Misteri Cinta

singthung

New member
Misteri Cinta


Oleh: Bhikkhu Abhayanando



Kembangkanlah pikiran yang penuh cinta kasih; bersikaplah yang penuh welas asih
(Theragatha 979)


A. Cerita Cinta

Pesona cinta memang menarik bagi siapa saja. Kata orang; dunia tanpa cinta terasa hambar. Cinta, sejuta rasa, sejuta pesona bagi sebagian orang dan sebagian orang lagi, cinta sangat memuakkan. Benarkah demikian? Jawabannya ada di dalam diri kita masing-masing. Cerita cinta masing-masing orang tentunya berbeda-beda, tergantung bagaimana mereka memaknai cinta sesuai dengan kondisi batin orang tersebut.

Kata "cinta" menjadi perbincangan menarik bagi setiap orang, terutama kalangan anak muda. Cinta sering disamakan dengan ketertarikan antara lawan jenis. Banyak orang yang mengagung-agungkan cinta, sehingga terkadang mereka rela untuk bunuh diri hanya gara-gara mempertahankan cintanya. Cerita-cerita tentang cinta menjadi legenda tersendiri bagi setiap orang dan kadang orang meniru gaya cinta dari cerita-cerita cinta tersebut. Umpamanya, kisah cinta Roro Mendut dan Pronocitro, Kisah Rama dan Sinta, kisah cinta Romeo dan Juliet, dan masih banyak cerita tentang kisah cinta yang lain. Kisah cinta di atas menjadi motivasi tersendiri bagi orang yang lagi dirundung cinta.

Cerita cinta memang menjadi bahan perbincangan yang menarik bagi setiap orang, tetapi apakah kita sudah mengerti apa yang dimaksud dengan cinta yang sebenarnya. Bagi orang yang lagi kena panah asmara akan mengatakan, jika kita memberikan yang terbaik bagi pasangan kita, maka itulah tanda cinta yang sejati. Namun, marilah kita berpikir kembali, apakah dengan memberikan yang terbaik itu segalanya sudah beres? Apakah dengan memberi materi, selalu jalan bersama, menuruti apa yang dia minta atau memberikan semuanya yang kita miliki segala sesuatunya juga akan berjalan lancar? Pernahkah kita berpikir, kalau kita sudah memberikan semua yang kita miliki, cinta itu pasti awet? Banyak orang yang akhirnya menjadi kecewa setelah mereka berhubungan lama dengan pasangan nya, tetapi ternyata pasangannya itu hanya mau materi yang dimilikinya.

Dapat disimpulkan, bahwa argumentasi tentang cinta oleh setiap orang akan berbeda, tergantung kondisi batin orang tersebut. Orang yang lagi mabuk cinta akan mengatakan cinta itu indah, cinta itu membawa kesejukan dan segudang kata indah yang lainnya. Bagi orang yang dikecewakan oleh pasangannya akan mengatakan; cinta itu menyakitkan, cinta itu membuat penderitaan dan segudang kata sedih tentang cerita cinta. Ada juga yang berpendapat bahwa cinta itu semu.

Sebagian orang jatuh cinta pada pandangan pertama dan hidup bahagia sampai akhir hayat. Sebagian lagi jatuh cinta pada pandangan pertama, hanya untuk menyadari bahwa semua itu cuma nafsu dan menyesalinya di kemudian hari. Namun bagi sebagian besar yang lain, cinta butuh waktu untuk tumbuh, karenanya jika cinta tidak mekar seketika, kita seharusnya tidak berkecil hati terlalu dini. Ada pepatah yang mengatakan bahwa hati yang lemah tak akan memenangkan gadis pilihan. Ini bermakna bahwa orang yang mudah menyerah tidak akan bisa mendapatkan orang yang diinginkan.

Sebagian orang dapat bersikap dewasa secara perlahan-lahan untuk menarik perhatian orang lain dengan kasih sayang, timbang rasa, keteguhan, dan cinta mereka atas orang lain. Orang harus tidak menjadi egois dalam mewujudkan perasaanya dengan orang lain. Bagimanapun juga emosi manusia, seperti semua benda alam lain, akan berubah. Jika orang bersikap baik, akan selalu ada kesempatan bagi orang lain untuk menyadari nilai-nilai baiknya dan kemudian menumbuhkan perasaan untuknya, tetapi semua itu memerlukan waktu.

Namun, harus ada batas dalam usaha untuk mendapatkan hati orang lain, terutama jika jawabannya jelas, "tidak", jika demikian halnya, kita seharusnya tidak melangkah terlalu jauh dalam mengungkapkan cinta kita. Orang mesti mengakui hak orang lain untuk mengambil keputusan sendiri. Bila kita mengarungi dunia dengan pikiran, maka kita menemukan bahwa diri sendirilah yang paling kita cintai. Karena tidak ada lain yang kita cintai selain dirinya sendiri, maka perhatikan dan hormatilah orang lain seperti kamu mencintai dirimu sendiri (Samyutta Nikâya I:75).

B. Putus Cinta! Siapa Takut?

Dalam setiap hubungan cinta, selalu ada kemungkinan terjadinya perpisahan. Hubungan yang baik mimpi berubah menjadi masam, dan kedua belah pihak yang terlibat melihat ambang perceraian. Dalam setiap kejadian putusnya hubungan cinta, ada rasa sakit, terutama ketika perasaan telah bertaut sangat erat. Tautan emosional harus diputuskan cepat atau lambat, dan setiap kali diputuskan, kedua belah pihak yang terlibat harus terluka sedikit. Orang harus menerima kenyataan, bahwa kadang-kadang ia adalah subyek emosi yang bergejolak. Ingatan terhadap hal-hal yang telah dikatakan dan dilakukan tiba-tiba muncul dan memenuhi seseorang yang memenuhi tumpahan emosi. Saat cinta tumbuh dalam diri seseorang terhadap orang yang dicintainya akan muncul keterikatan yang justru memunculkan masalah baru. Cinta kita masih terikat oleh nafsu belaka yang akhirnya memunculkan penderitaan. Siapapun yang mengembangkan cinta kasih tanpa ikatan, dan mengarahkan pikirannya untuk melihat akhir dari kelahiran; maka belenggu penderitaan akan berkurang (Itivuttaka.21).

Tidak sedikit orang yang menderita akibat putus cinta, mereka linglung, tidak ada gairah hidup, putus asa, bahkan ada yang nekat bunuh diri. Penulis sering mendengar keluhan seperti ini, dan dapat disimpulkan bahwa mereka tidak mau menerima kenyataan atau perubahan. Angan-angan yang membahagiakan yang dulu pernah dirasakan jangan sampai berubah, itulah yang mereka inginkan, wajar jika saat terjadi perubahan banyak orang yang menderita shock. Pada saat shock, tentunya hal-hal yang dilakukan mengarah pada hal negatif, ada yang bunuh diri secara fisik, ada yang bunuh diri secara emosi dengan menjadi gila dan ada pula yang menolak untuk kawin dan tidak mau jatuh cinta lagi.

Mengapa semua itu harus terjadi? Mengapa mereka melakukan cara-cara yang salah untuk menyelesaikan masalah? Itu karena mereka belum mengembangkan pengertian terhadap ketidakpastian hidup, dan terperangkap dalam kebisingan emosi. Mereka menumbuhkan kemelekatan dan harapan yang berlebihan. Orang yang memiliki perhatian yang lebih baik tentang hidup, tahu bahwa hidup dipengaruhi delapan kondisi duniawi. Delapan kondisi duniawi ini, bagai gelombang samudera yang akan menghantam kita. Demikian pula,dengan cinta terkadang memberikan kesejukan diantara kedua belah pihak, mereka bisa saling setia, saling menghormati, dan tidak ada sifat mementingkan diri sendiri sehingga kedewasaan muncul.

Sebaliknya cinta juga akan berubah menjadi sarang penderitaan, mereka saling menyalahkan, bertindak ceroboh, ego yang dimunculkan, perselisihan selalu muncul, saling benci dan bahkan ada yang nekad untuk bunuh diri, pendek kata ketidakbahagiaan selalu akan muncul.

Kalau begitu, untuk apa mengembangkan cinta, jika hanya memunculkan kebahagiaan sementara, sesaat menyenangkan, sesaat kemudian menjengkelkan? Tentunya jangan berpikir sependek itu, kita harus berpikir panjang tentang fenomena hidup yang akan kita hadapi. Kita harus berpikir apakah hanya sebatas itu, cinta yang kita kembangkan, cinta itu hanyalah sebatas tali kasih antara seorang laki-laki dengan perempuan. Sebenarnya jika kita mau mendalami lebih dalam tentang apa yang dimaksud dengan cinta (sesuai dengan Dhamma), maka kita akan mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cinta yang sebenarnya. Saat cinta sejati tumbuh di dalam diri kita, kenapa harus takut dengan perubahan. Cinta sejati tumbuh karena pengertian dan pemahaman kehidupan. Karena itu, janganlah mencintai, karena perpisahan itu membawa penderitaan. Bagi mereka yang terbebas dari kemelekatan, tidak ada yang dicintai atau dibenci (Dhammapada XVI:3).

C. Cinta dalam Arti Sebenarnya

Pencarian kebahagiaan tak akan sukar kalau kita memiliki sifat mental yang tepat. Cinta adalah kunci kebahagiaan. Semua manusia memiliki potensi untuk memberi dan menerima kasih. Kita adalah gudang kasih yang potensial. Cinta adalah pemberian tak ternilai yang dipersembahkan kepada orang lain. Dengan cinta, kita membawa kehangatan yang memuaskan kebutuhan untuk dikasihi, karena mereka yang mengasihi dan kemudian yang dikasihi lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang hampa dari cinta. Semakin banyak kasih yang mereka berikan, semakin banyak pula kasih yang kita terima. Ini sesuai hukum universal sebab-akibat.

Dalam ajaran Sang Buddha, semangat kasih lebih penting dari pada pekerjaan yang baik. "Semua pekerjaan yang baik, apapun itu, tak berharga dibandingkan dengan cinta yang membebaskan hati. Cinta yang membebaskan hati melingkupi perbuatan baik. Ia bersinar, membawa terang dan cahaya." Cinta adalah salah satu instrumen alam terbesar. Kekuatan kasih yang berkuasa adalah ikatan dan perekat masyarakat dan alam semesta. Cinta adalah yang paling berharga dalam dunia ini. Tak peduli betapa tak bahagianya pun anda saat sekarang maupun di masa lalu, anda tetap akan menemukan kebahagiaan di masa mendatang. Kunci kepada kebahagiaan adalah kasih, dan kunci itu ada ditangan kita, saat ini dan selalu akan terus bersama kita.

Seperti uraian pada awal tulisan ini, terkadang kata cinta mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang. Cinta kasih, menurut umat Buddha tidak berarti kemelekatan terhadap seseorang atau suatu benda. Cinta seharusnya merupakan welas asih yang kekal dalam pengorbanan diri, yang bebas menghinggapi siapa saja.

Cinta adalah tempat di mana orang yang dicintai tumbuh. Ia memperkaya orang lain tanpa membatasi maupun menghalanginya. Cinta mengangkat kemanusiaan, cinta tidak memilih. Ada orang berpikir bahwa cinta adalah sesuatu untuk diterima, tetapi pada dasarnya cinta adalah proses memberi. Dalam menumbuhkan cinta, mulailah dari rumah, ayah dan ibu, anggota keluarga, kawan, tetangga, semua orang, semua mahkluk bahkan kepada musuh-musuh kita. Tumbuhkan cinta dan kesetiaan kepada mereka semua tanpa kecuali. Sama seperti air yang memberikan kesejukan, kepada yang baik maupun yang buruk, serta mencuci kotoran dan debu. Dengan cara yang sama, hendaknya engkau mengembangkan pikiran cinta kasih kepada teman dan lawan tanpa perbedaan. Setelah mencapai kesempurnaan dalam cinta kasih, engkau akan mencapai pencerahan (Jataka Nidanakatha168-169).

Mengembangkan cinta tidak selalu berarti memberikan hadiah, melainkan kelemahlembutan dan jiwa yang murah hati. Cinta adalah berkah yang bisa dilihat orang buta dan didengar orang tuli. Selama masih ada orang yang bisa anda hibur dengan kata-kata, yang bisa anda ceriakan dan gembirakan dengan kehadiran anda, betapa tak penting dan sepele pun hal itu. Satu ciri orang yang penuh cinta adalah ia memiliki hati yang welas asih. Kita harus mengembangkan kebiasaan menolong orang-orang yang kesusahan dan mereka yang kurang beruntung. Orang mesti tidak hanya simpati secara emosional, tetapi juga berusaha mengalihkan perasaan itu dalam tindakan berguna. Tindakan yang nyata amat berguna bagi setiap orang, itulah wujud cinta yang sebenarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian yang tulus adalah cinta yang sebenarnya.

D. Cinta Itu Melepas

Mencintai berarti mengenyampingkan kepentingan dan keinginan diri sendiri demi kebaikan orang lain. Mencintai berarti bersikap menolong seseorang, walau seseorang tersebut pernah menyakiti kita sebelumnya. Mencintai berarti meluangkan waktu untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan. Semua tindakan di atas dilakukan demi memurnikan batin. Dengan melaksanakannya tanpa mementingkan diri sendiri dan disertai kehendak yang murni, maka tindakan-tindakan di atas tentunya adalah sama pentingnya duduk bersila melaksanakan meditasi cinta kasih. Melepaskan apa yang kita miliki dengan pikiran murni itulah wujud cinta kasih kita.

Pangeran Siddharta rela meninggalkan apa yang dimiliki, anak, istri, ayah, anggota keluarga, harta yang melimpah, istana yang megah dan segala kemewahan duniawi lainnya hanya untuk berjuang mencapai kebebasan dari penderitaan. Setelah perjuangan Beliau sukses, bukan berarti tinggal diam menikmati kebahagiaan-NYA sendiri, tetapi Beliau juga berusaha untuk menunjukkan kepada semua orang untuk berjuang mencapai pembebasan seperti yang Beliau capai. Sudah banyak orang yang sukses mencapai pembebasan dari belenggu penderitaan. Dengan cinta kasih (metta) beliau memberikan petunjuk kepada siswa-siswa-Nya.

Beliau melepaskan semua ikatan duniawi hanya untuk kepentingan semua makhluk, siapa yang sanggup berjuang seperti Beliau? Ketulusan selalu mendasari semua tindakan Beliau, betul-betul warna cinta kasih yang universal. Beliau merelakan untuk melepas apa yang menjadi miliknya hanya untuk kepentingan semua makhluk.

Cinta seorang Ibu kepada anak tunggalnya

Dalam Metta Sutta Sang Buddha selalu mengibaratkan cinta kasih (metta) seperti seorang ibu yang mengasihi anak tunggalnya. Selama mengandung sang ibu mengalami hal-hal yang terkadang sulit, setelah melahirkan sang ibu juga masih setia menemani anaknya. Bukan hanya materi bahkan jiwapun dipertaruhkan demi kebahagiaan seorang anak. Sang ibu hanya mengharapkan anaknya bahagia, oleh karena itu dengan ketulusan sang ibu merawat anaknya dengan baik, walaupun terkadang anaknya membuat sang ibu menjadi tersiksa.

Ada cerita yang bisa menjadi gambaran bagi kita untuk mengetahui seberapa jauh cinta seorang ibu kepada anaknya. Pada kehidupan yang lalu ada kisah dua orang wanita yang sedang berebut bayi. Tidak diketahui siapa sesungguhnya ibu dari bayi tersebut. Kemudian bayi tersebut dibawa ke guru Mahausadha. Bayi itu kemudian ditempatkan terpisah dari kedua wanita tersebut. Selanjutnya guru Mahausadha memerintahkan kedua wanita itu untuk mengambil bayi yang diperebutkan itu dan barang siapa dapat mengambil, maka itulah ibu yang sejati. Kedua manita itu saling meraih bayi dan terjadilah peristiwa saling tarik-menarik sehingga bayi itu menangis. Salah satu dari kedua wanita tersebut mejadi iba dan kemudian melepaskan pegangannya itu.

Seorang ibu yang sejati tentunya tidak akan tega jika anaknya mengalami penderitaan. Dia tahu kalau melepaskan pegangan anaknya, maka anaknya akan menjadi anak orang lain, tetapi ketulusan dan cinta kasih membuat ibu tadi tidak rela menyakiti anaknya sendiri. Justru apapun yang terjadi, asal dapat memberikan kebahagiaan bagi sang anak, maka ibu yang sejati akan melakukan yang terbaik bagi anaknya. Di saat itulah diketahui siapa ibu yang sejati, akhirnya bayi tadi dikembalikan kepada ibu yang sejati.

Dari kedua uraian di atas jelas bahwa cinta itu sebenarnya adalah bentuk dari pelepasan ego kita. Namun kadang orang salah mengerti, bukannya melepas ego, tetapi malah mempertinggi egonya. Dengan alasan cinta, terkadang kita menuntut kepada orang yang kita cintai. Sebagai contoh; kita selalu menuntut pasangan kita untuk selalu sesuai dengan harapan kita, tentunya pasangan kita bukannya bahagia, justru menderita, apa ini yang dinamakan cinta? Contoh yang lain, terkadang orangtua selalu menuntut anaknya untuk menjadi anak yang terbaik tanpa mengukur kemampuan anak tersebut, akhirnya anaknya menjadi stres gara-gara tuntutan orangtuanya tadi. Penafsiran yang salah ini justru akan membuat orang lain menjadi sengsara dan hanya untuk menyenangkan diri sendiri.

Ada ungkapan; cinta tidak harus memiliki, memang benar, kalau kita mau menolong orang lain, membuat orang lain gembira, perhatian dan bertindak sopan serta lemah lembut kepada orang lain, maka sebenarnya cara ini adalah cara mengungkapkan cinta yang sebenarnya. Pemberian yang disertai dengan ketulusan dalam bentuk apa saja adalah bentuk dari cinta yang murni (metta), sekali lagi cinta itu melepas dan tanpa tuntutan. Dari cinta timbulah kesedihan, dari cinta timbullah ketakutan, seseorang yang terbebas dari cinta, tidak akan mengalami ketakutan dan kesedihan (Dhammapada XVI:4).

E. Menumbuhkan Cinta Secara Dhamma

Setelah mengerti dan memahami makna cinta yang benar, tentunya kita juga berharap diri kita dicintai orang lain. Harapan kita itu tidak salah, tetapi untuk dapat orang lain mencintai kita, maka diri kita juga harus menumbuhkan benih-benih cinta (metta) kepada orang lain. Dapat disimpulkan bahwa, cinta itu sebenarnya adalah curahan pikiran, ucapan, dan tindakan yang disertai dengan ketulusan, jadi cinta mengandung tiga aspek Dhamma, yaitu: aspek sila, aspek samadhi dan aspek panna. Ketiga aspek ini selalu mewarnai cinta (metta) yang kita kembangkan.

Jika dalam perbuatan sehari-hari, kita mampu menerapkan ketiga aspek Dhamma tersebut, maka kekuatan cinta (metta) akan berkembang di dalam diri kita. Kita akan mampu mengarahkan cinta (metta) secara obyektif (universal), tanpa pamrih dan tidak membedakan kelompok, kedudukan, kebangsaan, keadaan, ataupun golongan. Tanpa pandang bulu semua makhluk mendapatkan cinta kasih yang sama, cinta seperti ini lahir dari kebijaksanaan.

Sebelum kita mengembangkan cinta kasih (metta), kita harus tahu obyek yang akan kita pancarkan metta, tentunya semua makhluk. Pertama-tama kita harus mengembangkan cinta kasih ke dalam diri kita, setelah dalam diri kita berkembang getaran cinta kasih (metta), kemudian kita mengembangkan ke semua makhluk. Memang, pengembangan dengan cara ini baru sebatas menunjukkan persahabatan, persaudaraan, secara tidak langsung pikiran-pikiran buruk tidak berkembang.

Di samping mengembangkan cinta kasih (metta) dengan cara metta bhavana, kita juga bisa menindaklanjuti dengan cara menunjukkan perilaku yang tidak merugikan makhluk lain. Kita dapat mengembangkan perilaku yang membuat orang lain menjadi akrab bersama kita; kejujuran, kerendahan hati, ketidaksombongan, sopan santun, lemah-lembut, pendek kata tidak ada niat untuk menyakiti makhluk lain. Untuk memunculkan perilaku semacam ini sangatlah sulit, namun akan berguna bagi perkembangan batin kita dan orang lain juga akan menerima dampak yang positif.

Menumbuhkan benih-benih cinta kasih harus dimulai dari tahap yang paling awal, baru kemudian berkembang seiring dengan latihan kita setiap saat. Kalau kita mampu mempraktikan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari, maka nanti yang akan berkembang adalah sifat yang baik dan akan berguna bagi diri kita bahkan semua makhluk.

Seseorang yang mengerti arti cinta sesungguhnya, akan selalu menjaga dan mengembangkan hal-hal tersebut di atas. Mencintai sesama tanpa dipecundangi raga (nafsu), berada pada pengertian benar untuk melalui "Magga" sang jalan. Cinta memang penuh cerita yang unik, tetapi jika bisa mengembangkan cinta kasih (metta), sesungguhnya kita menjadi pemenang karena bisa mengatasi pikiran-pikiran buruk. Kembangkanlah cinta yang sebenarnya, karena akibat dari cinta ini tidak membawa penderitaan kita dan orang lain, justru membawa kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya cinta dalam arti umum hanya bersifat sementara dan kebahagiaan dan kedamaian yang muncul juga sementara. Begini aku, begitu pula orang lain; begini orang lain, begitu pula aku. Setelah memiliki penyamaan diri sendiri dan orang lain seperti itu, hendaklah ia tidak mencelakai siapapun atau menyebabkan orang lain celaka (Sutta Nipâta 705).


Daftar Pustaka:
Permata Dhamma Yang Indah;

Ven S Dhammika
Hidup Sukses dan Bahagia;
K Sri Dhammananda
Dhammapada;
Yayasan Abdi Dhamma Indonesia


"Begini aku, begitu pula orang lain;
Begini orang lain, begitu pula aku.
Setelah memiliki penyamaan diri sendiri dan orang lain seperti itu,
hendaklah ia tidak mencelakai siapapun atau menyebabkan orang lain celaka"
(Sutta Nipata 705)

"Siapapun yang mengembangkan cinta kasih
tanpa ikatan, dan mengarahkan pikirannya
untuk melihat akhir dari kelahiran;
maka belenggu penderitaan akan berkurang"
(Itivuttaka.21)
 
Back
Top