Larangan Berfikir tentang Dzat Allah

kaizou

New member
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

" Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka ".(Q.S. Ali Imran : 190-191)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan
bagi orang-orang yang tidak beriman". (Q.S. Yunus : 101)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang
kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk
neraka. (Q.S. Shaad : 27)

2. DALIL AS SUNNAH

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Berfikirlah
tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-sekali engkau berfikir
tentang Dzat Allah " (Hadits hasan, Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah)

Diriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid radhiyallaahu 'anhu, dari
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : " Tiga
jenis orang yang tidak perlu engkau tanyakan lagi nasibnya; Orang yang
memisahkan diri dari jama'ah, ia mendurhakai imam dan mati dalam keadaan
durhaka. Budak wanita atau pria yang melarikan diri dari tuannya, lalu
mati. Dan seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya dengan memberikan
perbekalan yang cukup, lalu sepeninggal suaminya ia bersolek (untuk
lelaki lain) ".
" Tiga jenis orang yang tidak perlu engkau tanyakan lagi nasibnya; Orang
yang merampas selendang Allah, sesungguhnya selendang Allah adalah
kesombongan-Nya, sarung-Nya adalah kemuliaan. Orang yang ragu tentang
Allah. Dan orang yang berputus asa terhadap rahmat Allah " (Hadits
shahih, diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam al Adabul Mufrad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: " Sesungguhnya syaitan
mendatangi salah seorang dari kamu, lalu berkata: 'Siapakah yang telah
menciptakan ini ? Siapakah yang telah menciptakan itu ? ' Hingga syaitan
berkata kepadanya: 'Siapakah yang menciptakan Rabbmu ?'. Jika sudah
sampai demikian, maka hendaklah ia berlindung kepada Allah dengan
mengucapkan isti'adzah dan berhenti " (HR Al Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman: 'Sesungguhnya umatmu akan terus-menerus bertanya apa
ini, apa itu ? " Hingga mereka bertanya: 'Allah telah menciptakan ini
dan itu lalu siapakah yang menciptakan Allah ? " (HR Muslim)

Dalam riwayat lain ditambahkan: " Jika demikian halnya, mereka akan
tersesat "

3. FAWAID / KANDUNGAN BAB

a. Allah subhanahu wa ta'ala telah menganjurkan dalam Kitab-Nya agar
berfikir dan bertadabbur. Anjuran ini ada dua macam: Pertama, anjuran
mentadabburi ayat-ayat Al Qur'an dan ayat-ayat-Nya yang dapat disimak.
Agar seorang hamba dapat memahami maksud Allah ta'ala dan dapat meyakini
kehebatan Al Qur'an sebagai Kalamullah dan mukjizat yang tidak ada
kebathilan di dalamnya, dari depan maupun dari belakang. Sebagaimana
yang Allah ta'ala firmankan : "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah
mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya " (Q.S. An Nisaa :
82). Dan firman Allah : " Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Al
Qur'an ataukah hati mereka terkunci ? " (Q.S. Muhammad : 24) Kedua,
anjuran memikirkan keagungan ciptaan Allah, kerajaan dan kekuasaan-Nya,
serta ayat-ayat yang dapat disaksikan, agar seorang hamba dapat
merasakan keagungan al-Khaliq, dapat mengakui kebenaran Al Qur'an.
Sebagaimana yang Allah ta'ala firmankan : "Katakanlah: 'Perhatikanlah
apa yang ada di langit dan di bumi " (Q.S. Yunus : 101). Dan firman
Allah : "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah
bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ?"
(Q.S. Fushshilat : 53)

b. Memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta'ala yang dapat
disaksikan dan mentadabburi ayat-ayat Allah yang dapat disimak tidaklah
dibatasi dengan keadaan atau waktu-waktu tertentu seperti yang
dibuat-buat oleh kaum sufi atau ahli kalam, dengan menggunakan istilah
renungan pemikiran dan lainnya, dalilnya adalah firman Allah subhanahu
wa ta'ala: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka " (Q.S. Ali Imran : 191)

c. Dzat Allah tidak akan bisa terjangkau oleh akal pikiran dan tidak
akan bisa dikira-kirakan. Allah ta'ala berfirman: "Sedangkan ilmu mereka
tidak dapat meliputi ilmu-Nya " (Q.S. Thaaha : 110)
Karena Dzat Allah Mahaagung dan Mahatinggi dari kandungan pemisalan dari
qiyas. " Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan itu " (Q.S. Al An'am : 103)
Dan bagi Al-Khaliq, tidak ada penyerupaan, tandingan dan juga pemisalan.
" Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia " (Q.S. Al Ikhlas :
4)
Oleh sebab itulah melalui lisan Rasul-Nya, Allah Yang Mahabijaksana
melarang berfikir tentang Dzat-Nya Yang Mahasuci.

d. Berfikir tentang Dzat Allah akan menggiring pelakunya kepada
keragu-raguan tentang Allah. Dan siapa saja yang ragu tentang Allah,
pasti binasa. Sebab ia akan dicecar oleh pertanyaan-pertanyaan
membingungkan yang lahir dari pemikiran sesat, " Allah menciptakan ini
dan itu lalu siapakah yang menciptakan Allah ? ". Pertanyaan itu pada
hakikatnya sangat kontradiktif dan kabur maksudnya. Sebab Allah adalah
Pencipta bukan makhluk !
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: " Dia tidak beranak dan tiada pula
diperanakkan " (Q.S. Al Ikhlas : 3)

e. Pengobatan untuk was-was iblis dan pemikiran-pemikiran syaitan ini,
yaitu mengikuti tata cara Al Qur'an dan As Sunnah yang dijelaskan oleh
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
(1) Membaca surat Al Ikhlas
(2) Meludah ke kiri sebanyak tiga kali
(3) Berlindung kepada Allah subhanahu wa ta'ala dari gangguan syaitan
yang terkutuk dengan membaca isti'adzah
(4) Mengatakan, "Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya "
(5) Memutus was-was dan menghentikan keraguannya.

f. Bimbingan Nabawi tadi merupakan cara yang paling mujarab untuk
mengobati penyakit was-was dan lebih ampuh untuk memutusnya daripada
cara jidal (perdebatan) logika yang sempit yang pada umumnya malah
membuat orang bingung. Hendaklah orang yang waras akalnya memperhatikan
benar sabda Nabi : ' Sesungguhnya hal itu dapat menghilangkannya '.
Jadi, siapa saja yang melakukannya semata-mata ikhlas karena Allah dan
ketaatan kepada Rasul-Nya, maka syaitan pasti lari.


Diringkas dari ENSIKLOPEDIA LARANGAN Jilid 1 - Pustaka Imam Asy Syafi'i
Mausuu'ah al-Manaahiyyiys Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyah
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali Daar Ibnu 'Affan Th. 1419 H
 
Yup, tp ini tergantung pada tingkat pemahaman dan kondisi masing2 individu. Ketika seseorang dg kecerdasan akalnya memikirkan dzat Allah, spt Allah dimana, bagaimana wujudnya dll, maka dpt dipastikan semakin bingunglah dia, ini sifat umum atheis, karena yg diutamakan adalah logika. Sementara dzat Allah tidak dapat dijangkau oleh logika yg terletak di otak, ini adalah makna lain dari gerakan sujud dimana Allah sangat dekat dlm gerakan ini, meletakkan dahi di tempat terendah, meletakkan akal di tempat terendah dalam hakikat cinta ilahiah, penyerahan diri dan ketertundukan mutlak.

Namun dlm kondisi berbeda bisa juga sangat lain, dalam sebuah kisah salah seorang umat nabi Ibrahim berdoa kpd Allah untuk hanya sekedar bisa menyisir rambut Allah SWT, mendengar doa ini nabi Ibrahim memarahi umatnya tsb, namun Allah SWT melarangnya, karena hanya sampai disitulah dia memahami hakikat Ketuhanan. Ini adalah bentuk kecintaan tnp didasari pengetahuan. Sementara buat yg memiliki pengetahuan ketuhanan lbh baik diam dan langsung saja bercinta.

Membicarakan Tuhan tanda tak mengenal diri-Nya. (Lao Tze)
 
Back
Top