sang Buddha.

Menurut Sang Buddha, jika orang mengikuti nasihat-Nya dengan menjalankan ajaranNya, mereka akan menerima berkah. Berkah dalam agama Buddha adalah kegembiraan yang dialami jika kita mengembangkan kepercayaan diri dan kepuasan. Umat Buddha menghormati Sang Buddha sebagai guru mereka tetapi bukan berarti kemelekatan atau ketergantungan pada Beliau. Rasa hormat yang kita tunjukkan kepada Sang Buddha adalah mempraktikkan Dhamma dan Vinaya dengan baik. Kesuksesan akan kita raih jika di dalam diri kita ada kesungguhan. Ingat, kita dididik untuk tidak tergantung tetapi, berusaha dan berjuang dengan dasar tiga mustika yang tak ternilai, yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha. Para Buddha hanya sebagai penunjuk jalan, namun engkau sendirilah yang harus berusaha. Ia yang melangkah di jalan kebebasan, akan terbebas dari belenggu Mara. (Dhammapada 276)


buddha.png

Referensi:

Keyakinan Umat Buddha ; Sri Dhammananda
Dasar Pandangan Agama Buddha: Ven S Dhammika
Dhammapada: Yayasan Abdi Dhamma Indonesia
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Agama Buddha Mazhab Theravada; Mapanbudhi
Permata Dhamma Yang Indah: Ven S Dhammika.



 
Back
Top