Kisah Lima Ratus Bhikkhu

singthung

New member
Kisah Lima Ratus Bhikkhu



Lima ratus bhikkhu, setelah mengikuti Sang Buddha ke sebuah desa, pulang ke Vihara Jetavana. Sore harinya mereka berbicara tentang perjalanannya, khususnya bidang keadaan tanah apakah datar atau berbukit, lembek atau berbatu, dan lainnya.

Sang Buddha menghampiri mereka, seraya berkata, "Para bhikkhu, jalan yang kalian bicarakan adalah keadaan di luar diri kalian. Seorang bhikkhu seharusnya hanya terpusat pada `jalan utama` (jalan Ariya) dan berusaha keras berbuat sesuai dengan `Jalan Ariya` yang membimbing kita merealisasi kedamaian abadi (nibbana)."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 273 sampai dengan 276 berikut ini :

"Magganatthangiko settho
saccanam caturo pada
virago settho dhammanam
dvipadananca cakkhuma.

Eseva maggo natthanno
dassanassa visuddhiya
etanhi tumhe patipajjatha
marassetam pamohanam.

Etanhi tumhe patipanna
dukkhassantam karissatha
akkhato vo rnaya maggo
annaya sallakantanam.

Tumhehi kiccamatappam
akkhataro tathagata
patipanna pamokkhanti
jhayino marabandhana."

Di antara semua jalan,
maka `Jalan Mulia Berfaktor Delapan` adalah yang terbaik;
di antara semua kebenaran,
maka `Empat Kebenaran Mulia` adalah yang terbaik.
Di antara semua keadaan,
maka keadaan tanpa nafsu adalah yang terbaik;
dan di antara semua makhluk hidup,
maka orang yang ''''melihat'''' adalah yang terbaik.

Inilah satu-satunya `Jalan`.
Tidak ada jalan lain
yang dapat membawa pada kemurnian pandangan.
Ikutilah jalan ini,
yang dapat mengalahkan Mara (penggoda).

Dengan mengikuti `Jalan` ini,
engkau dapat mengakhiri penderitaan.
Dan jalan ini pula
yang Kutunjukkan setelah Aku mengetahui
bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran batin).

Engkau sendirilah yang harus berusaha,
para Tathagata hanya menunjukkan `Jalan`.
Mereka yang tekun bersemadi dan memasuki `Jalan` ini
akan terbebas dari belenggu Mara.


Kelima ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


doisuthep.jpg
 
Back
Top