Bisnis Esek-Esek di Lingkungan Kampus

GAY_Z

New member
Semua bermula ketika seorang dosen memberikan sebuah tugas tentang pencarian fenomena bisnis, lalu saya mencari bahan dan saya menemukan artikel mengenai bisnis esek-esek(prostitusi) di lingkungan kampus(ayam kampus). Beginilah isi artikel tersebut ::inidia:

Prostitusi memang tak mengenal ruang dan waktu. Bisnis esek-esek ini sudah merambah ke segala penjuru, tak terkecuali di kalangan mahasiswi tertentu di sejumlah perguruan tinggi di Banten. Sebagian generasi intelek ini tak sedikit yang terjerumus ke dalam jaringan prostitusi terselubung

Tak mudah mengungkap fenomena bisnis prostitusi di kalangan anak kampus. Jaringan mereka tertutup, hingga sulit bagi orang kebanyakan untuk mengetahuinya. Mahasiswi yang melakukan praktik bisnis syahwat ini tenar dengan sebutan Ayam Kampus.
Untuk membuka tabir bisnis prostitusi ini, kami mencari celah penghubung dari dalam maupun luar kalangan kampus. Pada Kamis (17/4) lalu, kami mendapatkan kontak seorang mahasiswa bernama Erwin (bukan nama sebenarnya), dari sebuah perguruan tinggi di Kota Serang. Erwin merupakan mahasiswa yang mengetahui cukup banyak seluk-beluk bisnis ini. Pria yang sedang merampungkan skripsinya ini dikenal sebagai penghubung antara ‘ayam kampus’ dengan pelanggannya.
Semula, perbincangan dengan Erwin akan dilakukan di lingkungan kampus. Namun wawancara dialihkan ke luar kampus untuk menghindari kecurigaan internal kampus. Untungnya pada saat itu, Erwin sedang ada kegiatan di luar kampus.
Erwin mengaku mengenal cukup banyak mahasiswi yang kerap menjajakan diri. “Kalau puluhan sih nggak. Yang saya kenal paling belasan. Kebanyakan dari nonregular (kelas karyawan-red),” ujarnya.
Semua nama ayam kampus itu disimpan rapi di dalam memori tiga buah telepon genggamnya. Nama-nama ayam kampus ini ditandai dengan huruf ‘XXX’ di belakang namanya. “Ya sebagai tanda saja. Biar nggak lupa,” ujarnya seraya menunjukkan salah satu nama ayam kampus di telepon genggamnya.
Para ayam kampus ini tidak hanya berasal dari kampus tempat Erwin mencari ilmu. “Yang saya ketahui saja dari tiga kampus. Mungkin di kampus-kampus lain juga ada. Yang jadi penghubung juga tidak hanya saya, banyak yang lainnya. Fenomena seperti ini sudah lama. Dan saya yakin dosen juga sudah mengetahuinya, tapi mereka tutup mata,” ujarnya, seraya menyebutkan ayam kampus tak hanya berasal dari Kota Serang, tapi juga ada dari Lebak, Pandeglang, dan Tangerang.
Bisnis prostitusi di kalangan mahasiswi ini berlangsung rapi. Di kampus, mereka menjalankan aktivitas kuliahnya seperti biasa. “Bahkan pakaiannya saja ada yang terkesan alim. Tahun ini ada tiga ayam kampus lulus kuliah di kampus saya,” ungkap cowok bertubuh besar ini.
Erwin mengaku sudah berulangkali menjadi perantara. Dikatakan, para konsumen ayam kampus ini sebagian besar adalah orang-orang berduit tebal, baik dari kalangan pengusaha atau pejabat. Menurutnya, tak semua calon konsumen langsung direspons ayam kampus. “Mereka tak mau kalau yang berasal dari lingkungan yang dikhawatirkan akan membongkar identitasnya,” ujar Erwin. Soal tarif ayam kampus, Erwin menyebutkan, angka Rp 500 ribu untuk sekali main atau short time.
Dari mulut Erwin juga terungkap beberapa motif perilaku ayam kampus ini. “Selain faktor ekonomi dan kepuasan, ada juga yang karena status. Dari dulunya dia memang sudah gitu (menjadi profesi pekerja seks komersial-red) tapi ingin menaikkan tarifnya, maka dia naikkan statusnya dengan kuliah,” ujarnya.
Erwin menyebutkan, ada beberapa tempat mangkal para ayam kampus dalam menjalankan operasinya, di antaranya adalah kawasan pusat perbelanjaan yang ada di Kota Serang dan Cilegon. Ada pula sebuah caf? yang berada di dekat sebuah kampus yang kerap dijadikan tempat mereka nongkrong dan bertransaksi. “Biasanya sekitar jam 1 atau jam 2 siang mereka kumpul di caf? itu,” ungkapnya.
Kami mencoba menyambangi caf? yang dimaksud Erwin pada Jumat (18/4), sekira pukul 14.00. Caf? tersebut berada di depan sebuah kampus di pusat Kota Serang. Ketenaran caf? ini sebagai lokasi nongkrong ayam kampus juga dibenarkan sejumlah mahasiswa. “Sering banget mas, mereka nongkrong di sini,” ungkap mahasiswa perguruan tinggi swasta yang kerap nongkrong di lokasi tersebut.
Seorang dosen yang mengajar di perguruan tinggi yang lokasinya berdekatan dengan caf? tersebut juga membenarkan tentang keberadaan caf? itu dijadikan tempat tongkrongan mahasiswi yang dicurigai sebagai ayam kampus. Dosen ini menceritakan, para ayam kampus tersebut kerap bergerombol.
“Dari pakaian dan gayanya juga dapat dicirikan. Gaya pegang telepon genggamnya juga terkesan siap menerima panggilan,” ungkap dosen muda ini seraya memperagakan gaya ayam kampus menenteng telepon genggamnya.
Namun sayangnya, pada saat berkunjung, tak ada sesuatu yang mencurigakan sebagai petunjuk bahwa tempat tersebut jadi ajang transaksi seks terselubung. Caf? tersebut terlihat lengang.
Dari caf? ini, kami malah mendapatkan beberapa nomor kontak mahasiswi yang disinyalir ayam kampus, dari mahasiswa yang berkuliah di kampus dekat caf? tersebut. “Coba saja mas dihubungi. Kabarnya dia bisa dipake,” ungkap seorang mahasiswa.
Sehari kemudian, kami mencoba menghubungi beberapa nomor kontak milik mahasiswi yang disebut-sebut sebagai ayam kampus. Kami membuat janji dengan Melani (nama samaran), ayam kampus dari sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Serang, melalui telepon genggam. Melani pun dengan sigap siap melayani ajakan.
Namun saat dijemput di sebuah pusat perbelanjaan di Serang, Melani dan salah seorang rekannya urung bertemu. Ia langsung membatalkan janji pertemuan saat melihat wajah tim investigasi. “Saya nggak mau jalan dengan orang yang belum dikenal,” ungkap Melani beralasan melalui telepon genggamnya.
Walau enggan bertemu, Melani masih mau menerima perbincangan lewat telepon genggam. Dalam perbincangan tersebut, mahasiswi diploma tiga ini terkesan ketakutan. Ia berulangkali menanyakan sumber kontak kami. Ia ingin mengetahui tentang siapa yang telah merekomendasikan kami untuk mewawancarainya. “Emang tahu nomor kontak saya dari siapa,” tanyanya.
Setelah diceritakan bahwa kami bermaksud mengetahui tentang sisi kehidupan ayam-ayam kampus, Melani mau sedikit bercerita tentang pribadinya. “Saya asli Tangerang dan tinggal bersama tante saya di Serang. Sepupu saya sangar kalau tahu tentang saya,” ujar mahasiswi yang tinggal di sekitar Ciceri ini.
Melani tak menampik tentang sisi gelap kehidupannya. “Saya menuliskannya di friendster (salah satu situs internet yang bisa diisi biodata atau catatan pribadi anggotanya-red). Dari fotonya juga bakal ketahuan,” ungkapnya.
Namun sayang, perbincangan dengan Melani terputus. Beberapa saat kemudian, sebuah pesan singkat dari HP Melani pun dikirimkan. “Hdup s’baik’y rahasia krn menyangkut aib, harkat dn martabat.” Demikian pesan singkat yang dikirimkan teman Melani. Sejak saat itu, Melani enggan lagi menerima telepon dari kami.
Riska (bukan nama sebenarnya), ayam kampus lainnya, juga tak mudah untuk ditemui oleh orang yang belum lama dikenalnya. Riska mengaku trauma saat kencan dengan orang yang baru dikenalnya. “Saya pernah diturunkan di tengah jalan tol oleh orang yang baru saya kenal. Untungnya saya jalan bareng teman,” ujarnya.
Riska juga selalu pilah-pilih dalam menerima ‘pasien’. Ia menolak untuk diajak kencan di lingkungan Kota Serang. “Saya tak mau kalau naik motor. Harus mobil pribadi,” ujar perempuan yang mengaku tinggal di pinggiran Kota Serang ini.
Pada Rabu (24/4) sore, kami menyamar sebagai orang yang hendak kencan dengan ayam kampus. Alin (nama samaran), perempuan yang direkomendasikan salah seorang penghubung langsung mengiyakan janji pertemuan.
Saat dijemput di salah satu salon di pusat Kota Serang, Alin tak menolak ajakan untuk jalan-jalan. Perjalanan dari Kota Serang ke Kota Cilegon ini untuk mengorek informasi tentang sisi lain kehidupan kampus.
Alin sudah bukan mahasiswi aktif. Sejak lima tahun lalu sudah menyelesaikan pendidikan diplomanya dari sebuah lembaga pendidikan. Perempuan yang sejak SMP sudah menjadi perokok ini telah melakoni sisi gelap kehidupannya saat SMA. “Waktu SMA saya sering ke diskotek,” ujarnya.
Walau mengaku belum kecanduan, hidupnya yang terbiasa dengan alkohol dan obat terlarang telah membuat Alin melakukan tindakan lebih jauh. Alin mengaku, check in di berbagai hotel, baik di Kota Serang, Tangerang, maupun Jakarta dengan berganti pasangan sudah tak asing lagi bagi dirinya. Yang penting baginya adalah bisa memberikan kepuasan batin. “Malam minggu kita nokip (mabuk-red) di hotel yuk. Sekalian check in aja biar enak,” ajak Alin tanpa sungkan kepada tim investigasi.
Alin mengaku sering dimarahi orangtuanya yang tinggal di sebuah perumahan di pinggiran Kota Serang ini. Anak tunggal ini punya strategi untuk menghindari kemarahan orangtuanya. “Biasanya saya alasan mau nginap di rumah teman,” ujar perempuan yang biasa nongkrong di salah satu caf? di kawasan Lippo Karawaci Tangerang ini.
Cerita Alin berbeda dengan Atik (21), mahasiswa semester VIII dari sebuah perguruan tinggi di Kota Serang. Perempuan yang menggeluti kehidupan ayam kampus sejak tiga tahun lalu ini secara blak-blakan bercerita tentang sisi lain kehidupan kampusnya. Atik mengaku, dirinya terpaksa menggeluti dunia ayam kampus lantaran untuk kebutuhan ekonomi. “Sejak semester II saya tak lagi dibiayai orangtua,” ujar perempuan asli Cilegon ini.
Atik mengaku, dirinya pertama kali terjun ke bisnis esek-esek ini diajak rekan kuliahnya yang sudah lebih dulu menggelutinya. Perempuan yang kini hidup kost di dekat tempat kuliahnya ini mengaku merasa menyesal saat pertama kali melakukannya. “Satu sisi saya menyesal, tapi di sisi lain saya juga butuh biaya untuk kuliah saya. Orangtua sudah tak sanggup membiayai saya, karena harus membiayai enam adik saya,” ujar perempuan yang bercita-cita menjadi Polwan ini.
Hampir sepekan sekali, Atik kencan dengan pria lain dengan tarif minimal Rp 700 ribu. Atik mengaku, pelanggannya dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha hingga pejabat pemerintahan. Atik mengaku, tak ada syarat khusus untuk bisa kencan dengannya. “Asal sesuai tarifnya ya mau saja. Pelanggan saya biasanya kontak saya melalui penghubung atau teman saya. Kalau tempat kencan paling di Serang, Tangerang, atau Jakarta,” ujarnya.
Apakah ada komisi untuk penghubung? Atik mengaku tak ada uang komisi bagi penghubungnya. “Biasanya uang hasil kencan, selain untuk biaya kuliah dan kebutuhan hidup, saya pakai untuk traktir penghubung dan teman-teman,” ujarnya.
Hingga saat ini, orangtua Atik belum mengetahuinya. Begitupun lingkungan kampusnya. “Yang tahu paling teman-teman dekat. Di kampus saya tampil biasa saja, seperti mahasiswa lainnya. Jadi nggak ada yang curiga,” ujarnya.
Atik belum bisa memastikan hingga kapan ia akan melakoni hal ini. Kendati demikian, ia bertekad akan berhenti setelah dirinya memiliki pekerjaan tetap dan berkeluarga.

Begitulah isi artikel selengkapnya. Selanjutnya bagaimanakah pendapat anad mengenai makin maraknya bisnis esek-esek di lingkungan kampus atau yang lebih sering dikenal dengan nama "Ayam Kampus"????
 
jah... judulnya aja bisnis....tapi tidak ada kaitannya dgn perekonomian and financial secara global
 
sangat menyedihkan...

kenapa harus jadi ayam seh (muuv om chicken) ahahhaha....
kan bisa sambil kerja laen keq...

gue kenal temen cewe...sambil kuliah...dia sambil sampingan sebagai penjaga stand makanan...walau gaji gk segede ayam kampus...menurut gue lebih baik seperti itu...

Prostitusi tidak dibenarkan walau dgn alasan butuh uang...

tapi sebagai lelaki...hmm...
ngiler seh...awkakwkawkka <3D



tandannya gue normal brur <3D
 
anti prostitusi ayam


Ayam kampus Apa Ayam...(beuh...ada om momod yg melotod)


kaborrrrrrr :))
 
Back
Top