Platini dan Wajah (Komersial) Sepakbola Eropa

Adamsuhada

New member
Michel Platini adalah seorang populis. Ia ingin membabat habis rasisme dalam sepakbola. Menghapus jurang antara si kaya dan si miskin dalam sepakbola. Memperkenalkan egaliterisme dalam sepakbola. Menginginkan pembatasan gaji pemain.

Tinggi di puncak prioritas Platini adalah menata ulang kompetisi Liga Champions. Kompetisi paling menguntungkan di seluruh dunia ini dalam pandangan legenda sepakbola Prancis ini dianggap salah satu penyakit yang hanya menggelembungkan kekayaan klub-klub besar yang memang sudah kaya raya.
Ia ingin peserta Liga Champions untuk negara-negara sepakbola seperti Italia, Inggris, dan Spanyol cukup tiga klub saja dan bukannya empat. Ia menginginkan jaminan lebih besar bagi keikutsertaan klub-klub negara kecil Eropa anggota UEFA. Demi pemerataan keuntungan yang dalam jangka panjang diharapkan akan bisa semakin mempopulerkan sepakbola.

Janji-janjinya untuk menebar keuntungan finansial dari maraknya kompetisi Eropa inilah yang membuatnya dipilih oleh mayoritas 52 anggota UEFA dan menyingkirkan presiden sebelumnya Lennart Johansson.

Jelas keinginan Platini adalah keinginan yang mulia. Persoalannya adalah ia seperti menghadapi sekelompok orang kaya yang mempunyai kekuasaan hampir tak terbatas yang tentu saja ingin melindungi sumber pemasukan kekayaan mereka. Ibarat UEFA adalah sebuah negara maka klub-klub kaya Eropa, terutama yang tergabung dalam persekutuan G14, adalah negara dalam negara. Walau mengikuti berbagai aturan UEFA tetapi kehidupan mereka sangat tidak tergantung pada UEFA.

Klub-klub kaya Eropa sudah menyatakan ketidaksetujuan mereka atas rencana Platini ini. Mereka yakin bahwa kompetisi antar merekalah yang ingin ditonton oleh para penggemar seluruh dunia. Bukan pertandingan yang diikuti oleh klub-klub yang tidak terkenal dari negara kecil. Kehadiran klub tidak terkenal membawa romantika, apalagi kalau sampai lolos hingga ke akhir kompetisi. Tetapi cukup berhenti pada romantika saja. Bumbu pemanis tetapi bukan bumbu yang sebenarnya. Ada syukur, absen tidak masalah.

Celakanya, kesombongan klub-klub kaya itu benar adanya. Ukurlah dari rating TV misalnya, yang menjadi salah satu sumber pemasukan terbesar kompetisi Liga Champions. Tayangan televisi ini tidak hanya untuk Eropa saja tetapi telah mengglobal bahkan juga ke Amerika. Rating TV naik tajam kalau, katakanlah, Barcelona bertanding melawan AC Milan atau Manchester United lawan Real Madrid. Tayangkan Bratislava lawan Shakhtar Donetsk, tak ada yang tertarik kecuali pendukung kedua klub itu tentunya.

UEFA sudah sejak lama mengerti akan ketimpangan yang kalau dibiarkan akan mengarah pada eksklusivitas ini. Apa boleh buat, mereka juga tergantung pada pemasukan besar Piala Champions untuk kehidupan mereka sendiri. Kompetisi Liga Champions ini telah menjadi angsa bertelur emasnya UEFA.

UEFA mencoba berkompromi dengan menerapkan peraturan hanya empat atau tiga besar kompetisi liga utama negara besar yang boleh ikut dalam kompetisi Piala Champions. Tetapi ini peraturan yang sangat lembek karena pada dasarnya mereka yang masuk tiga atau empat besar selalu saja klub-klub kaya yang itu-itu juga.

Sekian tahun silam klub-klub kaya Eropa yang tergabung dalam persekutuan G14 pernah menggagas sebuah kompetisi diantara mereka sendiri. Ide ini dikubur dalam-dalam setelah kompetisi Liga Champions dimekarkan. Tetapi kalau Platini ngotot dengan renovasinya itu, kekhawatirannya adalah gagasan ini akan populer kembali. Kalau gagasan itu populer kembali dan benar dicoba diwujudkan, sepakbola Eropa akan bisa remuk redam.
 
Back
Top