Akbar Tolak Ide Potong Generasi

pratama_adi2001

New member
JAKARTA - Gagasan mantan Ketua MPR Amien Rais meremajakan elite pemegang kepemimpinan nasional pada Pilpres 2009 ditentang mantan Ketua DPR Akbar Tandjung. Dalam pidatonya di sekretariat PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu, Amien mengusulkan supaya tokoh tua yang mulai menapak 60 tahun seperti dirinya, Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Jusuf Kalla tidak lagi maju dalam pertarungan politik memperebutkan posisi RI 1 periode 2009-2014.

Akbar menyatakan tidak sependapat dengan pandangan tersebut. Menurut mantan ketua umum DPP Partai Golkar itu, kepemimpinan bangsa tidak seharusnya dibagi-bagi berdasarkan batasan umur. Sebab, kepemimpinan nasional itu merupakan panggilan jiwa yang hadir dari hasil kontemplasi personal. "Kalau orang sudah merasa terpanggil untuk mendarmabaktikan diri pada bangsanya, mengapa harus dibatasi," kata mantan ketua umum DPP Partai Golkar itu kemarin.

"Presiden Amerika Serikat saja ada yang berumur 70 tahun," imbuhnya. Lagi pula, lanjut Akbar, rakyat memiliki hak menentukan figur yang pantas memegang kepemimpinan nasional. "Bangsa yang majemuk seperti ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat, berwibawa, dan memiliki pengalaman matang. Itu tidak lepas dari faktor usia, disertai pengalaman masa lalu yang panjang," katanya.

Jadi, lanjut politikus berusia 62 tahun itu, tidak tepat kalau ruang kepemimpinan dibagi berdasarkan usia sehingga menafikan generasi senior yang sudah matang dari segi pengalaman kerja. "Kalaupun ada tokoh muda yang muncul, dia tetap harus diberi kesempatan. Itulah logika demokrasi," kata mantan ketua umum PB HMI periode 1972-1974 itu.

Pengamat politik Fachry Ali menilai gagasan Amien Rais tentang regenerasi, reinovasi, dan revitalisasi kepemimpinan nasional itu patut dipertimbangkan. Meski demikian, tanpa harus dibuat komitmen dan kontrak sosial di antara para senior, kondisi kepemimpinan SBY-JK saat ini sudah memungkinkan bagi bermunculannya sejumlah pemimpin alternatif.

Fachry menuturkan, jika paruh kedua kepemimpinan SBY-JK tidak mampu melahirkan perubahan signifikan, tidak tertutup kemungkinan popularitas SBY-JK akan tersaingi pada Pilpres 2009. "Rakyat akan menganggap kepemimpinan SBY-JK sama saja. Kualitas kerja mereka tidak jauh berbeda dengan tokoh parpol lain," ujar pengajar pascasarjana UIN Jakarta itu.

Jika kondisi tersebut bertahan, ujar pria kelahiran Aceh itu, kepemimpinan SBY-JK akan mengalami proses demitologisasi yang berpengaruh terhadap citra kekuasaan yang dipegangnya. "Kekaguman publik atas figur SBY akan luntur seiring lemahnya langkah perubahan," katanya. Dalam situasi tersebut, kesempatan pemimpin alternatif dari kalangan muda semakin terbuka. (aku)
 
Back
Top