Fenomena Angin Matahari, Bonus Pengamatan Gerhana

gupy15

Mod
Fenomena Angin Matahari, Bonus Pengamatan Gerhana
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Senin, 26 Januari 2009 | 17:59 WIB

JAKARTA, SENIN - Munculnya awan saat gerhana Matahari yang terjadi Senin (26/1) sore ini tidak selamanya mengganggu. Bahkan masyarakat disuguhi bonus fenomena alam yang belum tentu muncul setiap kali ada peristiwa gerhana Matahari.

Fenomena tersebut terlihat pada pengamatan yang dilakukan di Pusat Peragaan IPTEK Taman Mini Indonesia Indah. Masyarakat yang datang khusus untuk melihat gerhana Matahari melalui teleskop yang disediakan sempat kecewa karena awan tebal beberapa kali melintas dan menghalangi pengamatan.

Namun, beberapa saat setelah puncak gerhana yang terjadi pukul 16.41 WIB, tiba-tiba awan memudar dan Matahari yang tinggal tersisa dalam bentuk sabit karena tertutup Bulan pun muncul. Uniknya bentuk sabit Matahari seolah-olah berada di tengah awan yang berlubang.

"Akhirnya momentum puncak gerhana matahari cincin bisa terlihat walaupun hanya terjadi sekitar 80 persen dan bisa dilihat oleh masyarakat yang hadir di sini," kata Moedji Raharto, pakar astronomi yang juga mantan Kepala UPT Observatorium Bosscha ditemui di PP Iptek TMII Jakarta.

Moedji mengatakan fenomena tersebut terjadi akibat pengaruh angin Matahari. Pengaruh angin matahari, lanjut Moedji, sangat membantu agar proses gerhana matahari dapat terlihat. Ia menjelaskan ketika Bulan menutup sebagian besar pancaran cahaya Matahari, terjadi perbedaan suhu tepat di bawah gerhana.

Awan yang ada di bawahnya akan mengalami suhu dingin sehingga terjadi pembekuan. Namun, akhirnya segera memudar dan menyebar untuk mengisi ruangan yang lebih hangat di sekitarnya.

"Sayangnya angin matahari tersebut terjadi setelah momentum puncak. Tapi, meskipun begitu, fenomena yang indah ini tetap dapat dinikmati," ujar Moedji.

Selain itu, masyarakat sebenarnya juga diuntungkan oleh mendung yang terbentuk. Menurut Moedji, awan tersebut menjadi semacam filter cahaya matahari yang sangat menyilaukan sehingga masyarakat bisa melihat langsung dengan mata telanjang.

Sementara itu salah satu pengunjung bernama Tehodorus mengaku puas melihat peristiwa ini. Diakui siswa SD kelas 5 itu, ini merupakan pengalaman pertamanya melihat proses gerhana.

Hal yang sama diungkapkan Lulu dan Adit, siswa SMP Presiden Jababeka. Mereka merasa puas setelah mempelajari peristiwa gerhana lewat buku ajar di sekolah akhirnya bisa melihatnya secara langsung.

"Penasaran kami seperti hilang dan ternyata fenomena ini memang sangat indah," kata Lulu yang datang bersama 85 orang rombongan sekolahnya.

C12-08
 
Back
Top