Riwayat Singkat Mahasi U Silananda

singthung

New member
Riwayat Singkat Mahasi U Silananda



Sayadaw U Silananda adalah salah satu dari sekian banyak murid guru meditasi terkenal dari Myanmar, Mahasi Sayadaw, yang beliau utus untuk menyebarkan dhamma ke negara-negara barat. Beliau dikirim ke Amerika Serikat bersama beberapa rekan bhikkhu lainnya. Di negara ini beliau menyebarkan dhamma dalam berbagai bentuk mulai dari mengajar, berceramah sampai melakukan bimbingan meditasi yang intensif.

Sayadaw U Silananda mengawali hidup kebhikkhuan pada tahun 1947. Beliau beruntung mendapat bimbingan langsung dari Mahasi Sayadaw yang sangat terkenal. Selain dikenal sebagai praktisi meditasi yang tekun beliau pun secara akademik cerdas. Terbukti pemerintah memberinya dua gelar guru dhamma (Dhammacariya) kepada beliau.

Tujuh tahun sejak penahbisannya beliau menjabat sebagai salah satu penyunting utama naskah Pali, komentar dan sub komentar pada konsili Buddhis ke-enam yang berlangsung di tahun 1954. Pada tahun yang sama itu pula beliau diangkat sebagai ketua dewan penyusun kamus Pali Myanmar .

Beliau memiliki jabatan-jabatan fungsional di lembaga-lembaga resmi baik di Myanmar, negeri asalnya (yang dulu bernama Burma) maupun di luar negeri.

Di dalam negeri beliau menjabat sebagai dosen pada Universitas Pali Atithokdayone, serta sebagai penguji kehormatan pada Departemen Studi Oriental Universitas Seni dan Ilmu Pengetahuan di Mandalay, Myanmar bagian utara.

Pada tahun 1979 Mahasi Sayadaw mengirim para murid utamanya ke Eropa dan Amerika Serikat. Sayadaw U Silananda adalah salah satu murid beliau yang dikirim ke Amerika Serikat. Selama di negeri Paman Sam ini beliau menyelenggarakan meditasi vipassana secara teratur dan menerima banyak murid dari berbagai kalangan baik dari imigran keturunan Asia maupun masyarakat lokal. Selain membimbing vipassana bhavana beliau mengajar Abidhamma dan bahasa Pali serta memberikan pengajaran Buddhis lainnya.

Pada tahun 1993 beliau kembali ke Myanmar sebentar. Di sana beliau dianugerahi gelar kehormatan Aggamahapandita oleh pemerintah. Enam tahun kemudian beliau kembali pulang. Sekali lagi beliau dianugerahi gelar Aggamahasaddhamma Jotika.

Pada saat yang sama beliau diangkat sebagai rektor di International Theravada Buddhist Misionary University yang terletak di Ibukota Yangoon Myanmar.

Daerah penyebaran dhamma beliau sangat luas. Selain Amerika Serikat beliau juga membabarkan dhamma ke beberapa negara Eropa dan Asia termasuk Jepang. Murid-murid beliau datang dari berbagai kalangan mulai dari perumahtangga, pejabat, para mahasiswa sampai para bhikkhu.

Dhamma yang beliau ajarkan disampaikan melalui berbagai bahasa, tergantung dari pendengarnya, mulai dari bahasa Inggris, Pali sampai Sansekerta. Selain memberikan ceramah-ceramah dhamma beliau pun menyempatkan diri untuk menulis buku-buku dhamma diantaranya buku Meditasi Jalan yang terjemahannya sedang anda baca saat ini. Umumnya buku-buku tersebut ditulis dalam bahasa Burma dan Inggris.

Pada tahun 2005 ada sebuah ajang internasional di Myanmar yakni World Buddhist Summit. Pada event tersebut beliau bertindak sebagai ketua. Para peserta konferensi tingkat tinggi buddhis internasional itu datang dari berbagai negara termasuk beberapa bhikkhu Theravada dari Indonesia.

Pada bulan Januari 2005 beliau melakukan perjalanan singkat ke Indonesia. Di negeri ini beliau menyempatkan diri mengunjungi Borobudur setelah memberikan ceramah dhamma di Jakarta. Sekembalinya dari Indonesia kesehatan beliau terus menurun. Penyakit kanker otak yang diderita membuat beliau dilarikan ke rumah sakit.

Sayadaw U Silananda yang merintis pendirian Vihara Dhammananda (di Halfmoon Bay, California) sekaligus ketua vihara ini menghembuskan nafas terakhir pada pagi hari pukul 07:24 waktu setempat tanggal 13 Agustus 2005. Menurut penuturan para dokter beliau meninggal dengan tenang.

KENANGAN PARA SAHABAT :

Sayadaw U Sobana (84 tahun) :

Sayadaw U Sobana bertemu yuniornya ini pada pertama kali saat mempersiapkan Konsili Buddhist ke-enam di Kaba Aye, sebuah pagoda bernama “dunia damai”, di Yangoon Myanmar tahun 1952.

Setahun kemudian keduanya berpisah karena Sayadaw U Sobana dikirim ke Colombo, Sri Lanka, untuk menjalankan tugas-tugas dalam Buddha Sasana di negeri Buddhis tersebut.

Sayadaw U Silananda bergabung dengan beliau setahun setelahnya yakni di tahun 1954. Di tempat barunya Sayadaw U Silananda kuliah di sebuah universitas dan menyelesaikan kuliah itu di tahun 1956.

Sayadaw U Sobana hanya mendapatkan satu kesan, yakni kesan baik, dari yuniornya ini. Sang yunior, Sayadaw U Silananda selalu memperlakukan Sayadaw U Sobana sebagai saudara tua. Pada saat-saat tertentu Sayadaw U Silananda datang kepada saudara tuanya untuk meminta nasehat.

Pada saat Sayadaw U Sobana berada di Bangkok Thailand untuk membantu mengembangkan Buddha Dhamma beliau mendapat undangan yuniornya, Sayadaw U Silananda, untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Waktu itu Sayadaw U Silananda telah berhasil merintis berdirinya Vihara Dhammananda.

Selama tinggal dengan yuniornya Sayadaw U Sobana melihat hidup keseharian saudara mudanya yang begitu sederhana. Demikian pula beliau melihat saudara mudanya ini melakukan aneka jenis ritual buddhis secara sederhana pula. Sayadaw U Silananda memang tidak mendukung upacara, ritual buddhis yang rumit dan mewah.

Sayadaw U Sobana berpesan agar para umat yang pernah mendapatkan pengajaran dari Sayadaw U Silananda mampu menjaga warisan yang telah ditinggalkan guru mereka, yakni dhamma itu sendiri.

Sayadaw U Jotalanka :

Sayadaw U Jotalanka mengekspresikan meninggalnya Sang guru, Sayadaw U Silananda, sebagai sebuah kehilangan besar yang sulit tergantikan.

Sayadaw U Jotalanka adalah salah satu mahasiswa Sayadaw U Silananda saat beliau menuntut ilmu di Mandalay, Myanmar, antara tahun 1970-1974. Beliau sebenarnya ingin melanjutkan studinya sampai rampung tapi banyak tugas-tugas pengembangan dhamma yang harus beliau kerjakan. Atas saran gurunya maka Sayadaw U Jotalanka dikirim ke Jepang untuk membantu pengembangan dhamma di sana. Saat beliau bermukim di negeri matahari terbit ini gurunya memintanya ke Amerika Serikat dan bergabung bersamaNya untuk mengembangkan dhamma di sana.

Sayadaw U Jotalanka berkomentar tentang meninggalnya Sang guru sebagai berikut, “Kami semua sedih. Tapi kita harus belajar dari Buddha Dhamma sesuatu yang sangat berharga melalui sakit yang diderita beliau dan kepergianNya. Bahwa setiap orang pasti akan mengalami realitas seperti kematian. Kita harus berusaha sebaik-baiknya untuk menjaga warisan yang beliau tinggalkan yakni ajaran dan praktek dhamma.”

President TBSA dan dr Than Htay (saudara perempuan dari Sayadaw U Silanada):

Beberapa hari sebelum meninggal dunia sebagian organ dalam beliau seperti ginjal dan lever tidak berfungsi dengan baik. Selain itu proses pengobatan yang beliau jalani membuahkan akibat sampingan. Meski tidak memiliki sejarah sakit kencing manis kadar gula darah beliau meninggi sebagai akibat sampingan pengobatan yang dilakukan.

Setelah berunding dengan para dokter setempat keduanya memutuskan untuk menempatkan Sayadaw U Silananda di luar ruang ICU (Intensive Care Unit). Maklum ruang ICU sangat ketat, tidak boleh sembarangan dimasuki orang. Hal ini menyulitkan para umatNya untuk menjenguk beliau di saat-saat terakhirNya.

Kemudian beliau dipindahkan ke ruang perawatan semi ICU. Di ruang barunya ini Sayadaw tetap bisa menggunakan jubah kuningnya dan bercukur. Disamping itu para umatpun bisa menjenguk dan memberi hormat kepada beliau. Meski ruang perawatannya dipindah beliau tetap mendapatkan perawatan dan pengobatan sebagaimana mestinya.

“Kita telah kehilangan guru yang tak tergantikan. Seorang guru yang dikenal memiliki pariyatti, paripatti dan pariveda dhamma,” kata dr. Than Htay.
 
Back
Top